Wednesday, July 01, 2009

Penembakan Melkias Agapa di Nabire



Bulan lalu, selama tiga hari ada kedukaan di rumah Melkias Agapa di daerah Siriwini, Nabire. Pasalnya, Agapa sakit malaria tropica. Dia demam berat. Mungkin jengkel dengan penderitaannya, pada Rabu 24 Juni 2009, Agapa marah-marah pada semua anggota keluarganya. Pukul 2:00 dini hari, Agapa bahkan memutuskan kabel listrik dalam rumah. Dalam kegelapan, Agapa keluar dari rumah. Dia menghilang beberapa jam.

Ketika kembali, sekitar pukul 14.00, ada motor polisi parkir dekat rumah. Dia ambil kunci motor itu. Menurut keluarga, polisi ingin ambil kunci dan menangkapnya. Pihak keluarga minta kepada Agapa agar kunci motor tersebut untuk diserahkan kepada pihak kepolisian. Dia menolak.


Menurut beberapa saksi mata, para polisi tampaknya tak sabar dan langsung menangkap Agapa. Mereka mengikatnya dengan tali di sebuah tiang di depan pintu masuk rumah. "Dalam kondisi terikat polisi langsung menembak kaki," kata seorang saksi. Mungkin kekurangan darah, Melkias Agapa langsung tewas depan rumah. Isteri dan keluarganya menangis, meraung-raung. Mereka juga marah. Pukul 16.00 pihak keluarga, dengan membungkus jenasah Agapa dengan plastik biru, pakai kayu menggotong jenazah ke kantor Polisi Resort Nabire. Jaraknya, sekitar 3 kilometer.

Pihak Keluarga menuntut agar Kapolres Nabire AKBP Rinto Djatmono untuk menerangkan mengapa polisi menembak Melkias Agapa. Pihak keluarga minta nama para pelaku dan komandan polisi yang datang ke rumah Agapa. Djatmono mengatakan dia tak memerintah anak buahnya untuk tembak Agapa. Dia berjanji akan tindak tegas polisi yang menembak Agapa.

Menurut Papua Pos, Kepala Satuan Pengaduan Kepolisian Inspektur Yoseph Tortet beserta empat anggota penjagaan mendatangi rumah Agapa setelah dapat laporan dari masyarakat bahwa telah terjadi penganiayaan di belakang pasar sore Naburau. Mereka tiba di rumah Agapa dan berusaha menangkap Agapa. Namun Agapa memegang senjata tajam. Mereka mengira Agapa hendak menyerang polisi. Juga ada yang melempar polisi dengan batu. Satu polisi, Briptu Samad, mengalami luka pada bagian bibir dan dagu. Melihat massa menyerang, polisi menembak paha Agapa. Tortet bersama empat anggotanya menyelamatkan diri, lari ke markas polisi Nabire.

Penjelasan Djatmono tak diterima keluarga Agapa karena banyak kasus penembakan sebelumnya, yang hanya dijanjikan akan ditindak tegas, namun tak pernah terbuka diumumkan kepada masyarakat. Pihak keluarga meninggalkan jenazah korban di halaman kantor polisi. Mereka baru mengambil jenasah dan menguburkannya keesokan hari.

1 comment:

Unknown said...

hai, pihak keamanan. boleh2 saja anda menembak orang lalu memanipulasi kejadian yang sebenarnya. Tapi ingat sodara, mata Tuhan ada di segala tempat mengawasi kita semua. Di akhirat apakah saudara bisa memanipulasi berita tersebut....? sangat di sayangkan kalau sodara mau menipu orang yang telah menciptkan anda. INGAT ITU.