Friday, November 22, 2013

Jilbab Hitam, Kebetulan Bukan Berarti Kebenaran


Jilbab Hitam sembunyi di balik identitas "mantan wartawati Tempo" atau "pacar Indro Bagus." Nama anonim membuat pembaca tak bisa mengukur derajad kepercayaan mereka terhadap Jilbab Hitam. Saya pakai fedora hitam, baju hitam dan kacamata hitam namun saya tak pakai nama gelap.
•  •  •

RABU kemarin ketika hendak tidur siang, Metta Dharmasaputra dari Katadata, kirim SMS, “Mas, Jilbab Hitam alias Indro dan Ratu Adil baru nulis lagi di Kompasiana dan sekarang serang Mas Andreas juga.”

Saya jawab singkat: “Asyik” … ingin segera tidur. Tapi kantuk saya hilang. Saya memutuskan baca blog Jilbab Hitam, “Selingkuhnya Rudi Rubiandini, Pengalihan Isu Suap SKK Migas?

Jilbab Hitam menuduh saya menyebarkan gosip bahwa seorang perempuan, yang pernah ikut kelas saya, namanya Susana Kurniasih, terlibat affair dengan Rudi Rubiandini, kepala regulator industri minyak dan gas di Indonesia. Dalilnya, affair Rubiandini, yang ditangkap KPK awal Agustus lalu, saya pakai guna mengalihkan perhatian masyarakat dari masalah sogok di SKK Migas.

Jilbab Hitam menuduh Tempo dan Katadata memeras Bank Mandiri di mana Rubiandini jadi komisaris. Namun Bank Mandiri menolak sehingga Tempo dan Katadata membuat KPK menangkap Rubiandini. Dharmasaputra mantan wartawan Tempo dan kini bekerja di Katadata.

Tuduhan berikutnya, SKK Migas minta Katadata “mengalihkan” pemberitaan masalah SKK Migas ke Bank Mandiri dengan argumen “dana suap” Rubiandini mengalir melalui Bank Mandiri. Maka muncullah nama saya.

Kok bisa?

Pada Maret 2010, saya mengampu satu kelas berisi 18 karyawan BP Migas belajar menulis. Susana Kurniasih, Kepala Sub Dinas Komunikasi BP Migas, yang juga mantan wartawan Suara Pembaruan, minta saya mengajar. Pelatihan berlangsung selama dua hari di Hotel Novotel Bogor.

Semua berjalan lancar. Sesudah pelatihan selesai, kami bergambar bersama. Saya lalu bikin cerita kecil di blog saya lengkap dengan gambar peserta maupun Susana.

Isteri saya dan saya sempat makan malam bersama Susana di Senayan City beberapa saat sesudah pelatihan. Susana cerita kesulitan bekerja di perusahaan negara. Beda dengan kerja sebagai wartawan. Kami punya kesan Susana punya kemauan berbuat sesuatu yang benar di BP Migas.

Sesudah makan malam itu, saya tak pernah bertemu Susana lagi. Saya tak tahu bahwa Susana adalah mantan wartawati yang dituduh selingkuhan Rudi Rubiandini. Saya juga tak tahu gambar Susana, dari blog saya, dipakai media lain ketika gosip beredar. Tak ada seorang wartawan pun –termasuk Abdul Qodir dan Willy Widianto dari Tribun, ada contact saya soal Susana.

Tuduhan terjadi karena Jilbab Hitam tak mengindahkan esensi dari jurnalisme: verifikasi. Kalau dia mau tanya pada saya, dengan mudah dia bisa tahu bahwa kebetulan bukan berarti kebenaran. Saya kebetulan kenal Susana tapi bukan berarti saya menyebarkan gosip. Saya kebetulan kenal Metta Dharmasaputra serta beberapa wartawan Tempo lain, yang dituduh memeras Bank Mandiri oleh Jilbab Hitam: Goenawan Mohamad, Bambang Harymurti, Toriq Hadad, namun tak berarti saya bekerja bersama mereka. Saya mengubah gambar dari blog itu? Sekali lagi, Jilbab Hitam tak lakukan verifikasi.

Menuduh Goenawan, Harymurti, Hadad serta Dharmasaputra sebagai wartawan busuk adalah ketidakbenaran. Integritas mereka solid. Jangan lupa bahwa rombongan inilah yang bongkar skandal pajak Asian Agri hingga Mahkamah Agung menghukum Asian Agri bayar total Rp 2.5 triliun kepada negara. Asian Agri juga ada kekurangan pajak Rp 2 triliun. Dharmasaputra menulis buku bermutu, yang merekam investigasi Tempo selama enam tahun: Saksi Kunci: Kisah Nyata Perburuan Vincent, Pembocor Rahasia Pajak Asian Agri Group.

Tidak banyak wartawan di dunia ini yang bisa bongkar kejahatan sehingga berlanjut di jalur hukum. Dan dendanya Rp 2.5 triliun. Saya merasa terhormat berteman dengan wartawan-wartawan ini.

Saksi Kunci adalah karya investigasi skandal pajak terbesar di Indonesia. Asian Agri dihukum bayar kepada negara Rp 2.5 triliun. Metta Dharmasaputra akan diingat karena buku ini. Namun dia juga akan terus dibikin repot dengan serangan dan fitnah karena Saksi Kunci.
•  •  •

WARTAWAN Ulil Yusron menerangkan bahwa Jilbab Hitam adalah nama samaran Indro Bagus Satrio, seorang mantan wartawan Detik, yang mundur sesudah Dewan Pers menyatakan dia menyalahgunakan kewartawanannya dalam beli saham Krakatau Steel. Indro Bagus punya account lain dengan nama Ratu Adil.

Bagaimana reaksi saya terhadap Jilbab Hitam?

Saya percaya pada free speech. Indro Bagus punya hak bicara. Hitung-hitung saya senang ikut disandingkan dengan Goenawan dan kawan-kawan. Tapi saya juga sadar social media ibarat tsunami. Ia air bah campur sampah. Banyak sampah menyesatkan. Informasi berbeda dengan jurnalisme. Indro Bagus sediakan informasi, mungkin disinformasi, mungkin spekulasi, namun ia bukan jurnalisme.

KAMIS malam, saya hadir dalam acara penggalangan dana Jakarta buat bangun Omah Munir di Batu. Ini museum kecil soal hak asasi manusia. Seorang kawan bercanda soal tuduhan Jilbab Hitam, “Andreas sudah jadi orang kaya nih! Bisa sumbang museum.”

Goenawan Mohamad bilang, “Jangan-jangan Andreas tak pernah masuk ke Bank Mandiri?”

Ha ha ha … saya memang tak pernah masuk ke Bank Mandiri.

Jadi Jilbab Hitam? Indro Bagus? Ratu Adil?

Saya meniru gaya orang Batak: “Bah tahi kerbo macam apa pulak ini!”

No comments: