Monday, March 24, 2008

Norman Memutuskan Tinggal di Senayan


SIANG INI aku lagi makan siang dengan pengusaha Christianto Wibisono, serta putrinya Astrid, ketika Norman tiba-tiba menelepon. Dia teriak, "Pa where are you?" Norman minta aku segera menjemputnya, "Now now now!" Nadanya panik.

Aku minta pengertian Wibisono. Kebetulan kami makan siang di NAM Center, dekat Gandhi Memorial International School. Hanya 10 menit, aku masuk ke halaman parkir sekolah Norman. Telepon Norman berdering sekitar empat atau lima kali. Dia terus tanya aku sudah sampai mana?

Ketika masuk halaman dalam sekolah, aku lari dan lihat Norman menangis dan bingung dekat meja resepsionis sekolah. Aku teriak, "Normaaaaaannnn." Norman lari menghampiri aku. Sepatunya lepas satu. Dia menangis tersedu-sedu dan merangkul aku. "Mama wants to pick me up. I told you to pick me up earlier! Norman menunjuk seorang perempuan di kejauhan. Ternyata Retno Wardani, ibu kandung Norman, ada dekat resepsionis.

Aku minta Norman tenang. Dia sudah hampir seminggu tinggal di apartemen Senayan, menolak pergi ke tempat tinggal ibunya sejak Selasa lalu.

Retno menghampiri kami. Dia bilang sedang menjemput Norman. Sudah seminggu Norman tak ke tempatnya. Dia sudah lapor ke wakil sekolah sekolah Anju Raju. Dia membawa segepok dokumen serta minta aku menemui Raju. Kami bertemu di kantor Raju. Aku minta Norman minta tissue di sekretariat.

Intinya, Retno bilang dia akan menjemput Norman dari sekolah sesuai "jatah" Retno. Dia menelepon "Pak Denny" --mungkin Denny Kailimang, kuasa hukumnya dalam gugatan di pengadilan negeri Jakarta Selatan. Aku tunjukkan surat Norman kepada hakim Artha Silalahi dimana Norman memutuskan tinggal di Senayan. Anju bingung juga. Suasana ruwet. Aku katakan kasus ini masih ditangani pengadilan.

Saraswathi Suresh, guru kelas Norman, tiba-tiba memanggil aku keluar dari ruangan Anju. Suresh tanya soal undangan buat pertunjukan drama murid-murid kelas enam. Mereka hendak pertunjukan di Gedung Kesenian Jakarta. Aku bantu membuatkan undangan. Norman menghampiri Suresh dan aku. Norman bilang dia ingin pulang.

Aku tak tega lihat Norman histeris. Dia berlinang air mata. Dia kelihatan takut melihat Retno. Aku putuskan kirim SMS ke pengacara kami, Heppy Sebayang dan Fredi Simanungkalit. Aku bilang aku back up Norman. Mereka menjawab kalau itu memang keinginan Norman, tak ada pelanggaran hukum. Aku papanya Norman.

Maka kami memutuskan pulang. Sekolah juga sudah bubaran. Retno minta security sekolah mencegah aku membawa Norman. Beberapa petugas keamanan mendekati kami. Aku bilang ini perkara perdata, bukan pidana. Norman memilih ikut aku. Norman memegangi tanganku.

Para petugas itu, yang kebanyakan memang kenal aku namun kurang kenal Retno, mempersilahkan kami pergi. Maka Norman dan aku pergi dari halaman sekolah. Sri Maryani, gadis yang selama enam tahun mendampingi Norman, menjemput kami di kantin sekolah.

Norman baru tenang sesudah kami masuk mobil. Dia minta dibelikan buku serial Dragon Slayers' Academy karya Kate McMullan di Plasa Senayan. Kami segera menuju Plasa Senayan. Aku minta dia makan steak kebab kegemarannya. Lalu beli buku. Malamnya, dia tidur pulas sekali.

3 comments:

-Fitri Mohan- said...

waduh mas, aku deg-degan bacanya. moga2 norman baik2 aja ya mas.

andreasharsono said...

Dear Fitri,

Ini masa-masa sulit untuk kami. Norman baru saja telepon. Dia bilang mamanya datang lagi ke sekolah. Namun Norman bilang dia tak membenci mamanya. Dia hanya ingin tinggal di Senayan. Norman bilang papanya membebaskan dia untuk pergi kapan pun mau ke tempat mamanya. Retno lantas pergi dari sekolah.

Baiknya, kini Norman punya waktu leluasa untuk pergi dan pulang sekolah. Bayangkan, dia bisa bangun pukul 6:30, cuci muka, sarapan dan tiba di sekolah tanpa terlambat (7:10). Di Bintaro, dia sudah berangkat saat masih gelap.

Kami lagi merancang Norman ikut kelas seni. Dia suka menggambar. Kami juga berenang dua hari sekali. Lebih leluasa deh.

Yati said...

huffhhhh....
sama kayak mbak fitri, saya deg degan. sukurlah tak ada tindakan fisik. salam buat Norman, mas.