Monday, September 28, 2009

Seruan Pontianak



Kami prihatin dengan ketegangan belakangan ini, antara beberapa warga Kalimantan Barat. Sengketa kecil antar perseorangan, dari soal mobil tergores, parkir motor, sekaleng cat hingga pembelaan perempuan, berujung perkelahian besar.

Kami sadar Kalimantan Barat adalah kawasan rawan kekerasan. Perubahan sosial besar-besaran, sejak penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada Republik Indonesia, lantas pengalaman 1950an serta masa Orde Baru, menciptakan banyak perubahan di Borneo. Kesultanan-kesultanan dipinggirkan. Batas-batas berubah. Hutan gundul. Lingkungan hidup rusak. Komposisi populasi berubah. Pemilihan umum sekarang dilakukan langsung.

Akar kekerasan di Kalimantan Barat adalah pembantaian kurang lebih 3,000 orang Tionghoa pada 1967. Kekerasan berbuah kekerasan. Pada 1997, sekitar 600 warga Indonesia etnik Madura dibunuh di Sanggau Ledo. Pada 1999, setidaknya 3,000 khususnya orang Madura dibantai dan 120,000 melarikan diri dari Sambas. Penderitaan mereka tentu jadi ingatan pahit kita semua. Kekerasan ini membuat masyarakat luas dirugikan. Kami punya kesan negara Indonesia membiarkan akar kekerasan merasuk semakin dalam.

Kelemahan penegakan hukum, policy pemerintahan yang kurang bermutu serta ketiadaan upaya mencari kebenaran dan keadilan, membuat kekerasan berakar makin dalam di kawasan ini. Akibatnya, banyak warga Kalimantan Barat menekankan simbol-simbol etnik, adat dan budaya secara tidak proporsional: Dayak, Jawa, Madura, Melayu, Tionghoa dan sebagainya. Bila ada persoalan kriminal biasa, orang menggesernya jadi persoalan kelompok etnik atau agama.

Namun kami ingat bahwa fitrah manusia adalah berbeda-beda dan beragam-ragam. Perbedaan bukan alasan melakukan kekerasan. Keragaman bukan alasan saling bermusuhan. Sejarah Kalimantan Barat juga mencerminkan kebersamaan, misalnya, kawin campur dan toleransi antar-agama. Manusia bagaimana pun berkembang sesuai fitrahnya. Memiliki organisasi etnik dan agama, juga bukan kejahatan, namun ia perlu dijalani dalam suatu masyarakat hukum.

Oleh karena itu, kami menyerukan warga Kalimantan Barat untuk belajar menyelesaikan perbedaan pendapat lewat cara-cara damai. Gunakan jalur hukum. Manfaatkan lembaga kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

Kami juga menyerukan kepada para polisi, jaksa dan hakim untuk bekerja keras, tidak berat sebelah dan bertindak sejujur-jujurnya dalam menegakkan hukum. Kami sadar hukum bukan panglima di negara Indonesia. Kami sadar korupsi mengakar bersama dengan kekerasan. Namun kita perlu memanfaatkan ruang-ruang hukum yang ada, sesempit apapun, untuk memperkuat prinsip negara hukum.

Kami minta Presiden Republik Indonesia dan Gubernur Kalimantan Barat melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia dalam pembunuhan dan pengusiran orang Tionghoa tahun 1967 maupun orang Madura pada 1997 dan 1999. Kami minta pemerintah membentuk komisi independen untuk mencari para korban, merekam kesaksian mereka serta menyelidiki orang-orang, yang dianggap bertanggungjawab terhadap kekerasan-kekerasan tersebut, serta menyelesaikannya lewat pengadilan.

Kami percaya selama orang belum bisa belajar dari masa lalu, orang-orang yang dulu melakukan pembunuhan, juga takkan takut untuk bikin pengerahan lewat etnik, budaya atau agama, dan melakukan kekerasan lagi. Selama kebenaran dan keadilan tidak ditegakkan, selama itu pula kita tidak mengerti bagaimana hidup damai dalam persaudaraan yang tulus.


Abdullah HS
Agustinus
Ahmad Shiddiq
Alexander Mering
Amrin Zuraidi Rawansyah
Andi Fachrizal
Andi Nuradi
Andika Lay
Andreas Harsono
Ansela Sarating
Aseanty Widaningsih Pahlevi
Aswandi
Aulia Marti
Bas Andreas
Basilius Triharyanto
Benny Susetyo Pr
Bong Su Mian
Budi Miank
Budi Rahman
Chairil Effendy
Charles Wiriawan
Deman Huri Gustira
Dewi Ari Purnamawati
Dian Lestari
Dwi Syafriyanti
Faisal Riza
Fitriani
Frans Tshai
Gerry van Klinken
Gusti Suryansyah
Gustiar
Hairul Mikrad
Haitami Salim
Hamka Siregar
Hendrikus Christianus
Heriyanto Sagiya
Hermayani Putera
Ilyas Bujang
Indah Lie
Johanes Robini Marianto OP
K. Husnan KH Nuralam
Koesnan Hoesie
Kristianus Atok
Laili Khairnur
Marselina Maryani Soeryamassoeka
Max Yusuf Alqadrie
Mohammad
Nur Iskandar
Nuralam
Pabali Musa
Padmi Tjandramidi
Pahrian Siregar
Paulus Florus
Pay Jarot Sujarwo
Ridwan
Rizal Adriyanshah
Rizawati
Rizky Wahyuni
Rohana
Sapariah Saturi Harsono
Sarumli Sanah
Severianus Endi
Siti Lutfiyah
Stefanus Akim
Subardi
Subro
Supriadi
Syamsudin
Tan Tjun Hwa
Tanto Yakobus
Viryan Azis
W. Suwito
Wendi Jayanto
Yohanes Supriyadi
Yulianus
Yusriadi
Zeng Wei Jian

-- Kartun oleh Koesnan Hoesie

26 comments:

Hudiy Tryaton said...

saya sbenernya bkan orang dayak, bahkan saya tidak tinggal di kalimantan. tp sampai saat ini saya masih mengaggumi apa yang mereka punya. ringkasnya "ada sebab ada akibat, tidak disulut tidak akan menyala". saya tidak menyalahkan apa ucap pendapat anak adam hawa ini. orang dayak juga pasti punya hati, punya bekal hidup yang biasa kita sebut itu kepercayaan/agama. mereka juga bisa membedakan antara masalah kecil tow besar, mereka jg pasti masih punya maaf bila ada kesalahan yang meminta maaf, tidak akan jadi besar sbuah masalah kalau tidak diprpanjang, jadi mnurut saya kalau, kalau saya ada salah, haruz mnta maaf, kalau terjadi krusakan ataz kslahan saya, wajib saya betulkan, kalau proses2 sperti ni brjalan dlam msalah yg anda kutip, tidak akan terjadi sperti yg anda tuliskan. saya tidak mau mmbicrakan tntang msalah etnik yg anda critakan, krna pd intinya saya tau prsis bgaimana tata hidup etnik yg katanya dibantai oleh Dayak warriors, karna daerah saya tnggal jg bnyak ditinggali etnik tsb jg. saya pikir wjar pmbantaian it tjadi, coba anda cari lbih bnyak, pkok prmasalahan yg trjadi, &tlong jgn pndang mslah itu dr segi etnik yg mnrut anda mnjdi korban, tlong dngar jeritan anag dayak tentang mengapa itu hruz tjadi.
sbg pesan kcil:saya memang bkan org dayak, tapi saya jg akan trsinggung bila "burung enggang" burung yg mjdi simbol identitas dan religiuz Dayak dipasangkan dengan tengkorak2 manusia" mohon dievaluasi kmbali, krn mngkin anda belum banyak mngerti bgmana Orang Dayak mghadapi msalah, terlebih karena Dayak trmasuk teratas dalam mnjaga nilai2 leluhurnya...
terima kasih... =)

Ton said...

Saudara Hudiy, saya setuju sekali dengan Anda,"Ada sebab ada akibat, tidak disulut tidak akan menyala". Orang DAYAK sangat BERHATI MURNI, Dayak tidak pernah mau menyakiti orang lain sembarangan. Bagi individu yang tidak pernah berdampingan dengan masyarakat DAYAK, kejadian2 yang lalu memang membuat mereka memvonis orang Dayak secara sepihak!!. Tapi saya sering bertukarpikiran dengan orang-orang BUKAN DAYAK, yang tidak suka membuat masalah dengan siapapun, mereka selalu mengatakan DAYAK itu orang2nya BAIK, RAMAH, PENUH PERSAUDARAAN DENGAN SIAPA SAJA TANPA PANDANG "SARA" dan tidak gampang untuk menjadi TROUBLE MAKER. Bahkan orang Dayak malahan yang sering tertindas.
Jadi sebelum memvonis sesuatu mohon pelajari dulu tentang apa yang akan dan sebaiknya boleh kita sampaikan kepada orang lain/masyarakat, agar tidak salah KAPRAH. Dan sebaiknya jangan memanaskan situasi yang sudah ADEM! dan Tidak perlu!
KEEP PEACE! DAYAK PECINTA DAMAI.

primus's weblog said...

Saya sebagai orang dayak asli turut menanggapi himbauan di atas. Maksudnya baik, namun kiranya cara penyampaiannya jangan lagi mengungkit masa-masa sebelumnya. orang dayak sebenarnya sangat terbuka terhadap kehadiran suku pendatang. tetapi bilamana kelompok pendatang mulai merubah norma2 diatas tanah Dayak Borneo mereka tidak tinggal diam.
culture juga turut menjadi perhatian,, gambar burung enggang diatas tengkorak adalah gambaran dayak masa lalu ketika masih melakukan kegiatan kayau (berburu kepala). Ketika terdesak dan batas kesadaran telah habis dan emosi memuncak, tradisi masa lalu datang kembali. Jadi jangan bilang orang dayak itu ganas karena kalian tidak tahu Culture kami dimasa lampau. Pemerintah juga harus ambil perhatian jika kasus yang lalu2 tidak usah terulang. Hentikan gelombang TRANSMIGRASI ke kalimantan. Orang dayak semakin tersingkir atas kehadiran suku pendatang, tanah orang dayak dirampas. Suku pendatang harus tau diri tinggal di tanah orang, maka kejadian masa lalu tidak terulang lagi.

Terabay / kelaok Menua said...

saya orang Dayak yang banyak memperhatikan permasalahan yang ada. pada intinya kami tidak pernah mau membuat ribut dengan siapapun di bumi Kalimantan. pak hartono jangan memandang sebelah mata dong. nenek moyang kami dulunya juga hidup di pesisir kalimantan sebelum kedatangan suku dan kaum yang lainnya. ketika banyak kaum urban datang kami masuk ke pedalaman, karna jiwa kami memang butuh ketenangan. ntah sudah beberapa banyak kaum yang ada di bumi kalimantan. dan hidup berdampingan dengan kami. kemudian beberapa kasus terjadi. kami selalu kena dampaknya. karna banyak politisasi yang menggunakan kepolosan yang bisa memobilitasi ehtnis kami. semua itu bukan dari kami tetapi dari orang-orang yang punya ambisi untuk menguasai tanah, darah dan hutan kami untuk kepentingan pribadi. karna prinsif Dayak, tidak mengenal musuh yang menyerang secara politik. tetapi ternyata kebaikan dan kepolosan adat istiadat kami di injak2 dan kami dianggap perlu diberadapkan. harusnya pak hartono belajar dari sisi kebudayaan yang ada di kalimantan barat ini. sebelum pulau jawa mengenal cawat, kami orang dayak telah mempunyai kerajan Nan Sarunai ( kerajan Kutai ) yang berasal dari keturunan Dayak Tunjung kalimantan Timur, dan kami telah ekspor impor rotan ke dunia luar. lambat laun kami di tekan dan kami selalu mengalah. hati-hati lah kalau bicara. karena mulut badan binasa. karna dari berbagai kasus selalu orang diluar kamilah pemicu nya.

Terabay / kelaok Menua said...

Ada sebab ada akibat.
kami masyarakat Dayak dari dulu selalu mengalah. jangan kebaikan kami dan kepolosan hati kami di politisir untuk kepentingan tertentu. justru orang2 di luar kami yang sering menjadi pemicu setiap persoalan yang terjadi. duku nenek moyang kami hidup di pesisir, karena kedatangan kaum urban kami semangkin jauh ke pedalaman, maka kami di sebut Dayak. karena kami hidup di di daratan pulau Kalimantan. tetapi walaupun hidup kami telah jauh di tengah pulau, masih saja kami di jajah. oleh eksploitasi alam dan kekayan hutan kami. yang diambil secara serakah oleh para pengusaha dan antek2 nya. yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. kami selalu mendapatkan dapak dari kerakusan mereka. dan bencana asap banjir dan lain-lain disebabkan hal diatas, selalu di tudingkan kepada kami. dan kami dianggap perambah hutan yang nota bene rumah kami sendiri. apakah belum cukup, orang luar membuka luka lama kami yang jauh kami pendam dan tidak pernah akan kami ulang, untuk menuju Dayak dengan pola pikr yang maju. atau anda sengaja ingin membuat masyarakat kami strees, hingga menyeret mereka untuk diarahkan dan dituntun bersikap arogan. hati-hati dengan luka lama yang telah terkubur. lebih baik kita maju kedepan, agar tiada satupun yang di sakiti. handa harus mencara sebab kenapa masyarakat kami Dayak bisa berbuat seperti itu? semuanya karna politisir dan provokasi orang2 di luar kami. berapa banyak orang kami yang cukup menderita di tanahnya sendiri dan harus menjadi kuli. karna keserakahan para orang-orang dengan kepentingan pribadi. dan sudah berapa banyak perempuan Dayak di lecehkan. yang pasti Ada sebab ada akibat. hati hati bicara, anda bisa menjadi sebab yang berakibat. tutuplah luka kami, karna jika luka terbuka akan sangat perih. biarkan luka kami sembuh dulu. syalom

jord said...

PEMBUNUHAN KARAKTER TERHADAP ORANG KALIMANTAN BARAT DAN KALIMANTAN SELURUHNYA TERUTAMA MASYARAKAT DAYAK.

JIKA ANDA MAU MENGEVALUASI KEBIJAKAN HUKUM DAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA JANGAN MENGUNAKAN SIMBOL2 DAYAK/KALIMANTAN UMUMNYA.YANG ANDA GUNAKAN SANGAT..SANGAT MERUGIKAN WARGA KALIMANTAN TERLEBIH ORANG DAYAK.SEOLAH-OLAH ORANG DAYAK BODOH,TIDAK BERPENDIDIKAN, KASAR,GANAS,SENANG DENGAN KEKERASAN,DLL.

BUMI KALIMANTAN ADALAH BUMI YANG DAMAI,PENDUDUKNYA MAJEMUK TAPI PENUH DENGAN TOLERANSI. BELUM PERNAH TERJADI PEMBAKARAN TEMPAT IBADAH SEPERTI YANG TERJADI DIPULAU2 LAIN.

JANGAN MEMPROPOKASI MASYARAKAT KALIMANTAN BARAT YANG SUDAH HIDUP DAMAI DAN TENANG.

YANG ANDA KETAHUI TENTANG KALBAR HANYA SECUIL,ANDA TIDAK HIDUP DIKALBAR,JADI PIKIR2 DULU KALAU MAU NULIS TENTANG KALBAR.

JANGAN MENJADI PAHLAWAN KESIANGAN.

KALIAN SUDAH GAK ADA KERJAAN YA???

wan pompank said...

Kalimantan Ini sudah termasuk Aman,damai dan tenang...Dengan Ada nya seruan ptk yg Bulllshit..Skrg Banyak Di bicarakan masyarakat..
Wahai Penulis YTH....
Apakah Anda Tau Sebab-Akibat Atas perbuatan Anda?
Apakah Anda Tau Jiwa2 Masyarakat Dayak Kalimantan?
Apakah Otak Anda Masih Bisa Berfikir Tentang Perbuatan Anda??

Orang Dayak Tidak Asal Bertindak Jika Tidak Ada Yang Memicunya...
Saya Orang Dayak Calang Dewan Adat Dayak Sanggau Kapuas..dayak Pompank..
Berusaha Agar Tulisan anda tidak di ketahui oleh masyarakat khusus nya di tempat tinggal saya...
Anda Tidak Tau Banyak apa itu Dayak...Jadi Jangan Mau Berbuat sesuai kehendak anda.
Masih Banyak Pekerjaan anda yang lain selain ini....

Saran Saya,coba teraphi otak,dan teraphi diri sendiri....bbrobat kalau sakit.....thx

Hudiy Tryaton said...

bwat bpak john mualang, dan cmua yang membaca,..
sudahlah jangan jadikan 1 blog yang sngat tidak membangun seperti ini mnjadi pembanding pada akhirnya,..
hanya karena 1 orang yg saya tidak tau dia orang jawa sunda betawi tow dari manapun, anda jadi membanding2kan orang kalimantan dan orang jawa..
semua pada dasarnya pasti mmbela tnahnya, sya orang jawa&saya sangat mengaggumi budaya dayak selain budaya kami sendiri disini, semua punya sejarah masing2, &pd intinya saya berharap terjadi flexibelitas untuk memahami, semua saling mmbutuhkan, smua tidak sendiri didunia ini, jangan jadikan blog yang memisahkan ini jadi acuan penilaian pd suatu budaya,qt bersatu... kamipun tidak akan menyombongkan sejarah kami bila itu tidak perlu, karena hanya Tuhan Yg Maha Raja, Maha tinggi...

sudah saatnya Nusantara kembali, apa perlu Tuhan turunkan bencana baru qt merasa saling berdampingan, apa perlu budaya qt dicuri dulu sebelum qt merasa murka dan memiliki itu?

karena sejak Maha Patih Gajah Mada(Majapahit) menghujamkan keris kelangit lalu bersumpah untuk menyatukan bumi Nusantara, maka tidak akan terpisah jika qt kembali berkaca...

Andreas Harsono, tolonglah, jangan bwat topik panas yang memang sudah selesai, kalau berpendapat silahkan saja, tapi lihat dari berbagi sudut pandang, dari sudut pandang pembaca & sudut pandang anda... terima kasih untuk kerjasamanya...

Unknown said...

apa saja yang ada di Kalimanatan Barat semua jadi persoalan.baik masalh kesuakuan maupun masalah sosial ..kesukuannya mudah dan suka berbuat keonaran jika sukunya diejek.
selanjutnya masalh kemiskinan apalagi.diamana-mana yang ada pengemis dan pengamen.bagaimana ja pemerintah kite ni

Musafir Muda said...

Sebagai pembaca awam, saya merasa terganggu dengan logika dalam kalimat "Akar kekerasan di Kalimantan Barat adalah pembantaian kurang lebih 3,000 orang Tionghoa pada 1967. Kekerasan berbuah kekerasan." Sepertinya terjadi contradictio in terminis-- akar kekerasan adalah kekerasan itu sendiri. Bagi saya, ini bukan jawaban dan bukan ujung dari analisis sebuah persoalan yang terangkum dalam kata "akar." Pertanyaan bodonnya lalu "Apa yang menjadi akar kekerasan dari pembantaian kurang lebih 3.000 orang Tionghoa pada 1967 itu?" Pertanyaan baru ini pertanda gamblang bahwa akar kekerasannya bukan seperti yang tertulis di sana. Dari sisi Logika, pernyataan dalam seruan di atas kurang logis. Dan bisa berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan yang baru. Sepertinya perlu analisis yang lebih mendalam lagi plus komprehensif sehingga benar-benar bisa menarik akar persoalan sesungguhnya dan bukan "akar-akaran."

Nang said...

Peace !!, tidaklah banyak yang bisa dikata, Tulisan itu sangat menunjukan penulis yang sangat tidak cerdas, bodoh, tolol, kurang ajar, bangsat dan sakit jiwa, memanfaatkan celah kecil untuk sebuah popularitas yang tidak populer tanpa melihat dampaknya. seandainya anda "penulis termaksud" membaca komentar saya bisa saya katakan kepada anda bahwa anda MANUSIA YANG PALING TIDAK BERGUNA dimata sesama manusia dan dimataNYA, semoga anda masuk Neraka jahanam !!!, untuk semua saudaraku setanah air tunjukan kalau manusia Indonesia adalah manusia yang sangat CINTA DAMAI.

Unknown said...

di mana bumi di pijak, di situ langit dijunjung. jangankan suku lain saya suku dayak ma'anyan kalteng juga begitu. kalo mau ke suku yg lain juga ada aturannya, jgn tradisi wilayah asal menutupi tradisi warga setempat. saya sangat mendukung keputusan semua suku dayak di kalbar.Semoga Persatuan orang dayak seluruh kalimantan sekakin erat.

Pratiwi cristin harnita said...

halow....saya ingin bertanya, apakah anda orang Dayak?tulisan yang anda buat ini cukup kritis dan menggelitik hati saya. Saya orang kalteng dan saya pun jadi saksi sejarah bagaimana keadaan benar2 terjadi. Yang orang luar tahu, hal tersebut terjadi hanya semata-mata karena persinggungan etnisitas antar masyarakat atau hanya sekedar kecemburuan sosial. padahal dibalik itu ada muatan politis yang memang sudah direncanakan oleh beberapa pihak tertentu. Masyarakat Dayak punya bukti kuat yang telah di setujui oleh Presiden , dan berbagai elemen masyarakat dan di sebut "Buku merah." Perlu diketahui, masyarakat Dayak dikenal sebagai masyarakat yang ramah, dan demokratis. Kami punya perjanjian Tumbang Anoi yg berumur ratusan tahun, dimana kami amat menghargai perdamaian dan menghentikan tindakan kekerasan antar suku. Tapi ketika harga diri suku kami (Dayak-seluruh kalimantan) tidak dihargai dan di tanah kamipun kami di tindas, sungguh wajar kami pun membeli harga diri. Penindasan yg dilakukan kepada suku Dayak telah berlangsung puluhan tahun, dan kami tidak pernah mem-blow up itu ke media. segala kekerasan yg terjadi diselesaikan secara kekeluargaan. tapi ternyata kami pun punya batas kesabaran ketika tanah kami terang2an di jajah secara terencana (mereka ternyata sudah mempersiapkan pasukan khusus-menurut kesaksian dari orang "mereka" sendiri. di depan mata saya, nenek saya di tendang hanya karena dia menghalangi jalan becaknya di pasar yg sempit. masih teringat di kepala saya ketika cacian dan makian mereka terhadap kami. masih teringat pula ketika acungan clurit sebagai ancaman pada ayah saya, ketika tanah milik ayah saya diramapas. sudah tentu kami marah. tante teman saya pada waktu hari pertama mereka memasang slogan2 penghinaan, dengan sengaja dibunuh dan dan diperkosa.(kebetulan anak tetua adat). bisa bayangkan hati kami?terlebih nenek moyang kami amat sangat marah. Pembantaian yg terjadi itu dilakukan oleh nenek moyang yang merasuki keturunan-keturunannya. ini bukan sekedar pembantaian sepihak, tapi kejadian tersebut adalah "perang." dan bukan Dayak yg memulainya. Dan perang pembelaan harkat dan martabat ini dilakukan bukan hanya oleh suku Dayak tapi banyak pula dari suku lain yg mungkin juga sakit hati seperti Jawa, Bugis, Makasar, dll. mari ktia belajar "dimana bumi di pijak disitu langit di junjung". dan kami orang Dayak sebenarnya amat berterima kasih pada beberapa rekan dari Madura yang amat baik dengan hati tulus membongkar niat buruk oknum tertentu yg walaupun pada akhirnya perang itu tetap terjadi. So, kawan, berhati-hatilah dalam mengkritisi masalah unik ini. Saya tidak marah, tapi beberapa rekan saya mungkin agak panas membaca tulisan anda. Salam hangat. dan teruslah menulis.

Dhia Naufa Aulizar said...

Kita Setuju Indonesia penuh perbedaan, dan memang berat kita adalah menjaga Perbedaan itu. Suku Dayak Adalah Suku yang menghargai perbedaan itu... apa yang terjadi selama ini bukan dari akibat sebuah pemahaman dari Konteks Kesukuan tp Bukti dari apa yang menjadi tanggung jawab mereka sebagai Suku Dayak dalam mempertahankan Hak dan Harga dirinya. pepatah besar yang selalu ingin ditanamkan bagi SUKU DAYAK adalah DImana KAKI berpijak Di situlah Langit Dijunjung, SUKU DAYAK bukan SEbuah SUkU yang suka pertikaian, suku dayak punya agama,punya hati..masa lalu adalah bagian dari perjalanan bagaimana menghargai perbedaan. I LUV U FULL DAYAK

Ikatan Pemuda Dayak Kabupaten Melawi said...

Kemana anda saat diundang dalam silahturahmi di KAPOLDA KALBAR. Apa anda menghindar... Anda sebenarnya orang mana sich!!!!
Satu pepatah yang perlu anda ketahui dari orang DAYAK.
" Kami orang dayak diusik dikota kami lari kedesa, DIganggu didesa kami lari kehutan, diganggu dhutan kami lari kebukit, didesak dibukit kami lari kejurang, dijurang kami masih diganggu, jangan salahkan kami melawan"

Semoga TUHAN memberkatimu.

Anonymous said...

saya senang membaca tulisan anda bung.tapi jujur sebagai orang dayak kami tidak akan terima jika adat-istiadat dan simbol-simbol kebesaran kami diinjak-injak karena kami (masy dayak) sejak dilahirkan sudah diajarkan bagaimana menjaga dan melestarikan budaya, makanya kalau anda melihat kehidupan sosial kemasyarakatan orang dayak anda pasti salut karena kami tidak gila harta atau terlalu mengejar kekayaan duniawi. Tuhan kami satu Keadilan dan kebenaran sebelum kami mengenal Agama Katolik, Kristen, Islam dls.

Perlu kami tegaskan kami ini manusia bisa marah dan memaafkan siapa saja jika hal tersebut masih bisa ditoleransi dan rata rata dari kami masy dayak memiliki sikap pemaaf dan rendah hati jadi kalau ada persoalan sampai membuat kami marah / brontak karena masalahnya sudah tidak bisa ditoleransi.

Bicara hukum, bukannya kami tidak percaya, karena banyak diantara kami (masya dayak) mengerti hukum baik hk nasional maupun hk adat. Tidak sedikit dari masy kami yg mempunya gelar sarjana hukum. Yang membuat kami kecewa hukum di negeri ini sudah tidak bisa diandalkan untuk mencari keadilan satu-satunya hk yang masih bisa menjamin rasa adil bagi kami adalah hukum adat kami.

