Wednesday, December 26, 2007

Mug Jurnalisme


Saya lagi bantu Yayasan Pantau cari dana dengan menjual mug bertema jurnalisme. Ada 500 buah, warna merah dan hitam, dengan kutipan guru wartawan Bill Kovach, "Journalism is the closest thing I have to a religion."

Saya pernah jadi murid Kovach di Universitas Harvard. Biasanya, Kovach mengucapkan kalimat ini sambil duduk santai di kelas, suara berat parau, mengatakan, “Journalism is the closest thing I have to a religion, because I believe deeply in the role and responsibility the journalists have to the people of a self-governing community.

Disain mug ini dibuat oleh Sandy Pauling, seorang mahasiswa Universitas Bina Nusantara di Jakarta. Pauling magang di rumah disain H2O. Vera Rosana, art director H2O, adalah orang yang sering menggarap disain Pantau. Beberapa blogger ikut memberi masukan soal pilihan warna dan font mug. Saya berterima kasih pada masukan ini semua.

Kovach setuju kutipan ini kami pakai untuk fund raising Yayasan Pantau. Kovach sendiri adalah mantan kurator Nieman Foundation on Journalism di Universitas Harvard. Dia juga menulis buku The Elements of Journalism bersama Tom Rosenstiel, yang sudah diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa, termasuk versi Indonesia.

Kini dia pensiun dan tinggal bersama isterinya, Lynne, di Washington DC. Kovach beberapa kali disebut sebagai "hati nurani" jurnalisme di Amerika Serikat. Pantau mengundangnya ke Medan, Jakarta, Jogjakarta, Bali dan Surabaya pada Desember 2003.


Yayasan Pantau sebuah organisasi nirlaba, bergerak di bidang jurnalisme, bekerja dari Jakarta, Banda Aceh dan Ende, Pulau Flores. Ia rutin bikin pelatihan wartawan, penerbitan feature service, penerbitan buku serta pemberdayaan media.

Kalau Anda berminat memiliki mug ini, silahkan menghubungi rekan Khoiruddien dari Yayasan Pantau 021-7221031 atau 0815-74755448. Harganya Rp 20,000 per buah. Bila enam buah atau lebih seharga Rp 18,000. Harga ini di luar ongkos kirim. Pantau bisa mengirimkan langsung untuk pembeli di kota Jakarta. Mug ini buatan M&S Andante, stoneware, dishwater safe, microwaveable.

Friday, December 21, 2007

Norman's Letter to Children Commission


I want to stay with my father forever. Also bring all my things to the apartemen.

Reasons:

As an asmatic (which You-Know-Who does not belive in) I have to take precaution for my health and You-Know-Who does not allow any of my medication, using the reasons that I'm healthy and not asmatic and the medicine or things make traveling difficult.

In grade 6, levels of education increase thus requiring reasearch. Books are one thing but an even bigger source is the internet. With my father, internet is very easy. But with U-Know-Who, we have to go to a wartel or break the computer with virus and because of expensive by using house internet.

Teach a child maths, science etc. makes them smart. But to make them kind and enjoy learning, the teacher should not shout, pressure & hit, which my mother does. Even teachers at school are better. If a mistake is made, she shouts and screams. Next she says, "Use your logic," at the same time meaning, "You're stupid" and forces us to think. Last she poked the head rudely & roughly saying, "Use your logic" and face red.

There is an old saying, "Point at one, someone points at U."

U-Know-Who points at Andreas, saying he's terrible. Unknowingly many people say she's bad. She treats my maid and my cousin like slaves and me like a toy.

My mother is Voldermort from Harry Potter, merciless to enemy and friends. An addition for power & revenge and a coward by heart. She does not tell the truth. Afraid by people more powerful and she is greedy. I don't want to live with her.


Note
Norman wrote this letter on Nov. 14, 2007 when Rudy Parasdio of the Children Protection Commission asked him to do so. Norman wrote his letter on his notebook. It is a hand writing letter. He asked me to give it to Parasdio. I typed this letter in exactly the same words as were used originally. "My cousin" is a reference to Yosevina Christin Agustina, a college student who lives with Norman's mother. "My maid" is Norman's nanny Maryani. Norman sometimes writes "and" but also "&" as well as "asma" rather than "asthma."

--Andreas Harsono

Saturday, December 15, 2007

Diskusi dengan Remy Sylado


HARI INI mengantar kelas jurnalisme sastrawi ke villa pengarang Remy Sylado, belakang kampus Institut Pertanian Bogor. Kami naik bus dari Jakarta. Kena macet di kota Bogor. Lalu sampai di rumah Remy. Gaya Jawa. Terletak di atas sebuah jurang. Pemandangan ke luar langsung menabrak sebuah sungai.

Isinya sederhana saja. Bagaimana Remy Sylado menulis?

Remy orang praktis. Dia pakai celana sedengkul. Baju orange, kancing terbuka. Dia bicara sedikit pengantar lalu mempersilahkan peserta untuk tanya. Dijawabnya dengan cepat, singkat dan lucu. Dia ceplas-ceplos. Lalu makan siang bersama dan foto bersama.

Remy Sylado dikelilingi peserta diskusi.

Para peserta sebelumnya menonton film dokumenter majalah Aktuil berjudul Untuk Kaum Muda karya Erfan Agus Setiawan serta membaca beberapa karya Remy Sylado. Beberapa peserta dari kelas-kelas sebelumnya ikutan datang. Anakku, Norman Harsono, juga ikutan.
   
Norman dan Sapariah bermain di sungai belakang rumah Remy Sylado.

Friday, December 07, 2007

“The reason why so few good books are written is that so few people who can write know anything.

-- Walter Bagehot
English economic journalist (1826 - 1877)



Norman Harsono created a set of cards that he called Food Monsters game. Players should do the scissor-paper-stone to attack the card of their opponents. Norman made them with a computer.

Clean Water, Dirty Business
Why people in Bandung have to pay so much money for their clean water? How should we react to PDAM Bandung effort not to pay its mounting debt to ADB?

Closure dan Perceraian
Janti Wigdjopranoto bikin analisis saga Norman Harsono dengan argumentasi bahwa perceraian belum tentu sama dengan penutupan atau closure suatu pernikahan.

Quo vadis jurnalisme Islami?
Percakapan dengan seorang mahasiswa soal "jurnalisme Islami." Bagaimana beda ranah agama dan jurnalisme? Apa beda propaganda, dakwah dan jurnalisme?

Polemik Sejarah, Pers dan Indonesia
Kapan "pers Indonesia" lahir? Apa 1744 dengan Bataviasche Nouvelles? Apa 1864 dengan Bintang Timoer di Padang? Soerat Chabar Betawie pada 1858? Medan Prijaji pada 1907? Atau sesuai proklamasi Agustus 1945? Atau kedaulatan Desember 1949?

Kursus Jurnalisme Sastrawi XIV
Idenya dari Washington DC, Janet Steele usul mengapa tak bikin kursus narrative reporting? Mulanya, dua kali saja. Kini ia bergulir terus, dari tahun ke tahun, tak terasa sudah angkatan ke-14.

Murder at Mile 63
A Jakarta court sentenced several Papuans for the killing of three Freeport teachers in August 2002. Why many irregularities took place in the military investigation and the trial? What did Antonius Wamang say? How many weapons did he have? How many bullets were found in the crime site?

Perjalanan Campania dan Roma
Setiap jengkal tanah di Napoli, Pompeii, Nocera, Salerno dan Roma, rasanya berisi sejarah peradaban Romawi dan Yunani. Apa makna realitas ini terhadap kesadaran manusia Barat?

Ford Foundation Menerima Draft Buku
Buku Debunking sudah selesai draftnya, diserahkan kepada Ford Foundation, namun masih butuh waktu hingga setahun sebelum terbit.

Protes Melawan Pembakaran Buku
Indonesia membakar ratusan ribu buku-buku pelajaran sekolah. Ini pertama kali dalam sejarah Indonesia, maupun Hindia Belanda, dimana buku sekolah disita dan dibakar.

Indonesia: A Lobbying Bonanza
Taufik Kiemas, when his wife Megawati Sukarnoputri was still president, collected political money to hire a Washington firm to lobby for Indonesian weapons. This story is a part of a project called Collateral Damage: Human Rights and US Military Aid

Dari Sabang Sampai Merauke
Sejak Juli 2003, saya berkelana dari Sabang ke Merauke, guna wawancara dan riset buku. Intinya, saya pergi ke tujuh pulau besar, dari Sumatra hingga Papua, plus puluhan pulau kecil macam Miangas, Salibabu, Ternate dan Ndana. Inilah catatan kecil perjalanan tersebut.

Hoakiao dari Jember
Ong Tjie Liang, satu travel writer kelahiran Jember, malang melintang di Asia Tenggara. Dia ada di kamp gerilya Aceh namun juga muncul di Rangoon, bertemu Nobel laureate Aung San Suu Kyi maupun Jose Ramos-Horta.

State Intelligence Agency hired Washington firm
Indonesia's intelligence body used Abdurrahman Wahid’s charitable foundation to hire a Washington lobbying firm to press the U.S. Congress for a full resumption of military assistance to Indonesia. Press Release and Malay version

From the Thames to the Ciliwung
Giant water conglomerates, RWE Thames Water and Suez, took over Jakarta's water company in February 1998. It turns out to be the dirty business of selling clean water.

Dark Alliance Rules High Seas
For decades Southeast Asian waters have been a hunting ground for murderous pirates who are growing increasingly daring and dangerous. What is Batam's role? Who are the pirates?

Media dan Jurnalisme
Saya suka menulis soal media dan jurnalisme. Pernah juga belajar dengan asuhan Bill Kovach dari Universitas Harvard. Ini makin sering sesudah diminta menyunting majalah Pantau.

Bagaimana Cara Belajar Menulis Bahasa Inggris
Bahasa punya punya empat komponen: kosakata, tata bahasa, bunyi dan makna. Belajar bahasa bukan sekedar teknik menterjemahkan kata dan makna. Ini juga terkait soal alih pikiran.

Dewa dari Leuwinanggung
Saya meliput Iwan Fals sejak 1990 ketika dia meluncurkan album Swami. Waktu itu Iwan gelisah dengan rezim Soeharto. Dia membaca selebaran gelap dan buku terlarang. Dia belajar dari W.S. Rendra dan Arief Budiman. Karir Iwan naik terus. Iwan Fals jadi salah satu penyanyi terbesar yang pernah lahir di Pulau Jawa. Lalu anak sulungnya meninggal dunia. Dia terpukul. Bagaimana Iwan Fals bangkit dari kerusuhan jiwa dan menjadi saksi?

Thursday, December 06, 2007

Pertemuan Komisi Perlindungan Anak


Retno Wardani, ibu kandungnya Norman, menolak datang ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia guna mengikuti upaya mediasi soal pengasuhan Norman. Sapariah dan aku, sejak Senin sudah diminta datang ke Komisi Anak, hari ini.

Menurut Rudy Parasdio dari Komisi Anak, dia menelepon Retno hingga empat kali kemarin. Terakhir Rudy bicara dengan Retno pada pukul 19:30. Namun Retno tetap menolak hadir dalam pertemuan hari ini dimana Komisi Anak rencananya mempertemukan aku dengan Retno.

Rudy mengatakan Retno merasa "traumatik kelembagaan." Komisi Anak sebelumnya sudah tiga kali mengirim surat undangan dan komunikasi telepon. Ini keempat kalinya Retno tak mau menggunakan jasa mediasi Komisi Anak.

Susilahati dari Komisi Anak menyayangkan keengganan Retno datang. Namun Susilahati juga mengatakan organisasinya tak punya daya paksa mendatangkan orang. Hanya pengadilan yang punya daya paksa memanggil orang tua soal pengasuhan anaknya.

Namun Komisi Anak menerima sepucuk surat dari Retno Wardani dimana dia menjelaskan posisinya. Retno menolak untuk mengubah hak pengasuhan Norman. Dia tetap berpegang pada ketentuan pengadilan lama bahwa Norman lima hari tinggal dengan Retno dan dua hari dengan aku.

Dia juga menolak semua pengaduan aku soal masalah-masalah yang dihadapi Norman. Mulai dari kesehatan hingga sekolah. Retno usul, kalau jarak jauh dipermasalahkan, sebaiknya sekolah Norman dipindah saja dari Gandhi Memorial International School ke sekolah lain. Retno menuduh aku melakukan character assasination terhadapnya. Dia bilang aku orang tua yang tak cakap. Aku dituduhnya melakukan teror terhadap Retno.

Kemarin aku juga menyerahkan hasil pemeriksaan psikologis terhadap Norman Harsono dari Yayasan Pulih. Susilahati mengatakan Komisi Anak menganggap kasus ini "deadlock" karena Retno menolak upaya mediasi. Mereka hendak menutup kasus ini dengan cara menjawab surat aku.

Saturday, December 01, 2007

Header Baru Situs Pantau



Firman Lie, seorang seniman, juga dosen Institut Kesenian Jakarta, membuatkan header baru untuk situs web www.pantau.or.id. Pantau memang lagi rencana mengganti header situs ini.

Lie adalah orang lama dalam urusan seni dalam komunitas Pantau. Dia dulu membuat header untuk rubrik resensi di majalah Pantau. Lie juga pernah membuat cover majalah Pantau edisi Mei 2002.

Rencananya, header ini akan dinaikkan oleh webmaster Pantau, Didik Irawan, pada Minggu 16 Desember 2007.