Wednesday, January 11, 2006

Mohamad Iqbal

Saya baru tiba di kantor Pantau Banda Aceh Senin pagi ini ketika mendapat kabar kurang baik. Rekan saya, Mohamad Iqbal, kehilangan satu bagasinya yang berisi laptop, kamera, peralatan studio, di atas sebuah becak.

Ceritanya, Iqbal memanggil satu becak mesin dari depan kantor Pantau Minggu sore. Ia meletakkan satu peti alat itu untuk masuk ke kantor mengambil motor. Maksudnya, ia hendak mengikuti becak dari belakang. Ternyata si Abang becak kabur dengan barang-barangnya.

Linda Christanty, yang juga tinggal di kantor, melihat kejadian dari lantai dua. Ia sudah merasa firasat tak nyaman melihat becak tersebut. Linda pula yang pagi ini cerita.

Iqbal seorang fotografer bagus. Ia sedang bikin pameran "Raut Pusaran, Raut Hayat." Ini foto-foto tentang orang-orang Aceh yang selamat dari tsunami. Linda juga penulis bagus. Linda pernah dapat Kathulistiwa Award untuk kumpulan cerita pendek "Kuda Terbang Mario Pinto." Mereka sama-sama mantan redaktur majalah Pantau. Kini mereka juga sama-sama memperkuat Yayasan Pantau. Dan sama-sama jatuh cinta pada dan tinggal di Aceh.

Saya bisa merasakan sakitnya bila seorang fotografer kehilangan alat-alat sebanyak itu. Apalagi saya tahu Iqbal menabung bertahun-tahun, mengumpulkan lensa demi lensa, agar bisa punya alat lengkap.

Iqbal agak sulit dihubungi. Linda bilang Iqbal sudah lapor ke polisi. Saya siap-siap cari ketua perkumpulan "roda tiga" Banda Aceh untuk minta bantuan. Kebetulan dulu saya pernah interview Ismet Nur, seorang tokoh becak di Banda Aceh. Mungkin Ismet bisa membantu.

Eh, Senin siang, Iqbal menelepon. Dia bilang si Abang ternyata pergi duluan ke rumah tujuannya. Si Abang menunggu Iqbal disana tapi tidak datang-datang. Saling menunggu, timbul salah paham.

Rupanya, ini kebiasaan di Aceh. Beri tahu si becak, ia akan berangkat sendiri. Tak ada kekuatiran barang dibawa lari.

Mereka bertemu malam hari ketika Iqbal kembali ke kantor Pantau. Ia segera mengirim SMS kepada Linda. Tapi SMS tidak sampai. Linda cerita pada saya.

Saya cuma bisa tersenyum masam. Juga rekan-rekan sekantor. Mamaknya Chik Rini bilang abang becak di Banda Aceh tidak pernah kedengaran bawa lari barang penumpang. Murizal Hamzah, wartawan Aceh yang sering nongkrong di Pantau, juga sempat panik. Syukur cuma salah paham.

Lain lubuk memang lain ikannya.

Image hosted by Photobucket.com
Mohamad Iqbal di pantai Ule Lheue, hasil jepretan Linda Christanty. Ule Lheue salah satu daerah paling rusak karena tsunami 26 Desember 2004. Ia dihajar ombak hingga lebih dari 5 KM. Garis pantai bergeser. Ribuan orang mati disini.

2 comments:

Anonymous said...

Waduh, Mas Andreas ini salah satu Orang yang memiliki Figur kebapaak yang sangat luar biasa, kadang terlalu baik dan sangat perhatian. terharu aku.....


Aku klarifiklasi sedikit yah soal Becak ini.

Setelah tawar menawar selesai, si Abang becak nanya kemana tujuannya? saya bilang ke "Lambaro Skep", dan saya tidak pernah memberi alamat rumah teman saya karena sebenarnya saya juga lupa alamatnya apa? tapi saya ingat persis letaknya.

Setelah barang barang sudah naik semua diatas becak yang terdiri dari 1 tempat tidur, ransel, dan 1 peti Peralatanku, aku masuk lagi kedalam Kantor pantau untuk pamit dengan Linda.

Beberapa detik kemudian, saya dengar mesin becak itu jalan. Saya pikir pasti nunggu di Depan Ruko. Saya pun menyusul dengan motor Bebek yang sangat tua dan selamat dari Tsunami. Sesampai di Depan ruko becak sudah tidak ada, lalu saya kejar ke Perapatan Panti Perak juga tidak ada. Maka saya putuskan ke Lampora Skep lewat jalan yang biasa saya lalui. Selama perjalanan mulai was was, kok becaknya nggak keliatan sepanjang jalan bahkan sampai RS Zaenal Abidin di daerah Lamprit.

oo...mak, mulai panik aku. Kemana dia? kenapa dia jalan duluan? pikirku. kan dia tidak tahu alamatnya? hanya daerahnya Lambaro Skep.

Belakangan baru di ketahui, si Abang lewat jalan Pintas dan jalan berliku liku dan menunggu di sebuah jalan yang saya nggak ingat namanya.

Hampir setengah jam Saya pun mencari cari becak itu, berkeliling daerah lambaro Skep , pasar Penayong dan Sri ratu syafiatudin, hasilnya nihil.

Lantas saya memutuskan balik ke Kantor Pantau. Memberi tahu Linda Bahwa saya kelihangan Becak yang membawa barang barang saya.

Saya juga sempat Lapor Ke Polisi di sektor Jambu Tape. waduh!!!melihat cara penangannya yang sumpah mati......kayak orang males, saya Bilang sama polisinya" Pak Saya Cabut deh Laporannya, lantaran saya disuruh foto kopi KTP lah..dan ce ce me retemete..yang nggak perlu. saya pun pergi dari kantor polisi degan perasaan kalut.

Satu jam kemudian saya balik kekantor pantau lagi dengan mencoba seolah olah mengiklaskan bahwa barang barang itu telah hilang, lemes banget memang.

baru sampai didepan kantor Pantau nggak taunya itu becak datang bersamaan dengan temanku yang tinggal di Lambaro Skep. oo..mak leganya......Dan kami memutuskan jalan beriringan kembali ke lambaro Skep dan kali ini aku kawal di belakang persis.

Sampai sekarang saya juga nggak ngerti kenapa dia jalan duluan...?

Nasib...nasib.

Firsty Relia Renata, ST said...

Dear Pak Andreas Hsrsono,

Nama saya Firsty Relia Renata
Maaf tidak sesuai dengan konten.

Saya hanya ingin bertanya tenntang teman bapak, Moh Iqbal.

Saya dulu kuliah di UGM T Industri dan memounyai teman bernama seperti teman bapak. Saya menelusuri portal UGM untuk mencari teman2 seangkatan.

Kalau dari fotonya, sepertinya ia orang yang saya maksud, karena dari dulu jaman kuliah ia selalu jadi tukang potret di kampus, sehingga jarang sekali ada fotonya.

Jika benar, mohon ybs bisa menghubungi saya, via facebook atau email firsty@telkom.net

Trims. Salam, Firsty