Saturday, January 04, 2020

PEN Malaysia


Saya bertemu dengan Bernice Chauly, direktur Kuala Lumpur Writers Workshop, di Hotel Alila Bangsar. Bernice bulan lalu dipilih sebagai presiden PEN Malaysia sekaligus satu dari enam orang pengurus PEN Malaysia. 

PEN Malaysia adalah anggota jaringan PEN International. Ini salah satu organisasi hak asasi manusia tertua di dunia, berdiri pada 1921 di London. PEN singkatan dari poet (penyair), playwright (penulis sandiwara), editor, esais dan novelis. Tujuannya, menggalang perkawanan di kalangan penulis serta menjalin kerja sama intelektual, termasuk kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. 

Bernice bilang dia berusaha mendirikan PEN Malaysia selama 11 tahun. Ia baru berhasil sekitar dua tahun lalu sesudah menulis lebih dari 300 email dengan PEN International, bikin anggaran dasar (revisi sampai enam kali) serta mendapatkan total 20 orang dari Penang dan Kuala Lumpur buat jadi pendiri. 

Iuran tahunan 150 ringgit per anggota. Pengurus yang enam orang itulah yang berhak merekomendasikan seorang penulis menjadi anggota PEN Malaysia. 

Bernice bilang solidaritas di kalangan PEN di puluhan negara di dunia sehat sekali. Ia akan membantu para penulis buat mendapatkan pembelaan bila ditangkap atau diadili. Di Malaysia, mereka bantu kartunis Zunar serta dua penulis yang mengalami kriminalisasi karena karya mereka. 

Kini mereka sedang usaha agar bisa terdaftar sebagai organisasi nirlaba di Malaysia sehingga mereka bisa buka rekening bank. 

Jakarta pernah punya PEN Indonesia yang berdiri pada 1951. Namun ia dinyatakan tak aktif pada pertemuan international di Rheims, Perancis, 1963. Ia dihidupkan lagi dalam pertemuan di Lyons 1981 namun dinyatakan “dormant” di Dakar 2007 dan resmi ditutup pada 2008 saat kongress PEN International di Bogotá.

No comments: