Wednesday, August 08, 2007

Jurnalis Desak Jaksa Berhenti Bakar Buku

ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN

Nomor : 022/AJI-Adv/Siaran/VIII/2007
Perihal : Siaran Pers untuk disiarkan

URGENT : STOP Pembakaran dan Pemusnahan Buku Sejarah

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) MENGUTUK KERAS tindakan pembakaran buku sejarah yang dilakukan aparat pemerintah di sejumlah kota di Indonesia. Seperti tampak pada rekaman berita SCTV yang disiarkan dalam ajang pertemuan peminat sejarah dan jurnalis di Taman Ismail Marzuki (7/8), aparat kejaksaan dan pegawai negeri di kota Semarang dan Samarinda sedang membakar buku. SCTV merekam gambar aparat pemerintah menghancurkan, membakar dan merobek-robek buku sejarah yang sebagian isinya dinilai "tidak benar". Yakni diantaranya karena tidak memuat tulisan "G-30-S/PKI" , melainkan hanya menulis "G-30-S" (tanpa PKI) pada tulisan peristiwa Gerakan 30 September 1965 di Indonesia.

Penyitaan buku sejarah kurikulum 2004 didasarkan pada Surat Keputusan Kejaksaan Agung Nomor 019/A-JA/10/ 2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang pelarangan buku sejarah tahun 2004 dan Surat Perintah Kejaksaan Agung Nomor Ins. 003/A-JA/03/ 2007 tentang instruksi penarikan buku sejarah kurikulum 2004 dari wilayah Indonesia. Padahal buku sejarah itu ditulis dan diterbitkan oleh sejarawan dan perusahaan yang jelas dan bertanggung jawab. Buku-buku itu juga disusun berdasarkan kurikulum 2004, dimana pemerintah ikut bertanggung jawab karena dalam kurikulum tidak mengatakan harus menyebut G30S/PKI.

SK pelarangan Kejakgung ini kemudian dieksekusi oleh kantor-kantor kejaksaan negeri (Kejari) di sejumlah kota. Kejaksaan Negeri Kota Depok misalnya telahmemusnahkan 1.247 buku sejarah kurikulum 2004 hasil penyitaan dari lima SMP dan tiga SMA di wilayah Depok. Demostrasi pemusnahan buku sejarah itu dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Depok Bambang Bachtiar, Walikota Depok Nurmahmudi Ismail, dan Kepala Dinas Pendidikan Depok Asep Roswanda dengan cara dibakar.

AJI menilai penyitaaan dan pembakaran buku-buku pendidikan yang "tidak sesuai dengan selera penguasa" merupakan bentuk kebodohan struktural dan vandalisme yang nyata. Tindakan itu juga bertentangan dengan hak-hak dasar warga negara seperti kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat (secara lisan/tulisan) , juga kebebasan memperoleh, memiliki, dan mengolah informasi (Pasal 28E dan 28F, UUD 1945).

Sederet tokoh seperti Asvi Warman Adam (sejarawan), Goenawan Mohamad (jurnalis dan penulis), Franz Magnis Suseno (dosen ilmu filsafat), Ariel Heryanto (kolumnis dan dosen ilmu politik), Marco Kusumawijaya (arsitek/ketua DKJ), Ganjar Pranowo (politisi PDI-P), M Ridha Saleh (Komnas HAM), Setia Dharma Madjid (ketua IKAPI), dan banyak lagi, sebelumnya telah memprotes tindakan perampasan dan pemusnahan buku sejarah kurikulum 2004 oleh aparat Kejaksaan Negeri.

AJI mengutuk penyitaan buku dari sekolah-sekolah, karena tindakan itu merupakan teror terhadap dunia pendidikan, sama dengan memberangus isi pikiran seseorang, menyerimpung kebebasan pendapat dan kebebasan akademik yang dijamin Konstitusi.

AJI mengecam tindakan penggerebekan terhadap kantor penerbit buku sejarah 2004 seperti halnya pemberangusan terhadap bandar narkoba. Tindakan yang mengklaim sebagai nasionalis dan anti-komunis itu sejatinya telah meniru cara pemberangusan buku ala rejim komunis di Cina atau tokoh penguasa fasis seperti Mussolini dan Adolf Hitler yang membakar buku-buku di Berlin pada masa Perang Dunia Pertama.

AJI menilai negara telah melanggar hak warga negara untuk mendapat informasi dan melanggar hak warga negara untuk memperoleh pendidikan secara demokratais dan manusiawi. Pada saatnya, bukan tidak mungkin negara akan memberangus kebebasan berpikir dan mungkin kebebasan pers.

Untuk itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan sikap sbb :

- Meminta Presiden RI agar menegur aparatur pemerintah terkait agar tidak melakukan tindakan represif-inkonstitusional, yang tidak mencerminkan citra pemerintahan yang demokratis dan mampu melindungi hak-hak dasar warga negara

- Menuntut Kejaksaan Agung RI berikut aparat di bawahnya untuk menghentikan tindakan penyitaan dan pembakaran buku pelajaran sejarah secara demonstratif dan tidak manusiawi, serta mencabut Surat Keputusan tentang pelarangan buku sejarah nasional yang "tidak sesuai dengan selera penguasa".

- Mengajak jurnalis dan kalangan masyarakat Indonesia untuk kembali kepada falsafah negara Pancasila, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945 yang telah terbukti menyatukan bangsa, mengakui dan melindungi perbedaan, serta mengakui demokrasi sebagai sistem pemerintahan negara Indonesia.

Jakarta, 8 Agustus 2007

Ketua Umum Heru Hendratmoko
Koordinator Divisi Advokasi Eko Maryadi


Pernyataan Sikap atas Pembakaran Buku
Pertemuan Pers Melawan Pembakaran Buku
Dukungan Mengalir, Melawan Pembakaran Buku
Arif Harsana dari Vorstand South East Asia Information
Sonny Mumbunan dari Universität Leipzig

No comments: