Sunday, June 17, 2007

HH dan Gerakan Syahwat Merdeka

Oleh Taufiq Ismail
Jawa Pos

"Para penulis berpaham neo-liberalisme merupakan bagian dari Gerakan Syahwat Merdeka, yang mendapat angin sejak masa reformasi 1997 di Indonesia."


DI Jawa Pos, Ahad (6/5/2007) Hudan Hidayat (HH) menulis artikel "Sastra yang Hendak Menjauh dari Tuhannya". Susah saya memahami tulisan itu. Jalan pikirannya melompat-lompat dengan alur logika yang ruwet. Cerpenis ini tidak setuju dengan isi pidato kebudayaan Taufiq Ismail, "Budaya Malu Dikikis Habis Gerakan Syahwat Merdeka" pada 20 Desember 2006. HH menyebut saya menafsir Serat Centhini dan mengutip Nick Carter. Padahal sama sekali saya tak menyebut keduanya. Dalam pidato itu saya menyebutkan tentang kecenderungan penulis fiksi akhir-akhir ini yang suka mencabul-cabulkan karya.

Daripada merespons tulisan yang susah dibaca itu, ada serangkaian rencana kegiatan menarik yang saya sarankan dilaksanakan HH sebagai seorang penulis fiksi. Rangkaian kegiatan ini merupakan suatu bentuk sosialisasi karya ke masyarakat, terdiri dari empat tahap. Tujuannya adalah untuk memperjelas posisi sebagai penganut paham neo-liberalisme dari HH dan kawan-kawannya. Para penulis berpaham neo-liberalisme ini bagian dari Gerakan Syahwat Merdeka, yang mendapat angin sejak masa reformasi 1997 di Indonesia.

Perlu dijelaskan bahwa tentulah pelaku kegiatan ini langsung penulisnya, berhadapan dengan masyarakat. Penulis yang saya maksud terdapat di dalam naskah pidato 20/12/06. Mereka kelompok pengarang SMS (Sastra Mazhab Selangkang), yaitu sastrawan (atau setengah sastrawan) yang asyik dengan masalah selangkang dan sekitarnya. Kelompok SMS ini, yang berkembang subur sejak 1997, lebih tepat disebut sebagai kelompok penulis Fiksi Alat Kelamin (FAK), karena mereka gemar dan asyik menulis mengenai alat kelamin dan fungsinya di dalam karya cerpen dan novel mereka. Alat kelamin laki-laki dan perempuan dikisahkan dengan detil cara bekerjanya, yang berserakan di dalam karangan mereka. Dengan jalan pikiran serupa dan jumlah aktivis lebih dari lima orang, dapatlah mereka menyebut diri sebagai sebuah angkatan penulis.

Tahap pertama, sosialisasi awal adalah penulis Angkatan FAK mengumpulkan keluarga terdekat mereka, yaitu suami atau istri, anak-anak, ayah kandung, ibu kandung, mertua lelaki, mertua perempuan, ipar, keponakan, sepupu dan pembantu rumah tangga di ruang tamu. Lalu dia membacakan karyanya di depan seluruh keluarga. Karya yang dibaca tentulah yang paling banyak menyebut alat kelamin. Lalu catatlah bagaimana reaksi keluarga terdekat ini. Lakukan evaluasi.

Tahap kedua, sosialisasi berikutnya dilakukan di lingkungan RT-RW, dengan tetangga dekat, sekitar 5-10 rumah, 20-30 orang. Lakukan berbarengan dengan arisan atau acara ulang tahun. Undang Pak Camat. Supaya ada variasi gaya, dua penulis Angkatan FAK membacakan karya mereka. Untuk pengeras suara pakai alat karaoke. Yang ideal dua penulis FAK ini satu laki-laki, satu perempuan, sehingga dalam dramatic reading bisa melakukan simulasi. Catatlah bagaimana reaksi para tetangga itu. Lakukan penilaian.

Tahap ketiga, sosialisasi dengan mengambil tempat di sekolah atau di kantor. Supaya relevan, sebaiknya dikaitkan dengan suatu hari penting seperti Hari Pendidikan Nasional atau sebagai selingan hiburan acara halal bihalal atau perayaan Natal. Tamu utama adalah guru (SMP atau SMA) dan teman sekantor. Undang juga kawankawan lama alumni SMA atau universitas. Hadirin 40-50 orang. Sediakan ilustrasi musik. Yang membaca karya 6 penulis FAK, dan usahakan agar berimbang 3 jantan 3 betina (agak susah karena penulis FAK terbanyak perempuan). Kalau bisa, bagus, karena bisa demonstrasi orgy. Luangkan waktu untuk acara tanya jawab. Catat pula bagaimana reaksi guru-guru sekolah atau rekan kerja sekantor itu. Bikin evaluasi.

Tahap berikutnya berbentuk sosialisasi besar-besaran, yang lebih merupakan unjuk kekuatan agar penulis neo-liberal tidak diremehkan secara nasional. HH dkk. sebagai komponen Gerakan Syahwat Merdeka tidak akan sukar mendapat penyandang dana untuk kegiatan ini. Paling mudah, mintalah sponsor perusahaan penyebar penyakit akibat nikotin.

Tahap keempat, undanglah seluruh komponen Gerakan Syahwat Merdeka berkumpul melakukan show of force seminggu di ibu kota. Komponen itu terdiri dari pembajak-pengedar VCDDVD porno, redaktur majalah cabul, bandar-pengguna narkoba, produsen distributor-pengguna alkohol, penulis pengguna situs seks di internet, germo pelaku prostitusi, dokter spesialis penyakit kelamin, dokter aborsi, dan dokter psikiatri. Bikin macam-macam acara sosialisasi. Penulis FAK beramai-ramailah baca karya di depan publik dengan peragaannya. Mintakan pelopor penulis Angkatan FAK Ayu Utami dan Djenar Mahesa Ayu tampil lebih dahulu baca cerpen. Lalu adakan promosi buku kumpulan cerpen dan novel FAK dengan diskon 40 persen. Catatlah bagaimana reaksi publik. Tarik kesimpulan.

Dalam evaluasi terakhir sehabis tahap keempat, tim dokter psikiatri akan menentukan diagnosis terhadap para pasien penulis Angkatan FAK, sampai seberapa parah sindrom patologis kejiwaan mereka. Terutama dalam kasus klinis nymphomania, overproduksi kelenjar hormon kelamin dan obsesi genito-philia, yaitu cinta berlebihan pada alat kelamin, termasuk adiksi pada onani-masturbasi. (*)


Taufiq Ismail, penyair Angkatan 66

1 comment:

Anonymous said...

Pada acara Hari Koperasi ke 60 di Badung, Bali, SBY bertutur: “Tidak ada tempat untuk sistem perekonomian yang berbasis kapitalisme dan neoliberalisme di Indonesia. Kedua ideologi ekonomi itu sama sekali tak mampu menjamin kemakmuran bagi seluruh rakyat. … Ideologi berbasis kapitalisme dan neoliberalisme tidak mencerminkan dan tidak sesuai dengan keadilan sosial terhadap rakyat Indonesia, termasuk bagi antarwarga bangsa. Maka, segala ideologi dari luar yang tidak memberi manfaat dan keadilan bagi rakyat harus ditentang dan dicegah masuk ke Indonesia.”

Saya jadi bingung: jangan-jangan, baik Taufiq Ismail atau SBY sementara kebingungan menggunakan kata "neo-liberalisme" dengan baik dan benar.