Saturday, October 28, 2006

Mosi Tak Percaya Djunaini KS

Kepada Yth
Bp H Zainal Muttaqin
CEO Jawa Pos Group
d.a Jalan Ahmad Yani No 88
Surabaya-Jatim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam sejahtera.

Berkenaan dengan hari baik bulan baik, Bulan Suci Ramadan 1427 Hijriyah, maka dengan ini kami karyawan-karyawati Harian Equator mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa kepada Bapak. Semoga amal ibadah kita semua selama menjalankan ibadah puasa itu diterima di sisi Allah Swt. Amin.

Berikut ini kami kirimkan satu berkas laporan Mosi Tidak Percaya kepada Pemred Harian Equator sekaligus Pimpinan Perusahaan/Dirut PT Kapuas Media Utama Press Sdr Djunaini KS. Demikian untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Pontianak, 5 Oktober 2006
Para Penandatangan
Karyawan-Karyawati Harian Equator

Tembusan disampaikan kepada Yth:
1. Bapak H Dahlan Iskan
2. Bapak H Untung Sukarti
3. Arsip



Mosi Tidak Percaya Kepada Pimpinan Redaksi Harian Equator
Pimpinan Perusahaan/Dirut PT Kapuas Media Utama Press Sdr Djunaini KS


Sangat disayangkan Harian Equator yang sudah melekat di hati masyarakat Kalbar sejak 1998 harus rusak gara-gara kepemimpinan yang tidak demokratis yang mencerminkan nilai-nilai dasar pers.

Harian Equator yang sudah tumbuh dan besar tidak diurus secara benar sehingga virus-virus negatif tumbuh besar. Perusahaan dijalankan di bawah kepentingan pribadi dibanding idealisme pers. Ibarat penyakit kanker, jika penyakit ini tidak segera diobati sejak dini secara cepat dan tepat maka akan berakibat fatal.

Kronologis I

1. Masalah kelistrikan menjadi masalah besar bagi Harian Equator. Selain sejumlah kerusakan komputer, juga molornya deadline. Mundurnya deadline adalah sesuatu yang sangat diharamkan untuk bisnis media. Sdr Djunaini KS agaknya sudah lupa dengan hal sakral tersebut.

2. Pimpinan Redaksi dan Pimpinan Perusahaan sekaligus Dirut, Sdr Djunaini KS sudah disarankan oleh para staf dengan cara-cara dialogis agar segera membeli genset agar faktor pemadaman listrik PLN bukan faktor pembatas dalam proses produksi. Sayang usul dan saran staf tidak diindahkan. Akibatnya hari demi hari komputer rusak dengan biaya maintenance (perawatan) jauh lebih besar.

3. Kepala Bagian Elektronic Data Processing (EDP) sudah menyarankan untuk pembelian UPS tapi dihardik dengan kata-kata menyinggung perasaan, “Kamu sejak menikah jadi banyak belanja barang elektronik!” Akibat kata-kata seperti itu tak lagi ada keberanian pengusulan oleh pihak EDP. Pimpinan juga tidak menyetujui pembelian UPS sehingga mempercepat kerusakan barang-barang elektronik kantor. Padahal UPS yang ada sudah uzur serta sudah lewat waktu untuk diganti. Pimpinan tidak bersikap rasionil.

4. Bukan hanya kerusakan alat elektronik, tapi setiap listrik padam sesuai jadwal atau di luar jadwal karyawan-karyawati menjadi tidak produktif karena hampir 100 persen pekerjaan di malam hari mengandalkan listrik. Begitupula telepon dan faximili kantor tak dapat digunakan. Akibatnya order iklan, masuknya pelanggan baru maupun segala sesuatu yang berkaitan dengan interaksi luar dalam kantor menjadi mati suri. Pernah 11 materi iklan gagal terbit gara-gara listrik tak diurus dengan benar.

5. Sdr Djunaini KS pun hampir tidak pernah masuk kantor di pagi sampai sore hari. Kantor tidak diurus. Karyawan ibarat anak ayam tak punya induk.

6. Gaya kepemimpinan yang tidak demokratis Sdr Djunaini KS juga merusak hubungan timbal balik yang positif yang diharapkan dalam suasana kerja produktif. Misalnya setiap ada pemadaman listrik bukan genset yang hendak dibeli sebagai ikhtiar cerdas perusahaan yang dewasa, tapi pimpinan mengajarkan menelepon pimpinan PLN untuk dimarahi. Tak urung kata-katanya kasar. Tak cukup menelepon langsung, juga mendidik redaktur berbuat demikian. Bahkan kepada putra kandungnya agar bersikap serupa.

7. Karyawan resah. Hubungan baik dengan pihak PLN bisa rusak. Padahal PLN pelanggan dan pengiklan yang baik. Sikap Djunaini KS sama sekali tak mencerminkan pemimpin media yang seyogyanya mengedepankan sikap intelektual.

8. Bagian redaksi sudah bekerja lebih awal sebagai antisipasi pemadaman listrik. Tapi listrik byar pet menyebabkan data-data rusak. Tanpa genset akhirnya wartawan mengetik di luar kantor.

9. Pernah terjadi jadwal deadline molor hingga pukul 03.30 akibat tidak ada genset. Karyawan mencari akal dengan menggabungkan UPS yang masih ada untuk menghidupkan 1 komputer pracetak dan printer. Masih tak cukup kuat, tak urung, karyawan meminjam genset tetangga di tengah malam buta demi koran agar terbit. Pimpinan tidak ada di tempat dan tidak mau ambil peduli. Pernah juga Equator terpaksa harus naik cetak pada pukul 04.30 gara-gara listrik. Djunaini KS yang datang kantor pada malam hari hanya bisa berkata, “Udahlah bantai-bantai saja. Tak perlu menata wajah bagus-bagus kalau telat.”

Kronologis II

1. 6-8 September Harian Equator belajar tatawajah dari Georgia Scott seorang pakar desain New York Times. Djunaini KS tidak menunjukkan respek yang baik. Menyapa instruktur pun tidak. Padahal pelatihan dilakukan di ruang kerja redaksi Harian Equator. Acara dibuka oleh Gubernur yang diwakili Ass III, Djunaini KS juga tidak hadir. Hal ini tidak mengedukasi karyawan dan karyawati Harian Equator. Apalagi ketidakhadiran tanpa alasan yang jelas.

2. Hasil pelatihan menunjukkan perubahan penataan yang lebih profesional di mana aspek-aspek teoritis jadi diketahui padahal sebelumnya hanya mengandalkan insting.

3. Kata-kata yang keluar dari bibir Djunaini KS yang tak dipikir sebelumnya telah menyinggung solidaritas bagian lay out untuk berkreativitas sesuai hasil pelatihan yang pernah diikuti. Kata-kata seperti “Bantai-bantai saja,” pada saat halaman ditata sama sekali tak mencerminkan sikap Pemimpin Redaksi dan Pemimpin Perusahaan yang baik.

4. Secara psikologis batin Kabag Pracetak drop hebat karena berhadapan dengan pemimpin seperti Djunaini KS. Dua hari Kabag Pracetak tidak masuk karena berpikir media yang dipimpin oleh figur seperti Djunaini KS tak lagi punya masa depan. “Apalagi yang hendak dicari bagian pracetak jika seni tata wajah sudah dipungkasi dengan sikap bantai-bantai saja?!”

5. Ketidakhadiran Kabag Pracetak berpengaruh berantai kepada situasi kerja keredaksian. Jumlah penata wajah yang hanya 6 orang untuk 20 halaman berkurang 1 yang paling vital, yakni penata wajah halaman utama koran 1 dan utama koran 2. Sulih tugas berakhir dengan hasil yang tidak sesuai performa Equator karena dikerjakan dengan terburu-buru akibat saratnya beban penata halaman. Deadline juga molor 30 menit dari pukul 01.00 WIB. Djunaini KS saat dilapori terkesan jika Kabag Pracetak mundur ya biarkan sajalah.

6. Karyawan-karyawati bertanya kepada Kabag Keuangan apakah cukup dana untuk membeli genset di tengah suasana membangun gedung karena masih banyak jadwal pemadaman listrik? Kabag Keuangan mengatakan untuk pembelian yang standar kebutuhan cukup. Tapi rapat bisnis yang mengurai masalah-masalah kantor tanpa dipimpin Djunaini KS justru dinilai Djunaini KS sebagai tindak provokasi.

7. Kabag Keuangan dinilai tidak etis memberitahukan debet-kredit keuangan dalam rangka maintenance, ketentuan kenaikan gaji, bonus, kepemilikan Equator antara Jawa Pos dan Pontianak Post. Kabag Keuangan terancam diganti karena dinilai induknya provokator.

8. Djunaini KS juga menilai Kabag Iklan tidak punya kreativitas dalam meningkatkan pendapatan iklan. Di satu sisi Djunaini KS memuja-muji putranya yang diangkat sebagai Kabag Even Organizer. Dengan usia yang baru tamat SMA ketika menggantikan Zainuddin (keluar gara-gara berseberangan sikap dengan Djunaini KS) pembayaran upahnya sudah melebihi pembayaran seorang redaktur yang memiliki masa kerja lebih tiga tahun. Putra Djunaini KS bekerja dengan surat penunjukan dari Djunaini KS.

9. Djunaini KS juga berkeinginan mendirikan anak perusahaan di bawah payung Equator padahal situasi sedang krisis. Bisnis inti Equator sedang terseok-seok. Sdr Djunaini KS mengutip pernyataan Pak Dahlan Iskan bahwa Beliau sudah setuju. Dalam hal ini karyawan ingin bertanya benarkah Pak Dahlan setuju ada perusahaan di dalam perusahaan yang fundamen bisnisnya saja belum kokoh? Dibenarkankah mendirikan perusahaan tanpa ada pembicaraan sebelumnya? Betulkah cara mendirikan perusahaan tanpa unsur pimpinan dilibatkan untuk mengetahui target, ruang gerak dan struktur permodalan? Struktur dan tanggung jawab perusahaan? Yang ditunjuk sebagai Dirut adalah putra Djunaini KS? Yang dalam aktivitas perusahaan itu mengintervensi Harian Equator?

Kronologis III

1. Rapat bisnis setiap hari Senin dan rapat produksi setiap hari Rabu adalah kreativitas middle manager untuk mengatasi masalah-masalah sedini mungkin tanpa pernah dihadiri Djunaini KS. Tak pernah juga ada petunjuk yang jelas darinya sebagai pimpinan. Cukup banyak masalah yang bisa diselesaikan, tapi berkenaan dengan keputusan strategis tetap butuh pimpinan, Djunaini KS. Sayang ia tak mengurusi Equator yang bersemangat tumbuh. Jika diurus, Equator bisa berkembang jauh lebih baik.

2. Situasi negatif berurat-berakar sejak masalah listrik, pembangunan gedung, overlap Even Organizer (EO) dan kontraktor serta intervensi redaksi dilakukan demi kemulusan proyek kontraktor (putra Djunaini KS). Intervensi itu didukung Djunaini KS dengan mengarahkan wartawan atau redaktur untuk memblack-list tokoh-tokoh tertentu. Termasuk Bupati Kabupaten Pontianak di mana putranya mengusulkan 6 proyek bernilai Rp 1 miliar. Di satu sisi tokoh LSM yang tak kredibel pun boleh digunakan sebagai narasumber. Harian Equator jadi gamang. Kepala Biro diperintah di luar garis kebijakan dewan redaksi. Idealisme pers digadaikan.

3. Hasil rapat bisnis pada Senin, 25 September merumuskan sembilan poin pokok untuk dibahas bersama Djunaini KS. Ke-9 poin itu meliputi:

a. Genset
b. SK karyawan
c. Gaji
d. Transparansi pembangunan gedung
e. Anak perusahaan
f. Sistem dan manajemen
g. Karakter pimpinan
h. Kontrak kerja
i. Komputer (pengadaan)

4. Poin tersebut disampaikan kepada Sdr Djunaini KS secara gentlement-dialogis. Djunaini KS menerima laporan secara terbatas di ruang kerjanya pukul 21.30-23.00 WIB setelah sebelumnya sempat mencak-mencak. Orang tertentu dituduh sebagai provokator. Karyawan tetap kesatria sehingga semua dibahas kecuali menyisakan poin c. “Ada waktu khusus untuk menjawab masalah tersebut,” ujarnya.

5. Poin a diterima dengan pembelian genset. Pesan pagi, sore dipasang. Besok genset sudah operasional. Pada saat jadwal pemadaman malam situasi kerja tidak terganggu. Jika saja keputusan membeli genset ini dilakukan sejak awal, banyak kerugian bisa ditekan. Poin lain yang dibahas hasilnya masih mengambang.

6. Dengan adanya genset situasi kerja mulai membaik, namun Sdr Djunaini KS seperti balas dendam dengan menjatuhkan “air muka” staf di depan yang lain. Mulai dari kritik wacana pemindahan Pelabuhan Pontianak dengan komentar, “Ketua DPRD Kota, Gusti Hersan tidak perlu dimuat lagi. Dia ....(maaf, tak patut untuk dituliskan).” Komentar yang tak sepatutnya dilontarkan oleh sosok pemimpin redaksi. Black list tokoh untuk kepentingan sesaat Sdr Djunaini KS semakin bertambah panjang. Berikut tokoh-tokoh yang diminta diblacklist:

a. Rousdy Said, SH, MS → Pakar hukum
b. Drs Cornelis, MH → Bupati Kab Landak
c. H Uray Faisal hamid → DPR RI/DPW PPP Kalbar
d. HM Akil Mochtar, SH, MH → Calon Gubernur, DPR RI
e. Drs AR Muzammil, M.Si → Tim Sukses Akil Mochtar
f. H Gusti Hersan Asli Rosa, SE → Ketua DPRD Kota
g. Drs H Agus Salim, MM → Bupati Kab Pontianak
h. Cecep Priyatna, SH → Advokat
i. Lie Kie Leng / Lindra Lie → Ketua Yayasan Bhakti Suci
j. Adhie Rumbee → Ketua Majelis Adat Budaya Tionghoa (MABT) KB
k. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalbar → Kontra sawit
l. Aliansi Masyarakat Adat (AMA) Kalbar → Dinilai kontra sawit
m. Drs Amran → Ketua PSI dinilai menghambat proyek Equator (Proyek apa?)

Kronologis IV

1. Senin, 2 Oktober 2006 Rapat Rutin Dewan Redaksi membahas standar liputan lapangan, evaluasi penulisan tajuk rencana, evaluasi program Ramadan dan sosialisasi hasil rapat bersama Djunaini KS soal 9 poin masukan karyawan setelah Rapat Bisnis. Disepakati rapat pada Sabtu 7 Oktober untuk menyiapkan draft serta system manajemen sebagai bahan pembahasan bersama Djunaini KS. Semangat kerja redaksi masih full untuk memberikan yang terbaik bagi Harian Equator. Berhadapan dengan karakter pimpinan seperti Djunaini KS ibarat paku, jika tidak diketuk tak akan masuk. Jadi, planning disusun dari bawah.

2. Pukul 15.30 dalam perjalanan pulang dari liputan Gas Metan Rawa serta Ikan Salamander di Nipah Kuning, Redpel ditelepon dengan pernyataan Redpel bekerja tidak selektif, tidak patuh pada titah dan perintah pimpinan (Djunaini KS) bahwa HM Akil Mochtar, SH, MH diblack-list di Harian Equator tetap dilanggar. Terbukti dengan tulisan yang ditulis redaktur Harian Equator, Dr Yusriadi. (Tulisan dilampirkan). Redpel meloloskan naskah itu karena memang kebijakan redaksional menempatkan masing-masing kandidat secara proporsional, jadi bukan kepentingan orang tertentu di Harian Equator. Dalam program keredaksian selain proporsional, juga menganut azas “news value” serta syarat-syarat sebuah story layak halaman 1. Naskah itu bisa dicek syarat maupun kerukunannya. Adakah dia layak disebut naskah Tim Sukses Akil Mochtar? Naifnya, Sdr Djunaini KS juga memblack-list Drs AR Muzammil, M.Si sosok tim sukses Akil Mochtar. Merembet-rembet.

3. Dr Yusriadi dalam rapat redaksi menyatakan dia bukan Tim Sukses Akil Mochtar bahkan bertemu pun tidak sering, kecuali hanya sekali berjabat tangan, namun Sdr Djunaini KS sewenang-wenang memfitnah Yusriadi dan menyatakan jika dia hendak keluar lebih baik keluar saja dari Harian Equator. Hal ini sangat tidak layak dilakukan pimpinan, apalagi Yusriadi adalah wartawan paling senior di Harian Equator. Jika kepada pegawainya pimpinan tak melindungi apalagi yang jauh lebih muda, yang jauh dari S3? Sebaliknya dalam hal SDM untuk melahirkan doktor linguistik apakah Equator cukup punya dana?

4. Penistaan pada karya jurnalistik seperti dilakukan Sdr Djunaini KS tanpa dasar news value dan sikap memblack-list cagub tertentu adalah pemasungan kerja, kreativitas, dan kebebasan berpikir maupun berpendapat. Dengan kata lain idealisme pers sebagai “watch dog” telah digadaikan demi kepentingan pribadi yang subjektif. Hal ini sudah melanggar fungsi pers yang informatif dan edukatif.

5. Pada malam hari Senin, 2 Oktober masuklah empat naskah dari wartawan yang ikut kunjungan lapangan bersama Akil Mochtar di Ketapang, saat diedit redaktur Sdr Djunaini KS langsung intervensi dengan langsung memblock berita tersebut untuk tidak keluar. Pesan koran 400 eks pun gagal. Padahal program redaksi sudah disepakati bersama bagian pemasaran dan iklan terkait program Pilgub 2007. “Kalau bayar 10 juta saya masih mampu,” kata Djunaini KS. Hal tersebut benar-benar kontra-produktif seperti program kerja yang dicanangkan sebelumnya atas kesepakatan bersama lewat Rapat Dewan Redaksi. Padahal Djunaini KS pernah berkata sebelumnya, “Saya bukanlah dewa. Keputusan yang dijalankan di Equator adalah hasil rapat bukan dari orang perorang.” Ternyata Djunaini KS melanggar amanatnya sendiri. Dia telah jauh berubah.

Kronologis V

1. Kamis (5 Oktober 2006) pukul 00:30, Sdr Djunaini KS tiba di kantor redaksi untuk kali kedua pada hari itu. Ia tiba-tiba mengatakan agar segera mengembalikan Stevanus Akim yang sudah ditarik ke kantor pusat di Pontianak ke Biro Kabupaten Pontianak. Ia beralasan, tersinggung. Karena pemindahan itu dianggapnya bertendensi politis terkait Sdr Ahmadi sebagai Ketua DPW PPP Kalbar yang juga anggota DPRD Kabupaten Pontianak. Padahal, penempatan Sdr Akim di kantor pusat sudah melalui rapat dewan redaksi untuk menunjang kesuksesan program Suksesi Pilgub 2007.

2. Sdr Djunaini KS menyatakan, kepala biro apabila ditarik ke kantor pusat semestinya langsung menjadi redaktur. Padahal belum ada ketentuan dari perusahaan menyangkut soal itu. Maka alasan ini sangat mengada-ada. Banyak contoh kepala biro ditarik ke kantor pusat tapi bukan untuk jadi redaktur.

3. Penempatan Sdr Akim kembali ke Kabupaten Pontianak tak lebih dari kebutuhan putra Sdr Djunaini KS untuk melakukan lobi proyek dan atau mempresure Bupati Kabupaten Pontianak. Hal itu hanyalah semata untuk kepentingan pribadi atas nama Harian Equator.

Berdasarkan kronologis I s.d V di atas kami menyatakan secara tegas bahwa:

1. Independensi pers Harian Equator dipasung oleh Sdr Djunaini KS untuk kepentingan pribadi Djunaini KS serta kroni-kroninya.

2. Djunaini KS tidak menjalankan fungsi manajemen.

3. Karyawan didoktrin tidak boleh memiliki loyalitas ganda tapi Sdr Djunaini KS melakukannya.

4. Anak perusahaan yang dipimpin putra-putra Djunaini KS mengintervensi iklan, pemasaran, keuangan dan redaksi Harian Equator diback-up Djunaini KS.

5. Akibat intervensi dan tingginya kepentingan pribadi dibanding idealisme pers dan bisnis pers, perusahaan menjadi stagnan dan penjualan cenderung terus turun.

6. Sdr Djunaini KS telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan seperti menampar pipi dan pelecehan dengan kata-kata dalam bekerja.

7. Sdr Djunaini KS menyatakan tidak setuju terhadap program redaksi untuk laporan Pilkada 2007 yang diorientasikan bagi pertumbuhan dan perkembangan Harian Equator.

Kami (32 tanda tangan terlampir) merekomendasikan kepada unsur pimpinan dalam lingkup Jawa Pos Group agar melepaskan jabatan Sdr Djunaini KS sebagai Pemimpin Redaksi dan Pemimpin Perusahaan sekaligus Dirut PT Kapuas Media Utama Press sesegera mungkin. Jika hal tersebut tidak diindahkan hingga Selasa, 7 November 2006 maka kami akan melakukan mogok kerja, dan atau langkah lain jika dipandang perlu.


Ditetapkan di Harian Equator
Pontianak, 5 Oktober 2006

No comments: