Monday, July 13, 2009

Penang: Caught in Crossfires: reporting conflicts in Southeast Asia


Selama tiga hari, aku berada di Penang untuk membahas persiapan antologi Caught in Crossfires: reporting conflicts in Southeast Asia. Antologi ini dikerjakan oleh beberapa dosen dan wartawan dari Bangkok, Kuala Lumpur, General Santos City, Penang serta Jakarta. 

Tuan rumahnya, Universiti Sains Malaysia. Kami sudah bekerja bersama-sama, lewat diskusi dan workshop, selama tiga tahun, di Penang, Jakarta, Bangkok dan Davao City. Ia melibatkan Badrus Sholeh, Francis Loh Kok Wah, Mustafa Anuar, Prangtip Daoureng, Rufa Guiam dan aku sendiri. Teh Gaik Lan mengurus administrasi antologi ini.

Badrus Sholeh adalah dosen Universitas Islam Negeri Jakarta. Dia meneliti gerakan-gerakan Islam garis keras di Indonesia. Loh dan Anuar profesor dari Universiti Sains Malaysia. 

Daoureng wartawan Bangkok, pernah kerja untuk Far Eastern Economic Review serta South East Asia Press Alliance, tinggal di Kuala Lumpur, meneliti soal Patani dan Acheh. Guiam profesor dari Mindanao State University di General Santos City. Guiam seorang spesialis Islam dan Mindanao. 

Antologi ini kelak ada terbit sebagai buku. Isinya, berbagai pengalaman dan renungan tentang bagaimana meliput berbagai macam konflik di Asia Tenggara, dari Patani hingga Papua, dari Mindanao hingga Jemaah Islamiyah di Pulau Jawa. Aku kira Penang kota yang secara historis cocok untuk mendiskusikan berbagai macam konflik di Asia Tenggara. 

Pada abad 19, Penang adalah tempat dimana ada diskusi-diskusi intelektual, antara lain melibatkan James Richardson Logan dan George Earl, soal penguasaan koloni-koloni Inggris dan Belanda di sekitar Selat Malaka. Logan dianggap sebagai orang yang mempromosikan terminologi "Indonesia." Logan Memorial kini masih berdiri depan Mahkamah Tinggi Penang.
  Mustafa Anuar mengajak Rufa Guiam dan aku mengunjungi Fort Cornwallis. 

Penang didirikan oleh Sir Francis Light lewat sebuah kontrak dengan Kesultanan Kedah pada 1786. Light lantas mendirikan Fort Cornwallis --dinamakan untuk menghormati Charles Cornwallis, marquess kerajaan Inggris di India-- dari pohon nibong (palm). 

Pada 1804, buruh-buruh India membangun Fort Cornwallis dengan batu dan bata atas perintah Colonel R.T. Farquhar, gubernur Penang. Ia selesai dan berbentuk bintang pada 1810. Bangunan ini dipelihara rapi.
    Kami juga melihat Eastern & Oriental Hotel, beralamat 10 Lebuh Farquar. Hotel ini dibangun oleh Sarkies bersaudara, keluarga yang terkenal dengan pembangunan hotel-hotel klasik di Asia Tenggara, termasuk Singapura (1887: Raffles Hotel), Malang (1891: Kartika Wijaya, Batu), Rangoon (1901: Strand Hotel) maupun Surabaya (1910: Hotel Oranje, sekarang dinamakan Hotel Majapahit atau Hotel Mandarin Oriental). Hotel E&O adalah hotel pertama Sarkies bersaudara. Ia dibangun 1884. 

Aku suka mempelajari hotel-hotel milik keluarga Sarkies. Arsitektur klasik dan mewah. Mereka orang Armenia asal Isfahan, Persia. Mereka empat saudara laki-laki: Martin, Tigran, Aviet dan Arshak. Aku pernah menginap di Raffles, Strand maupun Oranje. 

Kini aku melihat E&O Hotel --titik awal dari bisnis perhotelan keluarga Sarkies. Kelak bila datang ke Penang lagi, aku akan menginap di E&O. Ia dibangun oleh Tigran Sarkies dan dibuka pada 1884. Mulanya, diberi nama Eastern Hotel. 

Antologi ini sudah mulai berbentuk. Ada beberapa naskah masuk: "Imaging Minorities" oleh Glenda Gloria; "This Is Our Mindanao" oleh Carolyn Arguillas; "Telling the Truth of the Other" oleh Rufa Guiam; "Aceh, Dari Konflik ke Rekonsiliasi" oleh Taufik al Mubarak; "Covering the Jihadis" oleh Badrus Sholeh; "Bagaimana Meliput Pontianak" oleh Andreas Harsono; "Pengalaman Maluku Media Center" oleh Wahyuana; "Papuan Struggle and Indonesian Repression" oleh Andreas Harsono juga "Covering the Hindraft Issue" oleh K. Kabilan. 

Mustafa Anuar akan membuat pengantar. Aku akan menulis penutup antologi. Kini kami masih menunggu beberapa makalah lagi, termasuk soal blogger di Malaysia maupun masalah-masalah di Bangkok dan Patani. Antologi akan terbit dalam bahasa Inggris namun Badrus Sholeh dan aku akan mengusahakan versi Indonesia.
 

2 comments:

Ahmad Sahidah said...

Salam Mas Andreas,

Duh, sayang, saya nggak tahu. Kalau tahu, kami kan bisa menjamu Mas di rumah kami dekat kampus Universitas Sains Malaysia.

Sebagai makluman, saya baru 'ngepos' sebagai koresponden Luar Negeri Surabaya Post.

Salam hangat dari Penang.

andreasharsono said...

Terima kasih untuk undangannya. Saya harap saya bisa datang ke Penang lagi. Saya lumayan sering main ke Penang. Mungkin sudah empat atau lima kali dalam 10 tahun terakhir.