Friday, October 03, 2014

Ibu dari Perancis, Anaknya di Papua


Saya sedang lihat Konser Svara Bumi di Jakarta, ketika Martine Bourrat menelepon dan memperkenalkan diri. Sambungan telepon jelek. Dia ibu Valentine Bourrat. Saya menemui dia di Hotel Kosenda di Jakarta.

MARTINE Bourrat, seorang notaris dari Paris, datang ke Jakarta guna minta bantuan siapa pun yang mau bantu agar putrinya, Valentine, dibebaskan dari tahanan pemerintah Indonesia di Jayapura. Dia bertemu dengan Kedutaan Perancis, pengacara Todung Mulya Lubis --mewakili keluarga Bourrat-- serta kasih wawancara dengan beberapa media.

Anaknya, kameraman Valentine Bourrat, ditangkap di Wamena, bersama wartawan Thomas Dandois, pada 6 Agustus 2014. Mereka bekerja buat Arte TV --televisi bahasa Perancis dan Jerman-- di Eropa. Polisi juga menangkap Areki Wanimbo, seorang guru sekolah dan kepala adat Kabupaten Lanny Jaya, yang jadi nara sumber mereka.

Dandois dan Bourrat hendak bikin film dokumentasi soal pelanggaran hak asasi manusia maupun gerakan kemerdekaan di Papua. Mereka datang dengan visa turis, sesuatu yang melanggar hukum Indonesia, karena mendapatkan visa wartawan buat pergi ke Papua ... sulit sekali.

Mark Davis, wartawan SBS Australia, merekam bagaimana dia dapat izin meliput ke Papua namun dibuntuti intel militer Indonesia. Dia dapat bantuan dari dua orang mantan aktivis kemerdekaan Papua, yang sekarang dukung Indonesia, agar bisa meliput di Papua: Nick Messet dan Franz Albert-Joku.

"Bapak Aku Adalah Pahlawan."
Martine Bourrat juga bawa segepok dokumen, termasuk kliping majalah soal suaminya, Patrick, wartawan perang televisi TF1, yang meninggal ketika bertugas di Kuwait pada 2002. Kliping ini dikumpulkan oleh bapak mertuanya. Ia diberikan ke Martine sebelum dia berangkat ke Jakarta.

Salah satunya cerita soal remaja Valentine, ketika umur 17 tahun dan bapaknya meninggal. Judulnya, "Mon Pere ce Heros." Terjemahannya, "Bapak Aku Adalah Pahlawan." Ia judul sebuah puisi Victor Hugo, belakangan juga dibikin film tentang seorang ayah dan putrinya. Valentine kagum pada bapaknya. Dia ingin juga jadi wartawan.

Valentine kagum bapaknya, Patrick.
Ketika ditangkap, polisi Indonesia menuduh Valentine "agen rahasia Perancis" dengan dasar paspor diplomatik milik Valentine. Dia diduga hendak jual amunisi. Dia hendak dikenakan pasal makar. Valentine juga dicurigai karena pernah magang kerja di Kedutaan Perancis di Tel Aviv.

Martine mengatakan pada saya tuduhan tersebut tak ada buktinya. Paspor diplomatik diberikan pemerintah Perancis ke Valentine sebagai seorang magang di kedutaan Perancis. Valentine sendiri lahir di Yerusalem pada 1985 ketika bapaknya sedang bertugas di Timur Tengah selama tiga tahun.

"Kehamilan saya sulit sehingga tak bisa naik pesawat terbang ke Perancis," kata Martine.

Timur Tengah adalah daerah liputan penting buat TF1 maupun banyak media lain. Ketika dewasa, wajar Valentine tertarik magang di Israel, tempat kelahirannya, yang masih jadi daerah liputan penting. Ini semua legal. Perancis dan Israel juga punya hubungan diplomatik.

Tak ada yang aneh pula ketika Valentine dewasa, meliput Papua. Patrick pernah meliput referendum Timor Timur pada 1999. Valentine tertarik dengan Papua juga karena pengalaman bapaknya. Ketika masih kecil, Valentine diajak orang tuanya ke Rusia, Afghanistan dan berbagai tempat perang lainnya.

Tangan Martine Bourrat bergetar ketika memperlihatkan kliping majalah soal suami dan anaknya.

Martine Bourrat bilang dia sebenarnya tak mau baca majalah soal suaminya. Dia sedih bila ingat almarhum. Namun, majalah ini merekam wawancara dengan remaja Valentine.

Kini Valentine berusia 28 tahun. Sudah bekerja sebagai kameraman. Dia sudah dewasa. Seperti Patrick, yang sering dipenjara dan intimidasi, kini Valentine dipenjara di Jayapura dan kenyang intimidasi dari aparat Indonesia.

Martine bilang anaknya tak salah apapun selain soal visa. Dia cerita isteri Thomas Dandois, Alexandra Kogan, harus bekerja keras mengasuh anak kembar mereka, umur 2.5 tahun, sambil bekerja.

"Mereka berdua bekerja freelance. Bila Thomas ditahan sudah dua bulan, keadaan ekonomi mereka tentu berat sekali," katanya.

Martine mengatakan pada saya, dia akan datang ke Jayapura sendirian, guna minta pemerintah Indonesia bebaskan Thomas Dandois dan Valentine Bourrat.

No comments: