Ketika belajar sebagai Nieman Fellow untuk Jurnalisme di Universitas Harvard awal abad XXI, saya sering dapat bacaan soal media di New York dan sebagainya. Temanya, macam-macam, dari dinamika ruang redaksi --The New York Times soal liputan Pentagon Paper atau Washington Post soal Watergate-- sampai kartun-kartun yang cerdas dari majalah The New Yorker.
Sebagai wartawan suratkabar, saya praktis saya melahap semua buku bermutu soal berbagai suratkabar terkemuka di Amerika Serikat. Salah satu majalah yang menarik perhatian saya adalah The New Yorker, mingguan dari New York, terbit sejak tahun 1925.
Dari berbagai buku ini, saya jadi belajar soal disain suratkabar, bagaimana mereka memilih font, kenapa latar harus putih --kecuali Financial Times dengan warna salmon--, riset soal keterbacaan berita, disain halaman tak boleh berupa "padang pasir" yang berisi hanya huruf sehingga ada kartun di halaman-halaman The New Yorker.
![]() |
Rata kanan dari Yayasan Cahaya Guru. |
No comments:
Post a Comment