Friday, September 19, 2014

Kursus Jurnalisme Sastrawi XXIII

Jakarta, 5 – 16 Januari 2015


Peserta kursus jurnalisme sastrawi datang dari berbagai tempat di Indonesia, terkadang juga dari luar Indonesia, belajar bersama selama dua minggu di Jakarta.

“Kursus yang memberi cara pandang baru terhadap apa yang sering secara kabur di sebut 'fakta' dan bagaimana menceritakannya.”
Denni Pinontoan, Universitas Kristen Indonesia Tomohon

“Kalau saya menteri pendidikan, ini kursus masukkan dalam kurikulum sekolah lanjut. Ia paksa saya berpikir benar soal apa yg kita lihat, pikir dan tulis.
Firdaus Mubarik, Ahmadiyah, Jakarta

“Kelas ini mengubah hidup saya. Saya jatuh cinta pada jurnalisme. Tak hanya mengajari menulis, ia mengajari saya berfikir urut dan mencintai orang-orang lemah.”
Imam Shofwan, ketua Yayasan Pantau, Jakarta

“Kursus ini memberikan pandangan baru; menjadi jurnalis tak hanya cukup memberitakan, tapi juga harus berpegang teguh pada nurani.”
Indra Nugraha, Mongabay, Bandung

"Ini kursus santai tapi paling kena di hati. Ia membimbing saya menjadi penulis berwawasan sekaligus bernurani."
Lovina Soenmi, Riau Corruption Trial, Pekanbaru

“Ia bikin saya tahu banyak hal tentang jurnalisme. Ia ajarkan menulis karya jurnalisme naratif dan bermutu. Buat saya yakin bekerja sebagai jurnalis adalah kehormatan.”
Tommy Apriando, Mongabay, Yogyakarta

“Ini kursus keren yang mengubah caraku melihat orang-orang, memotret peristiwa dan memaknai dunia. Magic belajarnya masih terasa sampai sekarang bahkan dalam tugas politik sekali pun
Winston Rondo, anggota DPRD Nusa Tenggara Timur, Kupang

Peserta kursus jurnalisme sastrawi angkatan XXII pada Januari 2014 bergaya di atas ruko Yayasan Pantau.

Sejak Juli 2001, Janet Steele dan Andreas Harsono mengampu sebuah kelas soal menulis panjang. Mereka memperkenalkan gerakan yang dimulai pada 1973 di New York, ketika Tom Wolfe menulis definisi genre baru: New Journalism. Ia mengawinkan disiplin jurnalisme, riset akademis dan daya pikat sastra. Genre ini mensyaratkan liputan dalam, namun memikat.

Menurut Nieman Reports, sejak 1980an, suratkabar-suratkabar di Amerika banyak memakai elemennya ketika kecepatan televisi membuat suratkabar tampil dengan laporan mendalam. Kini dotcom pun mulai masuk ke format penulisan panjang.

Tak terasa, sudah 13 tahun Steele dan Harsono mengajar kursus tersebut di Jakarta. Mereka kembali membuka kelas baru selama dua minggu. Peserta adalah orang yang biasa menulis untuk media. Setidaknya berpengalaman sekitar lima tahun. Peserta maksimal 18 orang. Calon peserta diharapkan mengirim biodata dan contoh tulisan. Biaya pendaftaran Rp 3.5 juta.

INSTRUKTUR
Janet Steele diskusi buku Email dari 
Amerika di Jakarta. 
Janet Steele dari George Washington University, spesialisasi sejarah media, mengajar mata kuliah narrative journalism. Menulis buku The Sun Shines for All: Journalism and Ideology in the Life of Charles A. Dana, Wars Within: The Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia serta Email dari Amerika.

Andreas Harsono di studio
ABC Melbourne.
Andreas Harsono wartawan, peneliti, salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen, Institut Studi Arus Informasi, South East Asia Press Alliance serta Yayasan Pantau, anggota International Consortium of Investigative Journalists, mendapatkan Nieman Fellowship di Universitas Harvard. Menyunting buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Menulis antologi "Agama" Saya Adalah Jurnalisme.

Metta Dharmasaputra menulis
buku Saksi Kunci.
Metta Dharmasaputra (pembicara tamu) sebagai wartawan Tempo, menghabiskan enam tahun menyelidiki dan menulis skandal penggelapan pajak Asian Agri Group. Dia menulis buku Saksi Kunci: Kisah Nyata Perburuan Vincent, Pembocor Rahasia Pajak Asian Agri Group. Kini bekerja untuk Katadata.

INFORMASI

Elisabeth Eva 0812-80934947
Khoiruddin 0815-84419200

Yayasan Pantau
Jl. Raya Kebayoran Lama 18CD
Jakarta 12220
Telp/Fax. 021-7221031/021-7221055


Sambungan Relevan
Pengumuman dari Yayasan Pantau
Silabus Jurnalisme Sastrawi pada Januari 2014
Silabus Jurnalisme Sastrawi pada Juni 2007

Tuesday, September 16, 2014

June Beckx soal Kebebasan Beragama

JUNE Beckx sedang dapat tanggungjawab baru. Dia diminta bantu mengelola website NICONS atawa Netherlands Indonesia Consortium for Muslim-Christian Relations.

June kenalan lama saya. Dia warga Indonesia etnik Tionghoa kelahiran Jakarta. Namun menikah dengan warga Belanda serta tinggal 25 tahun di Belanda.

Background di dua dunia inilah yang membuat June ditarik untuk bantu NICONS.

"Ini tidak dibayar," katanya, tertawa.

Konsorsium ini terdiri dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia maupun Belanda, termasuk IAIN Sunan Kalijaga dan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta maupun Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di Jakarta.