Friday, March 04, 2022

Protes di Jakarta soal Penyerangan Ukraina oleh Federasi Rusia

Milk Tea Alliance protes pernyerbuan Ukraina depan 
Kedutaan Besar Rusia di Jakarta sore ini.

Orasi oleh Andreas Harsono

Selamat sore. Sebuah kehormatan bisa bersama saudari-saudara dari Milk Tea Alliance, berada depan Kedutaan Rusia di Jakarta, guna protes penyerbuan Federasi Rusia terhadap Ukraina. 

Penyerbuan Rusia terhadap Ukraina adalah pelanggaran terhadap sebuah negara berdaulat. Ia tercermin dari resolusi anggota-anggota Perserikatan Bangsa-bangsa: 141 negara minta Rusia segera mundur; 35 negara abstain –termasuk Afrika Selatan; India, Tiongkok—serta hanya lima negara setuju penyerbuan, termasuk Belarus, Eritrea, Korea Utara, Suriah, dan Rusia sendiri. 

Penyerbuan Ukraina juga langgar Budapest Memorandum on Security Assurances pada 1994. Memorandum tersebut menjamin keamanan wilayah Belarus, Kazakhstan, dan Ukraine, ketika mereka bersedia menyerahkan senjata-senjata nuklir mereka. Ia diteken oleh tiga negara superpower: Amerika Serikat; Britania; dan Rusia. 

Saya juga mengutuk pelanggaran hukum humaniter internasional akibat penyerangan Rusia terhadap Ukraina, termasuk pelanggaran berat dan sistematis terhadap berbagai macam gedung sipil --apartemen, sekolah, rumah sakit-- dan warga sipil di Ukraina. 

Saya minta pemerintah Indonesia, lewat UN Human Rights Council di Geneva, membentuk komisi penyelidikan untuk menyelidiki semua dugaan pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum humaniter internasional, dan kejahatan terkait, dalam penyerangan Federasi Rusia terhadap Ukraina, serta menetapkan fakta, keadaan, dan akar masalah dari setiap pelanggaran tersebut. 

Keputusan Presiden Vladimir Putin buat berbohong --ketika mulai mengirim lebih dari 100,000 pasukan Rusia ke perbatasan Ukraina sejak Januari 2022—lantas menyerbu pada 24 Februari, tak terlepas dari berbagai penindasan terhadap kebebasan berpendapat, berserikat serta kebebasan pers di Rusia dalam satu dekade terakhir.  

Kami hormat terhadap berbagai wartawan dan blogger Rusia yang berani melawan sensor rezim Putin di Rusia. Mereka tetap pakai istilah “perang” daripada “operasi militer khusus.” Vladimir Putih pakai eufemisme guna mengecoh masyarakat di Rusia. Putin bilang tujuan penyerbuan adalah “de-Nazi-fisikasi” dari Ukraina. Tak ada bukti bahwa pemerintahan Ukraina tak lakukan pemilihan umum bebas serta meredam kebebasan. 

Sebaliknya, Kementerian Pendidikan Rusia meluncurkan program khusus untuk memastikan bahwa sekolah-sekolah di Rusia bikin anak-anak menganggap bahwa perang di Ukraina bukan “perang.”

Walau kebebasan berpendapat dilarang, namun ribuan orang Rusia berdemonstrasi menentang perang. Tokoh masyarakat, wartawan, seniman, dan puluhan ribu anak muda bicara menentang perang di Ukraina. Sekitar 7,000 orang dari 13 kota seluruh Rusia ditahan polisi. Radio Echo dan TV Rain di Moscow ditutup. Novaya Gazeta, suratkabar independen di Moscow, juga dapat ancaman guna memakai bahasa yang kabur yang dipakai Putin. Ia juga bisa dibredel. 

Kami berada disini buat angkat suara. Mungkin suara kita kecil. Jumlah wartawan lebih banyak dari demonstran. Mungkin kami takkan cukup membuat para diplomat Rusia mengirim pesan ke Moscow. Tapi hidup kita terbuat dari orang-orang yang tidak membisu. Kita mengirim pesan yang jelas: hentikan serbuan terhadap Ukraina dan selidiki Vladimir Putin. 

Andreas Harsono

No comments: