Tuesday, January 03, 2006

.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah… Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer dalam Khotbah dari Jalan Hidup

Image hosting by Photobucket

Hernata Lasamahu stood next to the epitaph of her husband, Josephus, who died when their church, Gereja Masehi Injili di Halmahera Nita, at the village of Duma, Halmahera Island, was attacked by jihad militias in June 2000. All victims were buried here. Hernata saw her father, her brother-in-law and her son being killed in the church compound. Duma is symbolically an important village in Halmahera. Christian missionaries set up Halmahera's first church in Duma.

State Intelligence Agency hired Washington firm
Indonesia's Badan Intelijen Negara used former president Abdurrahman Wahid’s charitable foundation to hire a Washington lobbying firm to press the U.S. Congress for a full resumption of controversial military training programs to the country. Press Release and Malay version

Bila Gempa Melanda Jakarta
Sapariah Saturi menulis soal kemungkinan tsunami melanda Teluk Jakarta. Bagaimana dampaknya pada ekonomi dan politik Indonesia? Bagaimana kekuatan pencakar langit disini? Jakarta zona berapa?

Biak, Militer dan Melanesia
Biak punya grafiti, "Papua Pasti Merdeka," tercoret dekat tempat beberapa dokter praktek bersama di Jalan Selat Makassar. Ada grafiti, "Papua Tetap Merdeka" terletak dekat menara air Biak.

Merauke soal HIV dan Populasi
Merauke sebenarnya secara geografis bukan kota yang benar-benar paling timur di Papua. Ada beberapa kota perbatasan dengan Papua Nieuw Guinea di sebelah timurnya lagi.

Perjalanan di Jayapura
Organisasi Papua Merdeka bergerak sejak 28 Juli 1965. Mereka intinya jaringan orang-orang Papua yang hendak mempertahankan kedaulatan Papua dari "aneksasi" Indonesia.

Kepulauan Wakatobi
Namanya berasal dari empat pulau: Wangiwangi, Kaledupa, Tomea dan Binongko. Ia juga dikenal sebagai Kepulauan Tukang Besi. Banyak warga Binongko bekerja sebagai tukang besi.

Blitar dan Laptop Dicuri
Blitar adalah kuburan Soekarno, salah satu pemikir nasionalisme Indonesia. Blitar juga kedudukan Candi Palah, bangunan terbesar sisa kerajaan Majapahit.

Pramoedya, fascism and his last interview
Javaism, Pramoedya Ananta Toer insisted, keeps Indonesia enslaved. Javanism is to be loyal and obedient toward your bosses. Under Javanism, Indonesia has no rule of law, justice or truth.

Dari Swiss untuk Flores
Bagaimana Swisscontact hendak memerangi kemiskinan penduduk di Pulau Flores dengan jualan jambu mete? Rencana ambisius untuk daerah yang transportasi dan komunikasi sulit.

Indonesia Timur Tunggu RUU Aceh
Sejumlah daerah di Sulawesi, kepulauan Maluku, Bali, Kalimantan dan Papua mengamati pembahasan RUU Aceh. Cerita

Televisi Batavia
Widiyanto menelusuri lembaran negara guna mencari tahu para pemilik televisi-televisi besar di Jakarta, dari RCTI hingga SCTV, dari Indosiar hingga Trans TV, serta pengaruh mereka. Cerita

Protes "Indopahit" Lewat Kaos Anarkis
Orang di Jayapura, Kupang, Pontianak, Aceh maupun London menggunakan kaos guna menyampaikan pesan politik, meledek “Indopahit” –Indonesia keturunan Majapahit. More

Tobelo, Tobelo, Tobelo
Kota kecil dinamis di ujung Pulau Halmahera. Ada pantai yang mulia. Kehidupan ekonomi naik. Ada rekonsiliasi pasca konflik yang terbuka, tak dibuat-buat, namun masih ada rasa curiga. More

Ternate dan Gambar Rp 1,000
Ide gambar uang kertas Rp 1,000 asalnya dari pemandangan Pulau Maitara dan Pulau Tidore. Sudut itu diambil dari Pulau Ternate. More

Semuel Waileruny
Pemimpin Kedaulatan Maluku ditahan di penjara Waiheru, Pulau Ambon, dakwaannya mempersiapkan upacara bendera Republik Maluku Selatan. More

Wutung: Satu Desa Dua Negara
Kalau Anda jalan pakai mobil dua jam dari Jayapura ke arah timur, ke arah perbatasan Papua New Guinea, Anda akan menemui kampung Wutung. Kampung mungil, apik, bersih. Satu sisi daerah Indonesia. Sisi satunya, Papua New Guinea. More

Tahun Kelahiran Hasan di Tiro
Gerakan Acheh Merdeka mengatakan ia lahir 4 September 1930. Di Tiro juga memakai tahun 1930 dalam buku hariannya. Paspor Swedia dan sejarahwan Anthony Reid menunjuk tahun 1925. Bagaimana dengan 1923?

Republik Indonesia Kilometer Nol
Pemerintah Hindia Belanda membangun kota pelabuhan Sabang lebih baik dari pemerintah Indonesia. Mengapa ia bukan kota pelabuhan sebesar Singapura? Apa makna nasionalisme Indonesia dari Sabang?

Penyu, Sukamade dan Meru Betiri
Meru Betiri sebuah cagar alam luasnya 56,000 hektar di timur Pulau Jawa. Disini ada jazirah bernama Sukamade dimana selama ribuan tahun penyu-penyu raksasa dari Samudera Hindia dan Pacific datang bertelur.

Referensi Soal Jurnalisme

29 comments:

elge said...

Maas... mas,
panjengan kok aneh lho.

Di wilayah seperti Sabang yang namanya kartu kredit walau jumlahnya 'unlimited' sekalipun, gak bakal laku.

Mungkin karena Mas keseringan liputan atau investigasi ke luar negeri kali ya, jadi lupa kalau tidak semua wilayah di Indonesia tercinta ini, tak semua bisa nerima kartu kredit.

elge said...

Menarik membaca postingan training di Media Bisnis Indonesia.

Yang jadi masalah sekarang adalah? Ketika para reporter dan redaktur muda, menulis dengan gaya baru setelah mendapat ilmu dari pelatihan yang Mas berikan itu, ternyata tidak berkenan di redaktur.

Tulisan yang tuturannya enak, tak membosankan seperti gaya tulisan di Pantau, dianggap menuh-menuhin halaman. Gak bermanfaat.

Kalau cuman dibabat sekali dua kali mungkin gak masalah, tapi kalau setiap nulis, -utamanya- intro dipangkas abis, ya males. Akhirnya pelatihan yang mahal dan menguras energi itu jadi sia-sia.

Btw, sedikit komentar buat Mas Andres. Tidak ada yang meragukan tulisan Mas, tapi bisa gak ya kalau blog-nya ini tampilan postingnya diperbaiki agar tidak terlalu sederhana banget. Thx ;-p

andreasharsono said...

Dear Angin,

Soal sejauh mana pelatihan reporter itu bisa mengubah kebijakan redaksi Bisnis Indonesia, tentu saja, saya tak bisa menjawab tuntas. Bagaimana pun kami hanya pelatih. Kebijakan ada di tangan mereka. Namun kalau Anda perhatikan deretan peserta, Anda bisa lihat bahwa para redaktur juga ikut pelatihan. Bahkan pemimpin redaksi, wakil pemimpin redaksi dan redaktur pelaksana, juga ikut dalam pelatihan ini.

Saya kira kesertaan mereka akan membantu perubahan policy sehingga kelak para reporter bisa menulis dengan kreatif. Terima kasih.

andreasharsono said...

Dear Angin,

Soal tampilan situs web yang terlalu sederhana, saya berjanji akan belajar lebih banyak soal disain. Maklum orang gatek! Saya hendak belajar bagaimana menampilkan bilik teriak. Saya juga belajar memperkecil gambar. Bagaimana melakukan cropping!

Anonymous said...

Pak....
saya udah baca ttg Bapak. saya juga tertarik ;pada pluralitas-
jarang lho Pak ada orang yang peduli pada hal-hal gitu...
Thanks karena udah ajak kami buat berpikir yang baik...

Rosa

andreasharsono said...

Rosa di Swisscontact,

Terima kasih untuk komentarnya. Saya kira masyarakat beragam yang hidup di Jakarta, Kupang atau Ende, mau tak mau harus memahami soal keragaman.

Sejarah Indonesia, sayangnya, kurang memperhatikan keragaman ini. Saya ingin memperbaikinya karena saya kuatir melihat banyak orang menderita karena keterburu-buruan menjadi tunggal, memiliki identitas tunggal, ketika ia sebenarnya mustahil.

