Saturday, August 11, 2007

Arya Gunawan soal Nurmahmudi Ismail


Andreas yang baik,

Aku sudah masuk lagi ke blogmu, dan mendapati dua postingku terkait dengan kasus pembakaran buku sudah terpajang di sana. Trims ya. Namun, bisakah aku mengajukan perubahan mengenai ringkasan diriku yang kamu cantumkan sbb: Arya Gunawan seorang warga Depok, dimana buku-buku pelajaran sejarah dibakar, bekerja sebagai staf UNESCO sektor komunikasi dan informasi, pernah bekerja sebagai wartawan Kompas dan BBC London. Arya mengatakan dia simpatisan Partai Keadilan Sejahtera serta memilih Nurmahmudi Ismail dari PKS sebagai walikota Depok. Nurmahmudi ikut membakar buku-buku pelajaran sejarah.

Perubahannya pada kalimat terakhir, sehingga akan menjadi sbb:

Arya pernah menyatakan dia simpatisan PKS serta memilih Nurmahmudi Ismail dari PKS sebagai walikota Depok. Namun sekitar setahun sejak Nurhmahmudi resmi menjabat di bulan Januari 2006 setelah melewati kisruh di pengadilan karena ditentang oleh kubu lawannya dalam pemilihan walikota, Arya menyatakan telah menarik dukungannya karena menganggap Nurmahmudi tidak mampu mewujudkan janji-janjinya untuk memajukan Depok dan warganya; bahkan tampak tak mampu untuk mengubah predikat Depok sebagai salah satu kota terkotor di Indonesia. Arya saat ini tengah menyiapkan tulisan berisi kritiknya terhadap kinerja memble Nurmahmudi. Betul bahwa Nurmahmudi menghadapi ganjalan keras dari pihak DPRD Depok yang dikuasai oleh kubu bekas lawannya dalam pemilihan walikota. Namun itu tak dapat dipakai sebagai alasan untuk tidak berbuat nyata bagi kesejahteraan Depok. Dalam konteks ini, tampak bahwa Nurmahmudi setidak-tidaknya merupakan pemimpin yang tak memiliki keberanian cukup untuk menghadapi lawan-lawannya di DPRD.

Tolong diakomodasi ya permintaanku ini. Aku menganggapnya sangat penting, supaya tak muncul salah paham dari pembaca blogmu, seolah-olah kritikku terhadap naskah pernyataan anti-bakar buku itu dilandasi oleh keberpihakanku pada Nurmahmudi. (I was once his supporter; but no more. Aku kini masuk dalam barisan warga Depok eks pemilih Nurmahmudi, yang kini kecewa). Juga untuk memberitahu kepada semua bahwa memberikan "dukungan buta" itu tidaklah elok. Kalau memang yang didukung sudah tak layak untuk didukung, ya cabut saja dukungannya, tentu dengan argumentasi yang jelas. Begitu juga posisiku terhadap Pram. Untuk karya-karyanya, aku bersedia menghamba menjadi muridnya. Dan jika aku punya suara, aku pasti akan memperjuangkannya mendapatkan Nobel Sastra (sayang dia telah wafat). Namun untuk kelakuannya menghabisi lawan-lawan ideologisnya saat PKI berkuasa di tahun 1960-an itu, termasuk aksi pembakaran buku itu, aku tak akan pernah melupakannya sehingga setiap ada kesempatan yang tepat untuk mengungkapkan itu, akan kugunakan, bukan atas dasar kebencian melainkan atas dasar "perjuangan ingatan melawan alpa dan lupa", menyitir Milan Kundera dalam bukunya The Book of Laughter and Forgetting). Naskah pernyataan anti-bakar buku itu adalah salah satu kesempatan yang tepat untuk mengungkapkan lagi fakta sejarah tentang Pram tersebut. Namun tim penyusunnya alpa. Itulah yang ingin kuingatkan: supaya kita bisa melawan alpa tadi. Sebetulnya hanya itulah yang mendasariku menulis kritik singkatku itu. Kalau kemudian berkembang jadi diskusi yang bernas, aku akan senang sekali.

Trims dan salam,

Arya Gunawan

No comments: