Tuesday, March 18, 2014

Ruwet, Bolos Kuliah dan Keluar dari Asrama


Munawaroh, Teti Setiawati serta Lucinda Aprilia ketika bicara soal berbagai kesulitan yang timbul di kampus dan asrama. Mereka minta saya datang ke kampus guna bicara masalah yang diharapi Lucinda.

KEMARIN SIANG tadi saya pergi menemui Munawaroh, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MH Thamrin, karena seorang mahasiswanya, Lucinda "Kukuk" Aprilia, keluar dari asrama sejak seminggu sebelumnya. Lucinda adalah keponakan saya dari Pontianak. Mamaknya, Norma, adalah kakak isteri saya, Sapariah.

Lucinda mengambil program kebidanan selama tiga tahun. Dia mulai kuliah Juli 2013, pindah dari Pontianak ke Jakarta. Dia minta tolong agar dia dibantu biaya kuliah, asrama, uang saku, keperluan kuliah dan seterusnya. Kami bersedia membantunya.

Persoalan yang dihadapi Lucinda ternyata cukup rumit. Dia punya persoalan dengan kawan-kawannya di asrama maupun di kelas. Munawaroh, maupun kepala asrama, Teti Setiawati, mengatakan Lucinda beberapa kali bicara kurang akurat dengan kawan-kawannya. Dia dianggap sering "mengadu domba" kawan-kawannya.

Lucinda mengatakan dia sudah izin Mamak dan Sapariah untuk keluar dari asrama dan pindah ke tempat kost Rp 400 ribu sebulan, menurut Teti Setiawati. Ketika Setiawati minta diberikan nomor Sapariah, guna verifikasi, Lucinda tak memberikannya. Ketika Munawaroh minta nomor telepon, Lucinda memberikan nomor orang lain, keponakan isteri saya lainnya, dengan nama "Sapariah."

Munawaroh mengatakan beruntung dia mendapatkan nomor telepon isteri saya dalam formulir sekolah. Lucinda juga beberapa kali bolos kuliah. Dia tak ikut yudisium pada Januari 2014, menurut Munawaroh. Dia pulang ke Pontianak dengan alasan ibunya "sakit" bahkan "comma," menurut Setiawati. Lucinda membantah kata "comma."

Singkat kata, mereka minta Lucinda kembali ke asrama karena ia sesuai dengan kontrak antara setiap mahasiswa dengan manajemen sekolah. Mulanya, Lucinda menolak dan berpendapat suasana asrama tak baik buat dia belajar. Lucinda minta waktu semalam buat berpikir.


PADA 7 Juli 2013, Lucinda mengirim surat dan minta dibantu biaya sekolah dan uang bulanan kepada saya. Dia bilang dia ingin keluar dari kesuntukan di Pontianak. Saya menyetujui dan minta pakailah kesempatan belajar di Jakarta untuk berubah dari lingkungannya di Pontianak.

Norma senang kami mau bantu Lucinda sekolah. Dia mempercayakan pengawasan Lucinda kepada saya. Sapariah sempat mengingatkan bahwa keponakannya ini bandel sejak di Pontianak.

Pada 8 Juli 2013, saya membalas suratnya:

Dear Kukuk,

Terima kasih untuk perinciannya. Om commit untuk sediakan tahun pertama dari biaya kuliah sampai bulanan. Om harap dalam setahun prestasi akademik Kukuk di atas rata-rata. Bila dalam tahun pertama ada masalah, prestasi di bawah rata-rata, Om tentu akan evaluasi kelanjutan pembiayaan dalam tahun kedua. Ini akan berlanjut sampai tahun ketiga.

Om percaya bahwa bahwa pendidikan untuk anak perempuan adalah investasi yang penting buat masa depan masyarakat. Ada slogan World Bank, "Educating girls is one of the strongest ways not only to improve gender equality, but to promote economic growth and the healthy development of a society." Ada multiplier effect dalam mendidik anak perempuan. Lebih banyak perempuan terdidik mendorong masyarakat makin sehat.

Om anggap bantuan ini adalah utang Kukuk. Bukan kepada Om atau Mbak Ya tapi utang kepada seorang gadis lain di masa depan Kukuk. Bila Kukuk berhasil dengan studi ini, hingga lulus dan bekerja, Om ingin Kukuk membiayai seorang gadis lain untuk sekolah. Tolong suatu hari sampaikan pada Om bahwa Kukuk mulai membiayai anak perempuan lain --anak orang lain-- untuk sekolah macam Kukuk.

Selamat berjuang dan semoga berhasil.

Lucinda bersama tante dan pamannya pada 1 Januari 2014 di Monumen Nasional, Jakarta. 

Saya minta Lucinda bikin laporan bulanan kepada saya. Lucinda hanya kirim sekali. Kemarin malam, saya bicara via telepon cukup lama dengan Norma. Dia bilang dia sulit tidur sejak diberitahu bahwa anaknya keluar dari asrama.

Saya bilang ada baiknya Lucinda dibantu oleh psikolog. Munawaroh, Sapariah maupun Norma setuju bila Lucinda bertemu psikolog. Namun Munawaroh minta dia kembali dulu ke asrama.

Sampai sekarang saya belum tahu perkembangan Lucinda dengan asrama dan sekolahnya. Mudah-mudahan dia sudah kembali ke asrama dan mencoba mengatasi kekurangannya dalam komunikasi.

Saya akan mulai menulis perkembangan Lucinda lewat blog. Saya kuatir kesibukan saya, serta berbagai macam persoalan dari Pontianak yang jadi bebannya, tak bisa saya atasi tanpa catatan. Saya hendak menulis agar bisa beri perhatian. Saya berharap Lucinda suatu hari lulus, menjadi bidan serta bisa membantu banyak perempuan lain.

It's tough to be a guardian. Saya berharap Lucinda bisa melewati masa sulit di asrama dan kampusnya.


Update: Malam ini Teti Setiawati mengirim pesan bahwa Lucinda sudah kembali ke asrama.

No comments: