Saturday, September 22, 2007

Dari Fontana di Trevi ke Colloseo


Piazza Venezia: Pagar dari landmark terbesar di Roma, Vittoriano, mengenang Vittorio Emanuele II, yang menyatukan Itali.

Selama dua hari, Sapariah dan aku mengunjungi lebih dari selusin tempat penting di kota Roma. Kami mengikuti buku petunjuk Lonely Planet dengan jalan kaki. Lokasi-lokasinya relatif berdekatan sehingga lebih praktis jalan kaki.

Kami sendiri menginap di sebuah biara Katolik di daerah Trastevere. Antonia Soriente, teman kami di Nocera, menganjurkan kami menginap di biara Serve di Maria Addolorata di Via G. Corrandi 15. Disini biasa kamar biara disewakan. Tempatnya bersih. Ongkosnya berdua Euro 62 semalam. Tak ada sarapan pagi. Kamar mandi, AC, gorden, room service dan semuanya lengkap. Suster-susternya ramah. Salah satunya lagi belajar bahasa Indonesia. Dia akan bertugas di Ruteng, Pulau Flores. Kira-kira setara hotel bintang tiga. Cuma tak ada televisi. Kami juga harus pulang maksimal pukul 22:00. Maklum ini sebuah biara.


Tour dua hari ini kami mulai dari Fontana di Trevi, sebuah air mancur gaya baroque dibuat oleh Nicola Salvi pada 1732. Ia menggambarkan dewa laut Neptune menaiki chariot ditarik oleh kuda laut --satu buas, satunya jinak. "Fontana" artinya air terjun atau fountain. "Di Trevi" artinya juga "di Trevi."

Di kolam dengan air dingin ini ada kebiasaan pengunjung melempar koin. Mitosnya, kalau Anda melempar satu koin, Anda akan kembali lagi ke Roma. Kalau dua kali, Anda akan jatuh cinta pada orang Itali. Kalau tiga kali, Anda akan menikahi dia. Sapariah melempar uang Rp 500 sekali saja.

Aku tak percaya pada mitos ini. Lonely Planet melaporkan bahwa koin-koin itu dikumpulkan oleh seseorang. Dia bisa mengumpulkan uang hingga Euro 1,000 dalam semalam. Dan ini sudah dilakukan selama puluhan tahun. Polisi menangkap lelaki tersebut.

Lalu kami lanjutkan ke Palazzo Chigi, kantor Perdana Menteri Italia, lalu Palazzo Monteritorio, yang jadi gedung parlemen, serta Pantheon. Ada juga piazza Navona dengan air terjun yang indah. Kami juga menelusuri sebuah jalan kecil, yang penuh dengan toko antik, ristorante, pizzaria, toko seni, pakaian dan sebagainya.


Arti kata "pantheon" adalah pan (semua) dan theos (tuhan). Ia mulanya dibangun pada 27 SM oleh Marcus Agrippa untuk semua dewa-dewi Romawi. Pada 120, kuil ini mengalami perubahan atas permintaan Kaisar Hadrian, yang bentuknya kami lihat hari ini. Bangunannya besar sekali. Ini salah satu bangunan Romawi tertua yang bentuknya masih utuh.

Kaki Sapariah lemas ketika kami sudah keliling 10 tempat. Sapariah puasa dengan disiplin. Kami sering duduk istirahat. "Kalau nggak diselingi belanja nggak kuat," kata Sapariah. Suhu udara lebih dari 28 derajat Celsius. Semangat Sapariah bangkit lagi ketika kami mencapai Ponte Sant' Angelo. Ini sebuah jembatan untuk menyeberangi Sungai Tiber menuju Castel Sant' Angelo. Bentengnya dibangun Kaisar Hadrian pada tahun 136. Pada 1450, jembatan ini runtuh dan dibangun lagi, menggunakan hiasan dan patung yang lama.


Dari Castel Sant' Angelo kami berjalan lagi menuju Piazza San Pietro. Ini lapangan luas terletak depan Basilica San Pietro. Basilika ini mulanya dibangun oleh Kaisar Konstantin, penguasa Romawi pertama yang masuk Kristen, pada abad keempat. Konon jenazah Petrus, salah satu pengikutnya Yesus, atau Iesus atau Iesa, dibangun di basilika ini. Gereja ini dihiasi oleh karya-karya besar seniman macam Michelangelo, Bernini, Giacomo dan lainnya. Di tengah-tengah piazza ini diletakkan satu obeliks dari Mesir. Hari pertama kami berjalan delapan jam. Sapariah bilang ini macam "naik haji." Kaki lemas sekali!

Hari kedua, kami bertemu seorang wartawati harian Il Manifesto, Marina Forti. Dia beberapa kali meliput di Pulau Jawa dan Papua. Kami mengobrol dekat Villa Borgeze. Kami dikenalkan oleh Goenawan Mohamad. Dia cerita interviewnya dengan Goenawan pertama kali pada hari Soeharto mundur.

Hanya pertemuan sosial. Aku cerita soal buku aku baru selesai ditulis. Kini masih berunding dengan penerbit. Kami juga bicara tentang suatu kasus yang terkait antara pemerintah Indonesia dan suatu perusahaan Itali. Marina cerita soal pengalaman dia tinggal di Roma. Asalnya dari Milan. Kami juga jalan-jalan di sekitar piazza Navona.

Kami juga keliling Colloseo, tempat hiburan terkenal zaman Romawi, dimana gladiator sering bertempur melawan sesama gladiator atau binatang buas dari Asia dan Afrika, singa dan macan. Colloseo, atau Colloseum, diresmikan Kaisar Vespasian pada tahun 80. Anaknya, Titus, ketika ditahbiskan jadi kaisar, merayakannya dengan bikin pertunjukan 100 hari, siang dan malam, dimana 5,000 binatang buas dibantai.

Gereja yang paling mengesankan aku adalah Basilica di Santa Maria in Trastevere. Gereja kecil di daerah Trastevere, dekat penginapan kami, dimana Sapariah memilih berbuka puasa.

Dari luar kelihatan sederhana. Namun di dalam, ada lukisan dan ukiran di langit-langit basilika, dengan warna keemasan. Ini gereja tertua yang didedikasikan kepada Perawan Maria. Ia mulanya dibangun pada tahun 337. Pada 1138, menara gereja ditambahkan. Mozaik keemasan dibuat oleh Pietro Cavallini.

Kami mengakhiri tour dua hari ini dengan makan es krim dan pasta, yang lezat sekali di Ristorante Frontoni, di Trastevere. Sapariah makan es krim dua kali. Buka puasa dengan es krim besar, lezat dan dingin!

3 comments:

Ini wartawan poenja blog. said...

Iya rekomendasi: ice cream-nya enak banget bo! Pokoke kalo ke sana jangan lupa makan ice cream...hm...hm....

Anonymous said...

Waw...Daeng, gedungnya bagus. Kalo kupindahin ke Losari, JK protes gak ya ? secara gitu..rumahnya kalah mewah hehe....mmnyam...nyam..ice cream ??? enakan mana ama es Tong tong itu loh..es krim tradisional kita.

Anonymous said...

Cerita Italia, jadi ingat pembina asrama saya Br Cimes OFM Cap waktu di seminari Nyarumkop. Beliau kini berkarya di Kepausan di Roma ditugaskan oleh ordonya: Ordo Fratrum Minorum Capuccinorum (OFM Cap), sebagai sopir kepausan.

Br Cimes, gendut dan lembut. Ia orang Kecamatan Jangkang di Kabupaten Sanggau.

Jika pembina asrama lain membangunkan pukul 4 subuh dengan menyiram air beliau cukup menarik selimut. Ia sungguh sederhana dan miskin, alas kakinya cukup sendal merk Tatsing.

Dan...selamat atas jalan-jalannya Bang Andreas dan Mbak Arie. Bahagia selalu...

Salam