Monday, January 11, 2010

Jalan ke Museum New York


Selama seminggu aku berkunjung ke New York, ikut retreat Human Rights Watch, sebuah organisasi riset hak asasi manusia, serta mengunjungi museum, belanja buku dan ikut diskusi-diskusi menarik. Aku diajak Human Rights Watch untuk jadi konsultan mereka sejak 2008. Kerjanya, memberi masukan berbagai isu pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia namun juga mengurus berbagai keperluan peneliti mereka bila hendak riset, bertemu orang atau bikin seminar di Jakarta.

Tak dinyana mereka mengundang aku ikut retreat. Lumayan. Belajar banyak. Mulai dari soal hukum perang, international humanitarian law, hingga berbagai keadaan darurat, termasuk Srilanka maupun Mindanao. Cara kerja organisasi ini rapi sekali. Mereka punya karyawan 250an orang dari berbagai kantor di Eropa, Timur Tengah, Afrika, Asia dan Amerika. Cara mereka bikin diskusi juga bernas. Format kecil, di ruang tamu, informal dan banyak tanya jawab. Aku juga kagum lihat keragaman peneliti mereka, dari orang Lahore hingga Mumbay, dari Tokyo hingga Phnom Penh. Entah berapa dialek bahasa Inggris yang simpang siur dalam retreat Human Rights Watch.

Di New York, pasangan suami-isteri Coen Husain Pontoh dan Safitri Mohan mengajak aku jalan dan diskusi. Mereka kawan lama dari Jakarta. Kami pergi ke Universitas Columbia. Aku juga mengunjungi The City University of New York, tempat Pontoh studi teori ilmu politik.

Fitri mengajak aku jalan ke America Museum of Natural History. Ini museum terkenal karena dijadikan tempat pengambilan film komedi Night at the Museum. Shooting hanya dilakukan khusus bagian luar dan lorong-lorong museum. Ia terletak di Central Park West pada 79th Street. Depan pintu masuk ada patung Theodore Roosevelt. Isinya, luar biasa. Dari meteor luar Bumi hingga fosil macam-macam dinosaurus.

Ia didirikan pada 1869 karena kegigihan Dr. Albert S. Bickmore, seorang zoologist dari Universitas Harvard. Dia mendekati berbagai macam sponsor dan pemerintah New York guna mendirikan museum soal ilmu alam. Sehari tak cukup untuk melihat semua ruang pamer museum ini. Kami juga berhemat karena ada ruang pamer yang harus bayar ekstra.

Fitri dan aku mengobrol soal perkembangan mahluk macam dinosaurus. Umurnya jutaan tahun silam. Kerangka mereka ditemukan dan direka ulang bentuk fisik. Aku bilang pada Fitri, "Kalau Muhammad Yamin lihat pameran ini pada 1928, dia bisa bilang, 'Bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman dinosaurus!'" Kami tertawa terbahak-bahak. Seharian kami sakit perut membicarakan Yamin.

Yamin kan terkenal kacau!

Pada 1951, Yamin menerbitkan buku 6000 tahun Sang Merah-Putih yang diterangkan sebagai "hasil-penjelidikan sedjarah" warna merah-putih sebagai "warna bangsa Indonesia."

Kami juga mengamati proses pembentukan sebuah kawah di Bulan. Batu-batuan diperiksa. Museum ini memamerkan proses penelitian dimana diambil kesimpulan umur kawah tersebut 2.4 milyar tahun.

Aku beli sebuah tabel unsur kimia karya Dmitri Ivanovich Mendeleev (1834-1907) untuk anakku Norman. Selain berat masing-masing atom, tabel ini berisi nama-nama semua ilmuwan yang menemukan setiap atom: hidrogen, helium, oksigen dsb. Dalam meteor-meteor teryata belum ditemukan unsur baru.

Aku tanya, "Fitri, dimana ya letaknya agama 2.4 milyar tahun yang lalu?"

Fitri tertawa. Agama-agama sekarang, biasa disebut organized religion, kan paling tua umurnya hanya sekitar 2,000-3,000 tahun. Hindu adalah the oldest living religion. Lainnya, jauh lebih muda, termasuk Yehudaisme, Kristen dan Islam. Dan tentu saja, tak ada yang bisa menjawab agama 2.4 milyar tahun lalu? Jangan-jangan manusia juga belum ada?

Kami hanya cekikikan menikmati pameran soal alam ini.

Selingan menarik dari diskusi-diskusi berat dalam retreat.

1 comment:

David Khoirul said...

Cerita yang sangat seru, Mas Andrea. Aku sangat iri. Aku berkali-kali bermimpi tentang Amerika tapi tak sekalipun pernah kesana. Mungkinkah suatau hari?