Saturday, October 20, 2007

Catatan Libur Lebaran


Sabtu, 6 Oktober 2007
Sapariah dan aku mengantar Norman ke rumah ibu kandungnya, Retno Wardani, di Bintaro. Tepatnya, rumah neneknya Norman, Th. Koesmiharti, dimana Retno menumpang. Selama perjalanan, kami menghitung pola pembagian waktu liburan Lebaran Norman. Norman akan libur dari Rabu 10 Oktober dan masuk sekolah Senin, 22 Oktober.

Menurut keputusan pengadilan, pada masa liburan, Norman tinggal separuh-separuh antara Retno dan aku. Kami mengusulkan dia tinggal pada paruh pertama (10-16 Oktober) dengan aku. Paruh kedua (16-22 Oktober), jatah ibunya. Sorenya, Retno menelepon dan menetapkan Norman tinggal lebih dulu dengannya dan paruh kedua dengan aku. Aku oke saja.

Minggu, 7 Oktober 2007
Sapariah dan aku memasukkan mobil ke bengkel Alexander di Bintaro. Mobil ini pintu belakangnya ditabrak Metro Mini. Pihak bengkel minta aku mengambilnya hari Kamis. Asuransi Sinar Mas menutup biaya perbaikan.

Senin-Selasa, 8-9 Oktober 2007
Norman masuk sekolah seperti biasa. Dua hari ini dia diantar Retno sekolah. Ini pertama kalinya Retno mengantar Norman sekolah sesudah mereka pindah ke Bintaro Agustus lalu. Aku terpaksa minta tolong Retno berhubung mobil masuk bengkel.

Rabu, 10 Oktober 2007
Aku antar Sapariah ke airport. Dia hendak mudik Lebaran ke Pontianak. Aku tak ikut ke Pontianak. Kami memerlukan banyak uang sejak Norman dipindah ke Bintaro. Setiap bulan, kami harus keluar uang Rp 5 juta hanya untuk transportasi Norman. Penghasilan kami berdua tak cukup. Jadinya, kami memutuskan hanya Sapariah yang mudik Lebaran. Aku tetap tinggal di Jakarta. Masih banyak pekerjaan, dari menulis untuk jurnal South East Asia Research hingga menyempurnakan draft buku, yang harus aku selesaikan.

Kamis, 11 Oktober 2007
Aku mengambil mobil yang diperbaiki dari bengkel Alexander di Bintaro. Hasilnya mulus. "Pak Juwono" dari bengkel Alexander bilang dia ingin semua lancar sebelum dia dan anak buahnya pulang kampung. Lalu menjemput Norman di Bintaro. Mulanya dia kuatir tak diizinkan pergi dengan aku. Namun ibunya mengizinkan. Norman senang sekali. Dia meloncat-loncat. Kami pergi ke Pondok Indah Mall bersama. "Quality time," kata Norman, ceria. Berhari-hari ini Norman lewat telepon mengatakan dia bosan di Bintaro.

Kami makan siang bersama di Hoka Hoka Bento. Lalu membeli sepatu sandal Geox. Kami mengira lagi rabat 50 persen. Ketika sudah memilih, ternyata kami pilih yang tanpa rabat. Wah harganya cukup mahal untuk saku aku. Tapi Norman suka sepatu ini. Kami juga pergi membeli buku A Pratical Guide to Monsters terbitan Mirrorstone di toko buku Gramedia. Norman sudah mengincar buku ini sejak minggu lalu namun Retno menolak membelikan untuk Norman, kecuali aku transfer uang lebih dulu. Kami juga minum coklat dan makan pastries di Daily Bread. Pokoknya, kami ingin memakai waktu bersama ini semaksimal mungkin.

Jumat, 12 Oktober 2007
Pagi ini, aku jemput Mama dari stasiun Gambir. Mama datang dari Yogyakarta, memanfaatkan liburan Lebaran. Adikku, Heylen, serta anaknya, Cho Yong Gie, datang menemui Mama di tempatku di Senayan. Dua perempuan ini sibuk cerita sana sini di tempatku.

Siangnya, Norman tiba-tiba datang tersedu-sedu ke apartemen. Dia bilang Retno menuduhnya "ember" --suka cerita "semua rahasia" kepada aku. Retno juga menuduhnya lebih mencintai aku daripada dirinya.

Awalnya, Retno memberitahu Norman kalau Laksito Rukmi, kakak kandung Retno, akan datang bersama keluarganya dari Baturaja (antara Lampung dan Palembang di Pulau Sumatra) keesokan hari. Artinya, kalau Norman ingin bermain dengan dua anak Rukmi, Taufik Hidayat dan Ayu Paramita, maka Norman tak bisa menghabiskan waktu paruh kedua dengan aku di Senayan. Dia artinya akan menghabiskan liburan bersama Retno.

Rukmi bersama suaminya, Indra Rujadi, hendak nyekar ke Salatiga, Ambarawa dan Surakarta. Norman bilang Retno mempersilahkan dia seterusnya tinggal bersama aku, tanpa perlu mengunjunginya lagi. Aku kira ini melukai anak. Norman memang ingin tinggal dengan aku, namun anak mana yang tak sedih diusir oleh ibunya? Dia menangis tanpa bisa bicara.

Aku beri dia segelas air dan tissue. Aku hibur dia. Aku peluk dia. Aku ingatkan betapa senangnya bermain dengan Taufik dan Paramita? Aku serahkan kepadanya buku karangan J.K. Rowling Harry Potter and the Sorcerer's Stone. Aku minta dia membacanya. Secara bergurau, aku bilang, ini punishment untuk Norman. Ini buku tebal, tanpa gambar, yang aku beli untuk Norman sejak akhir 2000 di Cambridge. Norman punya waktu membaca sekarang. Maka aku bilang sudah waktunya membaca buku tanpa gambar. Dia membawa pulang buku itu.

Dia bilang besok Sabtu ini minta aku menjemputnya. Dia ingin Sabtu pagi main dengan aku hingga sepupunya tiba dari Sumatra malam hari. Ketika sudah tenang, aku antar Norman ke lobby apartemen, menemui Retno. Mereka kembali ke Bintaro.

Sorenya, Rebeka, adikku yang lain, juga datang ke apartemen, menemui Mama. Tiga perempuan, sibuk diskusi dan gossip. Kami mengantar Heylen pulang ke rumahnya di bilangan Kebayoran Baru, seraya menengok toko buah Total, yang terbakar tadi malam. Mama membeli satu kardus susu kaleng untuk kedua cucunya, Yong Gie dan Norman. Juga buah-buahan. Semua dijual obral berhubung toko terbakar, barang harus dijual segera.

Sabtu, 13 Oktober 2007
Norman menelepon pagi-pagi sekali. Dia bilang Taufik dan Paramita sudah datang dari Baturaja. Dia minta aku tak datang menjemputnya di Bintaro. Dia ingin main dengan Taufik dan Paramita. Dia tak jadi pergi makan siang dengan aku. Mereka pun berangkat ke Salatiga dan lain-lain Sabtu sore.

Minggu, 14 Oktober 2007
Kesulitan menelepon Norman sejak Sabtu malam. Mereka naik dua mobil. Satu mobilnya Retno, satunya mobil Indra, kakak ipar Retno. Pagi ini bisa bicara via telepon. Norman bilang dia tak tahu kapan kembali ke Jakarta.

Senin, 15 Oktober 2007
Norman memberitahu aku dia lupa membawa inhaler untuk asmanya. Aku kuatir sekali. Aku pesan jangan capek-capek. Seorang penderita asma harus membawa inhaler bila bepergian. Cukup banyak kasus dimana pasien meninggal karena di tengah jalan susah mendapatkan obat hisap guna melegakan pernafasan ini.

Selasa, 16 Oktober 2007
Aku menjemput Sapariah dan Mamak di airport Cengkareng. Mamak berlibur di Jakarta. Aku prihati melihat badannya kurus sekali. Norman menelepon dan memberitahu bahwa dia sudah menamatkan buku Harry Potter. Wah, dia bangga sekali. Dia bisa membaca buku tebal tanpa bosan.

Aku memutuskan menerima tawaran meliput soal krisis air di Bandung. Aku pikir aku butuh uang. Air kebetulan juga kesukaan aku. Norman juga tak ada di Jakarta.

Rabu, 17 Oktober 2007
Sapariah, Mama, Mamak, Yong Gie dan aku naik mobil ke Bandung. Mama ingin bermain ke rumah kakaknya. Dia sekaligus membawa Yong Gie. Aku lewat jalan tol, Jakarta, Cikampek hingga Padalarang dan Bandung. Cepat sekali. Kami menginap di Hotel Grand Pasundan, bintang tiga, di Jalan Peta.

Pukul 17:28, Norman kirim SMS, Pa miss u, call me by hp. norman." Dia kirim SMS via telepon Kristin, adiknya Retno. Ketika menelepon Norman, dia bilang lagi dalam perjalanan kembali ke Jakarta. Dia bilang ingin segera ketemu aku. Aku bilang aku sudah ada di Bandung. Dia kesal pada ibunya yang berangkat dan pergi tanpa perencanaan.

Kamis, 18 Oktober 2007
Norman sudah kembali ke Jakarta. Aku masih di Bandung meliput air. Dia minta aku meneleponnya. Dia kecewa ketika tahu aku tak bisa pulang ke Jakarta hari ini. Aku masih harus menyelesaikan wawancara dan mengambil gambar.

Jumat, 19 Oktober 2007
Aku berangkat dari Bandung pagi hari. Norman datang ke apartemen siang hari. Taufik, Paramita serta Kristin, adiknya Retno, datang ke apartemen untuk berenang. Norman tak sabar menunggu membaca Harry Potter and the Chamber of Secrets. Dia merangkulnya dengan erat. Kami mengobrol ibarat dua kawan lama yang baru bersua kembali.

1 comment:

Iman Brotoseno said...

wah seperti membaca sebuah skenario, ada sub plotnya..but real. salam semoga liburan membawa kesegaran menghadapi musim kerja lagi