Thursday, March 01, 2007

Gatra dan Jakarta Post

Minggu ini mungkin termasuk minggu unik dalam karir saya sebagai wartawan. Ada dua karya saya, semuanya narasi panjang, dimuat dua media di Jakarta. Majalah mingguan Gatra memuat "Hoakiao dari Jember" sedang harian The Jakarta Post akan memuat "Murder at Mile 63." Gatra terbit hari Kamis dan beredar di pasar, terutama luar Jakarta, sejak hari Jumat. Laporan saya untuk The Jakarta Post terbit hari Minggu.

Laporan "Murder at Mile 63" ditulis bersama S. Eben Kirksey, satu mahasiswa Ph.D dari UC Santa Cruz, California. Eben melakukan riset dan interview selama 17 bulan di Timika dan Jayapura. Naskah ini intinya mempertanyakan kejanggalan-kejanggalan dalam proses penangkapan, pengadilan dan penghukuman Antonius Wamang dan kawan-kawan. Mereka dituduh membunuh tiga orang guru sekolah Freeport di dekat Timika. Kini Wamang dan lima rekannya dipenjara di lembaga pemasyarakatan Cipinang, Jakarta. Saya senang bekerja dengan Eben. Dia seorang anak muda yang penuh antusiasisme.

Naskah Gatra panjangnya 12 halaman dilengkapi dengan beberapa foto. Heddy Lugito, redaktur pelaksana Gatra, membawa naskah ini ke rapat redaksi agar ia bisa terbit utuh. Heddy menaikkan tawaran dari 10 jadi 12 halaman. Saya ikut memilih foto dan membuatkan caption minggu lalu. Narasi ini bercerita tentang identitas dan perjuangan seorang Tionghoa Jawa dari Jember. Ceritanya selang-seling antara pengalaman pribadi Ong Tjie Liang dan kehidupan politik dan rasialisme di Pulau Jawa. Settingnya mengalir sejak zaman pembukaan kebun-kebun karet, cocoa dan tembakau di daerah Besuki dan Jember pada abad XIX hingga upaya perdamaian Aceh pasca-tsunami 2004. Saya melakukan riset ini sejak Juni 2005 dengan bantuan Ford Foundation. Mereka mendanai pembuatan buku saya From Sabang to Merauke: Debunking the Myth of Indonesian Nationalism. Riset Jember ini mulanya dibuat untuk buku namun belakangan dikurangi. Saya juga pergi mengunjungi perkebunan Kalibaru serta kota Malang dan Surabaya. Materi yang berlebih itulah yang saya pakai untuk "Hoakiao dari Jember."

Naskah Jakarta Post sepanjang dua halaman penuh broadsheet. Jakarta Post hanya pernah sekali saja memuat naskah penuh dua halaman. Naskah itu ditulis Adam Ellick soal tsunami di Aceh. Ini baru kedua kalinya Jakarta Post memuat naskah dua halaman penuh. Redaktur pelaksana Ati Nurbaiti membawa naskah ini ke sidang redaksi Jakarta Post. Rapat akhirnya menyediakan tempat dua halaman. Hari Rabu kemarin, saya melakukan proof read naskah itu bersama redaktur edisi Minggu Jim Read. Saya senang kerja dengan Jim. Ini orang Inggris yang bicaranya pelan. Orangnya sopan. Dia sempat tanya siapa yang bakal marah dengan terbitnya naskah ini?

Saya mengutip pendapat satu profesor Indonesianis dari Amerika Serikat. Dia bilang Federal Bureau of Investigation (FBI) kemungkinan akan mendapat malu besar dengan terbitnya naskah "Murder at Mile 63" itu. FBI selalu membanggakan diri mereka sebagai independen dari rezim siapa pun yang memerintah Amerika. Naskah itu membuktikan bagaimana FBI tak bersikap independen terhadap pemerintahan George W. Bush.

Sejak mulai sering menulis panjang, saya jarang bisa menerbitkan naskah dalam waktu berdekatan. Paling maksimal, sekitar tiga bulan jaraknya. Itupun kebanyakan di media luar Indonesia. Media Jakarta mayoritas hanya menerbitkan naskah-naskah pendek. Mereka jarang mau menganggap masyarakat juga butuh naskah panjang. Minggu ini, dua naskah saya terbit hampir bersamaan, Kamis dan Minggu, di dua media Jakarta. Ini minggu yang sungguh unik dalam karir kewartawanan saya.

4 comments:

Rony Zakaria said...

Hoakiao dari Jember merupakan naskah yang sangat indah dan penuh makna.
Saya senang naskah tersebut bisa terbit di media di Indonesia.

Saya sangat terinspirasi dari naskah tersebut.

Billy Antoro said...

hanya media bermutu yang memerhatikan tulisan2 panjang dan investigatif. dan baru sedikit media macam itu di Indonesia. semoga dari jumlah itu makin bertambah. Selamat, Mas Andreas! saya makin terinspirasi.

Anonymous said...

saya terhenyak baca endingnya..
"damn!"
sebagai koresponden gatra di bandung, naskah di ragam memang sudah menjadi santapan lain, di luar kepenatan membaca berita sendiri.

love and life said...

mas andreas, saya boleh minta tolong gak? mas andreas punya profile Gatra gak? all about Gatra: siapa, apa, bagaimana, visi misi dsb. Saya sudah serach di internet - dengan berbagai kata kunci termasuk memasukkan PT EMI, tapi tidak menemukan yang saya butuhkan.
Please respond ya mas andreas to my e-mail: dealq_2@yahoo.com
thx a lot