Anonymous said...

Hai Mas AH,
Ini bukan komentar (maaf ya). Saya ingin konsultasi. Saat ini saya diajak teman menyusun sebuah majalah informasi untuk anak-anak SMA.

Pertanyaan saya pertama, apa sebenarnya yang membuat sebuah media/majalah dapat bertahan hidup dan memiliki pembaca loyal? Kedua Bagaimana membuat jaringan yang efektif?

Terima kasih atas kesediaan Mas AH menjawab pertanyaan saya.

Salam hangat

suratsholahuddin@yahoo.co.id (dulu pernah jadi murid di workshop investigasi persma di Yogya)

Beni Suryadi said...

salam kenal mas Andreas Harsono...
saya sangat senang baca tulisan'' mas..dan sebenarnya saya juga sangat tertarik dengan dunia jurnalistik (dikenalin ikram)...dan izin ya saya nge-copy semua page di blognya...(mm sebenarnya sih sudah saya lakukan sih) tapi itu hanya buat bacaan pribadi mas..soale kalo tiap baca harus oline internet tagihannya membengkak...heheh)

benx

Anonymous said...

Pak Andreas, walah bapak mulai ngeblog dari tahun 1996? Emang jaman dulu udah ada blog ya? Oh ya saya mau taro link blog Bapak ke blog saya. Bolehkah?

andreasharsono said...

Untuk Sholahuddin,

Ada banyak faktor yang membuat sebuah media bisa bertahan, antara lain, ada kebutuhan dari masyarakat dimana media itu berada. Mutunya juga relatif bisa diterima oleh masyarakat itu. Manajemen, termasuk pemasaran dan distribusi, juga baik. Kepemilikan juga mendukung. Modal ada. Wartawan trampil. Pelatihan itu sudah lama banget ya? Sekarang Anda kerja dimana?

andreasharsono said...

Richard,

Saya punya web log sejak 2004 saja kok. Itu pun dibuatkan rekan saya, Agus Sopian.

Mengapa punya data dari 1996? Kebetulan saja masih menemukan naskah itu dari Nexis Lexis. Kalau bisa ketemu karya saya pada 1982, ketika duduk di bangku SMA, atau bahkan 1973, ketika pertama kali menulis di sekolah dasar, saya juga akan taruh disini :-)

Anonymous said...

Mas, aku Bowo bekas wartawan Radio 68H. Saat ini, aku sedang mendalami analisis framing media. Namun, yang menjadi kendalaku adalah keterbatasan referensi buku content analisis. Aku berharap Mas Andreas dapat membantuku. Sebelumnya, aku ucapkan terimakasih. God bless u

Rony Zakaria said...

Pak Andreas,

Saya senang dengan tulisan-tulisan pak Andreas, buat saya tulisan-tulisan bapak bisa menjadi pelajaran saya yang baru mendalami jurnalisme.

Saya kebetulan baru mendalami jurnalisme, yang dimulai dari media foto (saya seorang fotografer lepas), yang kemudian tertarik lebih dalam untuk bisa membuat suatu karya penulisan yang menarik.

Apakah pak Andreas punya referensi yang bisa saya jadikan pelajaran untuk membuat suatu penulisan yang baik dan menarik seperti halnya yang saya rasakan pada beberapa tulisan bapak.

Terima kasih sebelumnya

Rony

andreasharsono said...

Rony yang baik,

Cara terbaik belajar menulis adalah mempelajari karya-karya orang lain yang bagus. Pelajari strukturnya, gayanya, naik-turunnya dan lain-lain.

Kalau Anda ingin baca buku, saya usul dua buku, "Seandainya Saya Wartawan Tempo" serta "Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat." Dua buku itu relatif mudah dicari di toko buku. Ada juga buku "Sembilan Elemen Jurnalisme" karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel soal dasar-dasar jurnalisme.

Cara lain adalah memperlajari naskah-naskah yang menang Pulitzer Prize. Mereka punya situs web. Anda tinggal baca berbagai kategori disana.

Cukup mudah bukan? Last but not the least, ya berlatih terus-menerus, mula-mula naskah pendek, lalu makin hari makin panjang, dan akhirnya buku.

Cari sounding board berupa editor yang bagus. Dulu saya berterima kasih punya rekan macam Joe Shea, Sonny Inbaraj, Oei Eng Goan, Endy Bayuni dan sebagainya. Mereka jadi editor saya ketika masih mulai belajar. Hingga hari ini pun saya masih belajar.

Semoga masukan ini berguna. Terima kasih.

Rizal said...

Mas Andreas, salam kenal. Saya dulu, pura-puranya, wartawan majalah kampus waktu masih kuliah --dan selalu punya minat terhadap dunia jurnalistik sampai sekarang. Selain itu dulu saya penggemar majalah Pantau versi online. Sayang ya majalahnya sudah almarhum.

andreasharsono said...

Rizal,

Situs www.pantau.or.id lagi dikerjakan oleh PT Cyberindo Aditama (CBN) dan kalau semuanya lancar akhir Februari 2006 sudah bisa diklik. Kami menaruh semua arsip majalah Pantau disana. Pelan-pelan Pantau berubah jadi sindikasi. Karya-karya kami dimuat suratkabar lain. Situs baru itu akan menampilkan karya sindikasi. Ini memberikan tempat bagi wartawan atau penulis yang mau menulis dengan mendalam dan memikat. Pantau juga menyediakan pelatihan wartawan serta kursus-kursus menulis.

Rizal said...

Wah,cepat sekali jawabannya, mas. Selamat atas rencana terbit kembalinya Pantau online.

Anonymous said...

bapak sepertinya memang pribadi yang enak untuk diajak bertukar pikiran,
salut untuk bapak..
sebelumnya saya juga ingin bapak menanggapi permasalahan tri wibiwo
(mantan wartawan 68H)
dimana dia sedang kesulitan mendapatkan referensi ttg analisis framing,
(karena saya juga mengalami permasalahan yg sama),
mungkin bapak bisa membantu kami, terima kasih.
GBu

Anonymous said...

Mas Andreas, aku baru saja membaca posting-mu tentang RUU Porno. Aku tak setuju kalau UU Porno sampai diberlakukan. Pertama, karena pengertian porno dan tidak porno itu ditentukan dari sudut pandang laki-laki alias patriarki! Artinya, ada RELASI KUASA di sini.

Contoh yang mencolok mata adalah pemberlakuan Syariah Islam di Aceh yang mewajibkan perempuan Muslim mengenakan jilbab. Belum lama ini aku melihat gambar di halaman muka suratkabar Rakyat Aceh (atau Serambi Indonesia? Kok aku jadi pelupa, ya?), yang memperlihatkan tulisan pada sebuah poster aksi. Tulisan poster itu berbunyi: "Perempuan yang Berpakaian Ketat Sama Dengan Setan". Pengarak poster itu semuanya laki-laki. Aku sempat berpikir, andaikata aku penguasa fasis, aku mau bikin peraturan begini: Semua Laki-Laki Harus Dilenyapkan Dari Muka Bumi. Mengapa? Mereka pakai baju atau tidak, longgar atau ketat, pakai karung goni atau baju selam, tetap bikin aku horny. Dengan kata lain, kostum apa pun yang mereka pakai tetap porno di mataku. Artinya, porno atau tidak porno itu terletak pada yang melihat, bukan yang dilihat. Artinya, kebangkitan syahwat atau tertidurnya syahwat terletak pada persepsi yang melihat, sangat personal sifatnya, sangat interpretatif. Artinya, tak mungkin membuat aturan untuk apa yang bersarang dalam imajinasi orang. Dengan kata lain, "Jangan Karena Buruk Rupa, Maka Cermin Dibelah". Dengan kata lain, "Jangan Karena Otak yang Gampang Ngeres, Orang Lain Disalahkan". He he he... Aku kok jadi teringat masa Soeharto ketika ide dan gagasan orang bisa diadili.

Oh, ya, aku mendukung Agus Suwage, Davy Linggar (tahu nggak, pada tahun 1991 atau 1992, ya, aku pernah melihat pameran lukisan Davy Linggar di Galeri Cipta TIM. Aku kagum pada lukisannya. Aku pikir, dia berbakat melukis. Aku pernah mencari dia, lama sekali, dan tak ketemu, sampai hari ini. Suatu hari aku melihat potret karyanya di Majalah A+, hampir dua belas tahun kemudian. Ternyata dia banting stir jadi fotografer. Kapan mau motret aku, Davy?), Izabel Jahja (aku pernah dua kali dipotret A+ dan Izabel yang jadi pengarah gaya. Asyik orangnya, ramah, menyenangkan. Sangat gaya, tapi tipe pekerja keras dan punya komitmen tinggi sama bidangnya), dan Anjasmara (meski nggak kenal, blas!) untuk kasus Pinkswing. Cantumkan aku dalam daftar pendukung mereka, ya.

Maret 2006

Salam dari Banda Aceh,
Linda Christanty

Anonymous said...

Pak Andreas, perkenalkan, nama saya Eddy, saya bekerja disebuah perusahaan konsultansi. Saya mau bertanya mengenai bagaimana membuat sebuah majalah yang jenisnya free magazine. Ijin apa saja yang seharusnya saya miliki? Saya benar-benar baru di bidang ini sedang atasan saya memberikan tanggung jawab ini kepada saya, saya sudah coba cari kanan kiri tapi tidak ada referensi yang dapat memberikan pencerahan. Bila tidak keberatan saya ingin minta masukan dari bapak.

Anonymous said...

Untuk Eddy S,

Soal izin sama dengan perusahaan biasa. Ada badan hukum, entah perseroan atau yayasan, tergantung misinya.

Majalah gratis biasanya didukung oleh iklan atau sponsor. Banyak sekali sih contoh. Mulai dari majalah milik pesawat penerbangan hingga majalah elite di hotel berbintang.

Situs ini terlalu pendek untuk menerangkan satu persatu. Tapi banyak contoh kok. Anda juga bisa telepon Yayasan Pantau bila ingin bicara dengan RTS Masli, orang iklan yang biasa menangani proyek begini. Terima kasih.

Andreas Harsono

BINTORO said...

mas andreas sy diam-diam mengagumi anda. Sy ingin belajar dr Anda, dari karya-karya Anda. Sy udah sebulan ini cari dua buku yang Anda rekomendasikan: Jurnalisme Sastrawi dan Seandainya Saya Wartawan Tempo. Tapi kok kagak dapet di Balikpapan maupun Samarinda. y cari di Gramedia maupun toko buku lainnya kagak jual mas. Bisakah mas sy dikirimin, entar sy ganti harga buku plus ongkos kirimnya. makasih ya mas

Anonymous said...

tabea mas/pak/oom/ (still cant make up my mind, need suggestion!)andreas!

trima kasih buat ilmunya.
mudah2 an nyanda mubazir for torang di manado..
oh ya, frontpage blog ini mengingatkan penulis, eh saya, pada cover album iron maiden...

tawea...
bukithijau, manado

Anonymous said...

Bagus. Minta pemutakhiran lebih cepat. Banyak cerita bagus.

Salam
Andi, Malang

Lia said...

Mas Andreas, saya baca komentar Mas di jurnalisme.wordpress.com tentang kursus penulisan dalam Bahasa Inggris. Terima kasih ya sudah mau merespon. Masalah uang, namanya kursus tentu saja berbiaya, dan lamanya belajar hingga sekian bulan saya rasa logis.

Jika Mas bisa memberikan gambaran biaya dan kira-kira kapan Pak Max itu dapat memulai, pasti menyenangkan :)

Atau mungkin idenya bisa di-publish dulu di milis-milis, agar Mas bisa lihat reaksi publik.

*excited*

Pepih Nugraha said...

Mas, Andreas... Saya Pepih Nugraha, jurnalis Kompas yang juga tertarik menulis media massa. Saya mampir ke sini untuk kenalan. Boleh, kan....

h.a.h.n said...

saya tahu blog mas dari temen.ijinkan saya untuk me link blog mas.
terimakasih atas tulisan2 nya. semoga saya bisa belajar dari blog mas ini

Rony Zakaria said...

Mas Andreas,

Moga-moga masih ingat saya, terima kasih sudah menghubungkan saya dengan Pak Samiaji Bintang di Aceh. Saya akan berangkat tanggal 23 November ini dan akan berada 3 minggu disana. Setelah selesai nanti saya akan coba perlihatkan hasil kerja saya disana.

Saya sedang belajar menulis juga disamping memotret :D

Anonymous said...

Hi Andre, it seems you have a good view on the development or annihilation of NKRI. I have some information to share and confirm which might be of interest for your book. I have also travelled extensively in my role as an environment consultant. Take care and write true about our beloved country.


Regards,


Sigfried
fountain@cbn.net.id

Visit:
http://HaloIndonesia.blogspot.com