Wednesday, March 26, 2014

Diskusi Jagal bersama Joshua Oppenheimer di Bangkok


Makan malam bersama Joshua Oppenheimer di sebuah mall di Bangkok. Beberapa kawan Bangkok bergabung, mengobrol soal The Act of Killing, film yang penting sekali untuk warga Indonesia.

FOREIGN Correspondent Club of Thailand mengundang saya untuk bicara soal film Jagal: The Act of Killing bersama Joshua Oppenheimer. Ini sebuah acara singkat. Hanya enam jam di club wartawan tersebut. Saya terbang dari Jakarta dengan Air Asia, tiba di Bangkok, sempat mampir di South East Asia Press Alliance, dan menuju club.

Joshua Oppenheimer pidato depan puluhan wartawan. Panjang film ini 2 jam 40 menit. Joshua bicara bahwa intinya adalah persoalan kekebalan hukum di Indonesia.

Kesan saya, Joshua orang yang articulate, tajam dalam mengemukakan pemikirannya. Dia bicara dengan kosakata yang kaya sekali. Dia juga teliti dalam memilih makanan. Dia cerita tahun demi tahun yang dia pakai buat merekam berbagai pelaku pembantaian 1965-1966 di Medan dan sekitarnya. Dia tentu ditanya soal reaksi dia karena film tersebut tak mendapatkan hadiah Oscar.

Joshua berpendapat dengan sistem penilaian Oscar, sejak awal dia tak percaya dia akan dapat Oscar. Penjurian kurang mengerti makna film dokumentasi. Mereka juga berat dengan dunia hiburan. Kini dia tinggal di Copenhagen, Denmark. Dia selalu pakai kaos hitam.

Mulanya, saya datang pakai batik lengan panjang. Lihat Joshua cuma pakai kaos hitam, saya melepaskan batik tersebut, dan tampil dengan kaos hitam pula. Saya tak mau muncul kesan saya tampil berbeda dengan sutradara film, tentu saja, bintang utama dalam diskusi club.

Di Bangkok, juga bertemu dengan dua kawan dari Human Rights Watch: Shaivalini Parmar serta Kyle Knight. Parmar warga negara India tapi dibesarkan di Bangladesh. Kini Parmar tinggal di Bangkok, sedang belajar bahasa Thai. Knight warga negara Amerika, tinggal di Katmandu, Nepal, baru saja pindah ke Bangkok. Mereka ikut menonton film di club.

Saya menginap dua malam di Le Fenix Sukhumvit Hotel, sekitar 10 menit jalan kaki dari stasiun kereta Nana. Praktis sekali. Saya kemana-mana naik kereta api termasuk ke airport. Ini beda sekali dengan periode 1995-1999 ketika saya bekerja untuk harian The Nation. Bangkok belum punya kereta api dalam kota. Saya ditempatkan di hotel ini oleh panitia.

No comments: