![]() |
Perbedaan di pasar Wamena. |
Saya juga jalan-jalan sekitar Wamena. Sejak pertama datang ke Wamena pada 1996, saya selalu merasa tertarik kembali ke kota ini. Makin tahun makin terlihat perubahan di Wamena.
Namun satu hal yang saya belum mengerti adalah mengapa kios, toko dan macam-macam bisnis di Papua, termasuk Wamena, dikuasai oleh orang non-Papua: Bugis, Jawa, Makassar, Tionghoa dan seterusnya. Orang Papua, misalnya di Wamena, berjualan di jalan, duduk di lantai.
Diskriminasi tentu satu faktor. Kredit bank juga diskriminasi lain. Saya ingin mengerti berapa persen bisnis Papua yang dikuasai orang asli? Bagaimana menguji penjelasan, "Orang Papua memang tak suka duduk di kursi?"
![]() |
Kelas penulisan di Wamena. |
Ada peserta perempuan cerita berbagai kesulitan yang dia hadapi dalam pernikahan. Suami selingkuh dan dia memutuskan bercerai dan membawa anak mereka satu-satunya. Saya kira perlu keberanian buat seorang perempuan, dimana pun dia berada, baik di Wamena maupun Jakarta, buat menulis pengalaman buruk.
![]() |
Seorang peserta menulis dengan berani. |
No comments:
Post a Comment