Tuesday, August 21, 2007

Norman Dipindah ke Bintaro


Hari Minggu ini, aku rasanya kena sambar petir ketika Retno Wardani, mantan isteri aku dan ibu kandungnya Norman, mengirim kabar bahwa dia akan mengontrakkan rumahnya di Pondok Indah dan tinggal bersama ibunya di Bintaro. Dia rencana pakai uang kontrak buat melunasi kredit rumah tersebut di Bank International Indonesia.

Retno mengatakan via SMS, “Mg dpn kami pindah Bintaro, PI akn aku benerin dikit n akn aku kontrakan buat nurunin utang bii yg berat. Bagus beli apartm n tinggal di kemayoran.

Aku mengingatkan Retno soal jarak Bintaro, yang jauh dari Kemayoran, tempat Norman sekolah. Norman bisa butuh dua jam pulang dari sekolah. Norman juga harus berangkat sekolah pagi sekali.

Retno mengatakan ada jalan tol. Retno juga minta aku membayari bensin dan uang tol agar dia bisa mengantar Norman sekolah. "Pagi Bintaro one way. Ada toll jg. Sgt lancar. Toh sekolah cuma 3.5 hr. Kamis siang udh di t4 mu. U pagi aku antar jg bisa, km byr bensin. Mau gugat? Silahkan."

Aku menawarkan Norman tinggal di tempatku, Senayan, pada hari-hari sekolah. Ini hanya butuh 30 menit ke sekolah lewat tol. Retno menolak. Dia tetap berpegang pada keputusan pengadilan bahwa lima hari seminggu Norman diasuh Retno.

"Bagus" yang dimaksud Retno adalah Bagus Kristianto, adik kandungnya, yang dulu tinggal di Bintaro dan kini membeli sebuah unit apartemen di daerah Kemayoran.

Aku sedih membayangkan kemacetan lalu lintas sekitar Bintaro. Daerah ini termasuk kawasan paling macet di Jakarta. Waktu belajar dan istirahat Norman akan berkurang. Sekarang saja, dari Kemayoran-Pondok Indah, Norman butuh waktu minimal 70 menit saat pulang. Pagi hari, dia butuh 50 menit untuk ke sekolah. Aku tahu pasti karena aku yang antar-jemput Norman. Rumah Bintaro milik M.Th. Koesmiharti, ibunya Retno.

Hak pengasuhan Norman, sesuai keputusan pengadilan, sebenarnya tak berada di tangan Retno melulu. Pada Desember 2003, ketika bercerai, pengadilan Jakarta Selatan memberikan hak mengasuh Norman pada kami berdua. Pengadilan juga mengharuskan aku membayar semua biaya pendidikan, kesehatan dan pertumbuhan Norman. Hak tinggal Norman 2x24 jam dengan aku, 5x24 jam dengan Retno. Kini Norman sekolah di Gandhi Memorial International School. Bagus Kristianto bekerja sebagai guru seni di sekolah Norman.

Secara sepihak, Retno memutuskan pindah rumah. Dampak keputusan tersebut, bukan saja mempengaruhi Norman, namun juga aku, yang bertanggungjawab atas masalah transportasi sekolah.

Minggu malam, aku tak bisa tidur. Senin pagi, Sapariah dan aku memutuskan melaporkan tindakan sepihak ini kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia, sebuah lembaga pemerintah, yang menerima pengaduan bila ada pelanggaran terhadap hak-hak anak-anak. Sapariah menemani aku ke kantor mereka di Jl. Teuku Umar 10.

Bulan lalu aku sempat bicara via telepon dengan Giwo Rubianto Wiyogo dari KPAI soal Retno kurang tepat menangani sakit asma Norman. Retno tak mau mentaati prosedur menjaga Norman dari kemungkinan terkena kotoran tungau debu.

Norman alergi terhadap tungau debu (dustmite), yang banyak terdapat di kasur dan sofa. Norman harus tidur dengan alas terpal. Di Senayan, kamar tidur Norman dibuat tanpa karpet, ranjangnya pakai terpal dari ujung ke ujung. Di Pondok Indah, Retno sering melarang Norman memakai terpal. Norman sering pilek dan batuk.

Hari Jumat lalu, Norman juga menelepon Magdalena Sitorus dari KPAI. Norman mengeluh soal perlakuan ibunya, suka marah-marah, dan disebut Norman closed minded. Norman menangis sedih ketika bicara dengan Sitorus.

Di KPAI, Sapariah dan aku diterima oleh Hendra Kusumah Jaya, seorang asisten Giwo Rubianto Wiyogo. Kami juga menyerahkan sepucuk surat dan kronologi hak pengasuhan Norman.

Hendra bilang KPAI tak punya wewenang mengubah hak pengasuhan. Ini harus lewat pengadilan. KPAI hanya menerima pengaduan dan mengusahakan mediasi. KPAI juga akan melakukan home visitation serta minta penilaian seorang psikolog independen.

Aku berharap KPAI bisa cepat turun tangan dan membantu mencari jalan keluar. Aku tak bisa membayangkan Norman tinggal di Bintaro dan sekolah di Kemayoran. Sekaligus aku berharap masalah kesehatan Norman jadi perhatian mereka.


Norman Menjelang Perceraian
Retno dan Asma
Asthma Cases on the Rise Among Children
"Jangan Seenak Jidatmu Sendiri!"

Surat untuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Kronologi Hak Pengasuhan Norman Harsono
Dokter Andreas Liando di Siloam Gleneagles
20 Menit Senayan-Kemayoran
Norman Bertemu Komisi Perlindungan Anak

12 comments:

Anonymous said...

turut prihatin Mas.
saya percaya, setiap masalah punya solusi yang baik.
asal kita nggak berhenti berusaha dan menyerahkan segalanya pada Yang Maha Kuasa.
semoga semua pihak mendapat kesabaran dan kekuatan dalam menjalani cobaan ini.

sampaikan salam saya buat Norman.

Ini wartawan poenja blog. said...

Aku ga pernah berpikir bakal melihat dan menghadapi masalah ini. Melihat anak yang takut, berbicara tidak dianggap hingga dia tertekan. Kasian sekali Norman.

Semoga saja ya kek, usaha yang kita lakukan bisa membuat dia jadi anak yang bisa bebas, mendapatkan haknya sebagai seorang anak. Dia berhak tak terkekang, dia berhak bebas, dia berhak bermain, dia berhak berbahagia.

Semoga, dengan usaha ini orangtua tak lagi menjadikan anak bak dalam dunia yang tak menyenangkan....Padahal, harusnya masa kecil adalah masa-masa yang manis, dan indah buat dia kenang. Semoga dia dapatkan itu.

Semoga KPAI adalah lembaga yang berisi orang-orang yang sensitif terhadap hak-hak anak dengan sebenar-benarnya. Hingga dia bisa tahu, dan sensitif mencium masalah-masalah yang menimpa anak.

Semoga juga, orangtua, siapapun, termasuk aku, tidak menjadi orangtua yang tega menyakiti anak. Kadang, orang tua tidak sadar bahwa tindakannya menyakiti dan telah berbuat kekerasan secara mental atau psikologis tehadap anak. Semoga kita, para orangtua semakin sensitif terhadap perlidungan terhadap anak dan hak anak secara benar.

Anonymous said...

yah.. begitulah hidup, mas. gak gampang memang membina rumah tangga, mengurus anak. orang bisa pintar, jago jurnalisme, tapi belum tentu cakap di rumah tangga. tapi kenapa ya soal2 gini ditulis di blog???

Anonymous said...

Kawan, aku prihatin. Aku berharap ini akan terselesaikan dengan baik bagi semua pihak dan terutama Norman.

Anonymous said...

Tanpa sadar kadang keegoisan sebagai orangtua terlihat seolah mengabaikan kepentingan anak; tentunya dengan berdalih bahwa anak kecil toh belum tau apa-apa ;)
Bukan hanya itu saja, dalam situasi seperti ini (perceraian), orangtua kita juga terkadang merasa paling bisa mengurus anaknya daripada pasangannya.
Eit, saya tidak sedang menyalahkan Mas Andreas atau pun ibunya Norman lho.. tapi sekedar menuliskan apa yg saya alami ketika ortu bercerai kira-kira 20 tahun lalu :)
Semoga masalahnya cepat selesai ya Mas..
Tidak ada masalah yg tidak ada jalan keluar, asal jangan bersikeras demi kepentingan masing-masing saja ;)

Anonymous said...

semoga terselesaikan dengan baik, dengan bantuan KPAI...terutama Norman bisa hidup dengan bahagia..

Anonymous said...

ya ALLAH, berikan mereka penyelesaian terbaik dengan penuh kedamaian.

Anonymous said...

Introspeksilah! semua introspeksi. mas andreas cenderung menyalahkan retno, seakan2 dia sangat jahat, andreas paling baik. apa benar begitu? tanya dirimulah. aku gak percaya retno sejahat itu. pasti ada banyak masalah di antara kalian berdua setelah bercerai. makanya, jangan cerai!!!!!

Bangsari said...

sebagai bujangan, saya ikut prihatin. sekaligus membuat saya berpikir ulang tentang pernikahan. rasanya kok ketakutan itu makin besar dari ahri ke hari. semoga berakhir bahagia..

Anonymous said...

semoga cepet beress..!!!
dua kepala yg beda emang susah di satukan...
tapi,aku yakin ada solusinya kok....

*jd kebelet pingin nikah*

*TENDANG BANGSARI KE CILIWUNG..!!*

Anonymous said...

Saya juga hidup terpisah dengan istri saya , ada satu anak lelaki 5 tahun ikut istri, kadang perempuan suka melampiaskan rasa benci/sebal kpada ex-suami kepada anaknya ( apalagi kalau wajah si anak mirip bapaknya ) hati-hati saja, terus dipantau!!
memang sulit ...buat norman, bapaknya, ibunya...
Lantas siapa yang menang? tidak ada 'kan? tapi mau bersatu lagi?? trauma!, penginnya waktu diputar balik lagi aja 'kali ya mas! GOOD LUCK lah!

Anonymous said...

Kalau dilihat namanya Mas Anndre ini orang Jawa pemeluk Agama Katolik, dilihat dari nama Istri dan Anak, juga orang Jawa Katolik, lha kok bisa cerai? nggak mudheng saya.
Cari penengah saja Mas, romo Pastur pasti bisa.
Maap kalau sudah melewati batas teritorial peribadi sampeyan.