Wednesday, February 12, 2003

Majalah Pantau Berhenti Terbit


Majalah Pantau, sebuah majalah pertama di Indonesia yang pertama menggunakan "jurnalisme sastrawi" dalam metode penulisannya berhenti terbit.


SIARAN PERS
Institut Studi Arus Informasi
Jalan Utan Kayu 68-H Jakarta 13120
Informasi lebih lanjut: Andreas Harsono 0816-1609929

JAKARTA (11 Februari 2003) -- Direksi Institut Studi Arus Informasi mengumumkan Selasa pagi ini bahwa majalah bulanan tentang media dan jurnalisme Pantau dihentikan penerbitannya karena kesulitan keuangan walau ia akan tetap melakukan kegiatan pemantauan media lewat metode dan medium berbeda.

Direktur Utama ISAI Goenawan Mohamad mengatakan bahwa struktur pembiayaan majalah Pantau --dengan liputan-liputan yang panjang, honor relatif tinggi, foto/lukisan artistik, biaya liputan, sementara permintaan pasar tipis dan pemasukan iklan sedikit-- mendorong manajemen ISAI untuk menutup majalah ini setelah ia beroperasi selama dua tahun. "Saya berat sekali. Majalah ini majalah yang bagus dan belum ada di Indonesia. Tapi majalah yang bagus khan butuh uang? Di Amerika, majalah seperti ini juga tidak hidup dari perdagangan, harus disubsidi dan itu yang kita tak punya," kata Goenawan.

Goenawan juga minta maaf kepada para pelanggan, pemasang iklan, sponsor, dan relasi lain, yang selama ini sudah banyak membantu majalah Pantau, "Kami akan segera menyelesaikan urusan utang dan piutang. Kami tentu akan mengembalikan sisa uang langganan maupun sisa kontrak iklan." Karyawan Pantau akan disalurkan ke beberapa unit kerja lain di lingkungan Komunitas Utan Kayu yang terdiri dari ISAI, radio 68-H, Jaringan Islam Liberal, Teater Utan Kayu, jurnal kebudayaan Kalam, toko buku Kalam, Galeri Lontar, serta beberapa unit lainnya. Goenawan mengatakan upaya pemantauan media akan tetap dilakukan redaksi Pantau lewat metode dan medium berbeda.

"Pantau dalam skala lebih kecil akan diterbitkan kembali sebagai newsletter setiap tiga bulan. Kami masih membicarakan disainnya," kata Goenawan. Proyek pemantauan media ini kemungkinan akan memanfaatkan situs web www.pantau.or.id dan bekerja sama dengan media lain (termasuk televisi dan radio) untuk menyebarkan hasil kajian dan reportase redaksi Pantau. Proyek ini juga akan menerbitkan buku dan studi kasus tentang media dan jurnalisme Indonesia serta mengadakan fora di mana isu-isu media didiskusikan.

Majalah Pantau mula-mula diterbitkan sebagai "newsletter" pada pertengahan 1999. Tujuannya untuk memantau televisi- televisi Indonesia dalam meliput pemilihan umum pasca-Orde Baru yang pertama kali pada 1999 itu. Sesudah pemilihan umum, Pantau diubah jadi majalah pemantauan media, dengan penekanan pada suratkabar dan analisis isi.

Pada Maret 2001 formatnya diubah jadi bulanan dengan bantuan dana dari The Ford Foundation dan Partnership for Governance Reform in Indonesia. Bulanan Pantau ini terbit dengan laporan-laporan panjang tentang suratkabar, televisi, film, radio, musik, dotcom, maupun jurnalisme Indonesia.

Namun Pantau juga dikenal karena beberapa eksperimennya dengan reportase panjang --tanpa "sidebar" maupun tanya jawab. Dia juga memperkenalkan keberadaan seorang ombudsman untuk menerima keluhan dan kritik terhadap Pantau serta memeriksa dan menilai liputan-liputan majalah ini. Ombudsman Pantau selama ini dijabat oleh M. Said Budairy.

Pantau edisi terakhir Februari 2003 menurunkan laporan sepanjang 25 halaman tentang kehidupan tentara-tentara Indonesia di Aceh. "Kejarlah Daku Kau Kusekolahkan" dikerjakan Alfian Hamzah, seorang wartawan muda asal Kendari, yang tinggal selama dua bulan penuh bersama sebuah bataliyon Indonesia di daerah Aceh Barat. Pantau juga dikenal karena mencoba memakai elemen-elemen dari genre jurnalisme sastrawi dalam beberapa liputannya.

"Saya mengucapkan terimakasih kepada para kontributor Pantau, yang selama ini menjadikan Pantau sebagai tempat yang penuh eksplorasi berbagai model liputan dan gaya penulisan. Sayang ini tak bisa bertahan lama tapi saya akan senantiasa mengenang pengalaman bersama mereka," kata redaktur pelaksana Pantau Andreas Harsono.

Pantau mengandalkan kontributor freelance untuk mengerjakan hampir 70 persen isi majalah –dari laporan hingga kartun dan foto. Pantau memiliki sekitar 140 kontributor, dari Banda Aceh hingga Jayapura. Goenawan mengatakan sebagian anggota redaksi dan pemasaran Pantau akan dipindahkan ke sebuah majalah baru yang akan diterbitkan dari Utan Kayu. Beberapa proyek Pantau lainnya, termasuk penterjemahan buku "The Elements of Journalism" karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel serta kursus jurnalisme sastrawi pada Mei-Juni 2003 akan berjalan sebagaimana rencana.

Direksi ISAI terdiri dari Goenawan dan Harsono serta lima direktur lainnya termasuk Bimo Nugroho, Santoso, Ulil Abshar-Abdalla, Yosep Adi Prasetyo, dan Zulkifly Lubis.

No comments: