Tuesday, February 15, 2005

Tujuh Kriteria Sumber Anonim

PANTAU punya tujuh kriteria untuk sumber-sumber anonim. Kesemuanya dibahas agak panjang lebar dalam buku Warp Speed (1999) pada bab "The Rise of Anonymous Sourcing" (h. 33-42) karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, ketika mereka membahas pemakaian sumber anonim pada kasus Monica Lewinsky.

Dasarnya, kita harus ingat bahwa sumber yang anonim tak memberi kesempatan pada audiens (pemirsa, pembaca, pendengar) untuk menentukan seberapa besar derajat kepercayaan mereka pada sumber bersangkutan. 

Ini praktek yang harus, harus, harus kita hindari karena wartawan harus bisa memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menentukan sendiri; seberapa besar ia mau percaya pada suatu keterangan dengan identitas lengkap si sumber.

Seorang sumber anonim juga punya kecenderungan untuk lebih kurang bertanggungjawab ketimbang sumber yang sama tapi identitasnya disajikan dengan lengkap. Sumber anonim cenderung lebih sering "bernyanyi" --kedengaran merdu, tapi substansinya lebih kecil dari apa yang dia katakan.

Kita harus ekstra hati-hati dengan sumber yang minta diberi status anonim. Frase yang sering dipakai media Palmerah, "menurut sumber yang layak dipercaya" atau "konon" atau "katanya" --meminjam gurauan satiris kita Hamid Basyaib, mantan redaktur Republika -- harusnya bisa kita artikan sebagai "sumber yang layak ditempeleng." 

Hamid Basyaib hanya tertawa bila ada sumber yang minta disembunyikan namanya. 

Jadi berpeganglah pada tujuh kriteria sumber anonim ala Kovach dan Rosenstiel. Kadang-kadang dalam keadaan yang luar biasa, beberapa seorang memang bisa diberi status anonim bila mereka memenuhi semua tujuh syarat sumber anonim:

1. Sumber tersebut berada pada lingkaran pertama peristiwa berita. Artinya, dia menyaksikan sendiri, atau terlibat langsung, dalam peristiwa tersebut. Dia bisa merupakan pelaku, korban atau saksi mata, tapi dia bukanlah orang yang mendengar dari orang lain. Dia bukan pihak ketiga yang melakukan analisis terhadap peristiwa itu. Dia bukan berada pada lingkaran kedua, ketiga, dan seterusnya.

2. Keselamatan sumber tersebut terancam bila identitasnya kita buka. Unsur "keselamatan" itu secara masuk akal bisa diterima akal sehat. Artinya, entah nyawanya yang benar-benar terancam atau nyawa anggota keluarga langsungnya yang terancam (anak, istri, suami, orang tua, saudara kandung). Entah diculik, entah dilukai, entah dapat intimidasi. Perhatikan juga faktor trauma. Mungkin sumber tersebut, secara medis, memang punya trauma. 

Kalau sekedar "hubungan sosial" yang terancam, misalnya pertemanan, maka ia tak termasuk faktor "keselamatan." Kalau sekedar "kelangsungan pekerjaan" yang terancam, masih harus diperdebatkan lagi. Pekerjaan tentu sangat penting buat kehidupan. Pekerjaan juga soal harga diri. Namun apakah benar dia akan kehilangan pekerjaan? Kalau dia kehilangan pekerjaan, apakah dia akan sulit mendapat pekerjaan baru?

3. Motivasi sumber anonim memberikan informasi untuk kepentingan publik. Kita harus mengukur apa motivasi si sumber memberikan informasi. Banyak kasus di mana si sumber memberikan informasi dan minta status anonim untuk menghantam lawan atau orang yang tak disukainya. Banyak juga kasus di mana informasi anonim diberikan karena hal itu menguntungkan si sumber tapi ia mau sembunyi tangan. Ibaratnya, lempar batu sembunyi tangan. 

4. Integritas sumber utuh. Orang yang sering mengarang cerita atau terbukti pernah berbohong atau pernah menyalahgunakan status sumber anonim, tentu saja, jangan diberi kesempatan jadi sumber anonim Anda lagi. Periksalah integritas sumber Anda. Biasanya makin tinggi jabatan seseorang, makin sulit mempertahankan integritas dirinya, karena kepentingan makin banyak, sehingga Anda harus makin hati-hati dengan status anonim. Kami praktis punya satu daftar hitam para pejabat atau mantan pejabat Indonesia yang tak boleh kita beri status anonim.

5. Harus seizin atasan Anda. Pemberian sumber anonim harus dilakukan dengan sepengetahuan dan seizin atasan Anda. Bagaimana pun juga, editor Anda yang harus bertanggungjawab kalau ada gugatan hukum terhadap kinerja jurnalistik kita. Ini prinsip dalam pekerjaan jurnalisme. Editor punya hak veto terhadap suatu berita tapi si editor pula yang harus masuk penjara atau membayar denda bila kalah di pengadilan. Lebih baik kita berdebat duluan daripada ribut belakangan gara-gara suatu berita anonim digugat orang.

6. Ingat aturan Ben Bradlee soal sumber anonim harus lebih dari satu. Bradlee adalah redaktur eksekutif harian The Washington Post zaman skandal Watergate. Bradlee pernah mengeluarkan sebuah aturan yang terkenal tentang pemakaian sumber anonim. Dia hanya mau meloloskan sebuah keterangan anonim kalau sumbernya minimal dua pihak, yang independen satu dengan yang lain. Dalam film All the President's Men, Anda mengenali adegan di mana Bradlee minta reporter Bob Woodward agar sumber anonimnya ditambah dari satu menjadi dua --untuk melakukan verifikasi terhadap informasi yang sama. Bila sumbernya lebih dari dua, tentu lebih mudah lagi buat memenuhi syarat ini. Dokumen juga bisa membantu untuk verifikasi sumber pertama. Dokumen adalah sumber yang penting. 

7. Sumber anonim harus berjanji bahwa perjanjian keanoniman batal bila dia terbukti menyesatkan. Bill Kovach sendiri menambahkan satu syarat lagi. Kita harus membuat sangat jelas dengan calon sumber anonim kita bahwa perjanjian keanoniman akan batal dan nama mereka akan kita buka ke hadapan publik, bila kelak terbukti si sumber berbohong atau sengaja menyesatkan kita dengan informasinya. Ini perjanjian yang berat karena konsekuensinya bermacam-macam tapi kita harus menjelaskan pada sumber persyaratan ini.

Mohon tujuh syarat ini kita perhatikan sebaik-baiknya. Kebanyakan gugatan hukum muncul dari sumber anonim. Kita tak punya banyak uang untuk membayar pengacara atau bayar denda. Pantau adalah media kecil. Cara untuk menghindar dari keluarnya biaya besar ini adalah menjalankan prosedur jurnalisme dengan disiplin tinggi.

Banyak sumber juga tak tahu bahwa sumber anonim memiliki syarat-syarat. Kami harap Anda mau meluangkan waktu untuk menerangkan tujuh kriteria ini pada orang yang menghendaki status anonim. Dari pengalaman kami, setelah diterangkan panjang lebar, biasanya si sumber mengerti dan mau memberikan informasi dengan identitas lengkap (nama dan atribut). Mungkin informasinya tak spektakular tapi setidaknya ia bertanggungjawab terhadap informasi yang diberikannya.

Andreas Harsono

6 comments:

Anonymous said...

Pak Andreas, ini Astri lagi:)kebetulan saya kuliah sambil kerja di sebuah radio di jogja, network dari radio di jakarta.Saya jadi produser untuk sebuah program yang mengupas profesi seseorang. Tadi pagi, profesi yang dibahas adalah Petugas Cacah Lapangan untuk Dana Kompensasi BBM. Karena dia takut ketahuan pihak kecamatan bahwa dia diwawancarai di radio, dia minta namanya disamarkan. Apa hal seperti ini diperbolehkan? mohon jawabannya, karena saya masih awam dan harus belajar banyak tentang jurnalisme. Terima kasih pak Andreas:) oya, e-mail saya astri_trijayajogja@yahoo.com. Bolehkah saya tahu e-mail Pak Andreas? terima kasih:)

bobby gunawan said...

mohon ijin 7 kriteria itu saya kutip di Blog saya. Trims ya mas. Kapan makan sate di stasiun Bandung lagi? hehehe

andreasharsono said...

Bobby,

Silahkan saja, saya senang-senang saja naskah itu dipakai banyak orang. In fact, salah satu alasan saya bikin weblog adalah naskah tersebut. Lewat email, cukup sering datang permintaan terhadap naskah itu. Akhirnya, saya bikin weblog dan pampang saja dalam situs ini.

Sate stasiun Bandung itu memang bikin ketagihan, tapi sekaligus kesedihan, karena disanalah saya sering makan bersama almarhumah Layla Mirza, sahabat saya, yang wartawan radio Mara FM. Layla yang pertama kali mengajak saya makan sate.

Anonymous said...

mas andreas...kebetulan saya adalah mantan jurnalis radio..skrg lagi break aja...dan tertarik sama tulisan mas di milis...akhirnya nge-link sampe sini deh...
oh ya...boleh saya nge link mas ke weblog saya...?
mohon ijinnya...
ntar avatar ya saya kasih muka anonymous gpp ya,mas
cheers

andreasharsono said...

Seno yang baik,

Silahkan membuat link ke situs weblog ini. Saya sengaja membuat weblog ini guna mengumpulkan naskah-naskah saya. Senang sekali kalau ini dijadikan link ke situs Anda.

Ray Rizaldy said...

Mas Andreas, trims sumbernya. Pas saya lagi nyari tentang sumber anonim ini. Saya sering baca di majalah-majalah banyak kata-kata menurut sumber XXXXX (nama majalah) bla bla bla. Dan komentarnya sering sembarangan. Aneh, padahal majalah tersebut sering saya jadikan acuan tulisan untuk belajar jurnalistik dan media cetak.