Kalau anda mau belajar tentang kehidupan sosial masy dayak datanglah pada tokoh-tokoh dayak di kampung kampung atau desa-desa. Anda akan tahu betapa baiknya kami dan betapa kami sangat menghormati perbedaan. Contoh kasus : orang jawa datang ke kalimantan sebagai perantau dan kami tidak pernah bermusuhan dengan mereka karena orang jawa tahu adat-istiadat dan menghormati kami, begitu juga kami sementara sama orang madura mereka melecehkan adat dan kebudayaan kami.

Intinya " Jangan sok jagoan dengan dan menghina hina masy dayak meskipun jumlah kami kecil karena bagi kami mati terhormat membela kebenaran dan mempertahankan adat istiadat lebih penting dari pada menjadi penjilat di negeri ini.

Perlu anda sadari kami ini berangkat dari suku "PENGANYAU" ATAU PEMOTONG KEPALA, tapi kami bisa berubah karena kami tahu itu tidak baik oleh sebab itu jangan bangkitkan amarah kami. Kami bisa mati terkena pedang, senjata dan lainnya sama dengan suku lain tapi kami punya nenek moyang yang pasti melindungi kami dan anda tidak akan paham itu.

Saya horamati Tulisan ANDA sebagai wartawan tapi mohon untuk tidak membuat Masy dayak yang lain MARAH hanya karena berita anda tidak transpran, kalu mau menyajikan berita sajikan seakurat mungkin, jangan asal saji ibarat masak mie ayam aja, terima kasih.

Salam.

Anonymous said...

saya senang membaca tulisan anda bung.tapi jujur sebagai orang dayak kami tidak akan terima jika adat-istiadat dan simbol-simbol kebesaran kami diinjak-injak karena kami (masy dayak) sejak dilahirkan sudah diajarkan bagaimana menjaga dan melestarikan budaya, makanya kalau anda melihat kehidupan sosial kemasyarakatan orang dayak anda pasti salut karena kami tidak gila harta atau terlalu mengejar kekayaan duniawi. Tuhan kami satu Keadilan dan kebenaran sebelum kami mengenal Agama Katolik, Kristen, Islam dls.

Perlu kami tegaskan kami ini manusia bisa marah dan memaafkan siapa saja jika hal tersebut masih bisa ditoleransi dan rata rata dari kami masy dayak memiliki sikap pemaaf dan rendah hati jadi kalau ada persoalan sampai membuat kami marah / brontak karena masalahnya sudah tidak bisa ditoleransi.

Bicara hukum, bukannya kami tidak percaya, karena banyak diantara kami (masya dayak) mengerti hukum baik hk nasional maupun hk adat. Tidak sedikit dari masy kami yg mempunya gelar sarjana hukum. Yang membuat kami kecewa hukum di negeri ini sudah tidak bisa diandalkan untuk mencari keadilan satu-satunya hk yang masih bisa menjamin rasa adil bagi kami adalah hukum adat kami.

Kalau anda mau belajar tentang kehidupan sosial masy dayak datanglah pada tokoh-tokoh dayak di kampung kampung atau desa-desa. Anda akan tahu betapa baiknya kami dan betapa kami sangat menghormati perbedaan. Contoh kasus : orang jawa datang ke kalimantan sebagai perantau dan kami tidak pernah bermusuhan dengan mereka karena orang jawa tahu adat-istiadat dan menghormati kami, begitu juga kami sementara sama orang madura mereka melecehkan adat dan kebudayaan kami.

Intinya " Jangan sok jagoan dengan dan menghina hina masy dayak meskipun jumlah kami kecil karena bagi kami mati terhormat membela kebenaran dan mempertahankan adat istiadat lebih penting dari pada menjadi penjilat di negeri ini.

Perlu anda sadari kami ini berangkat dari suku "PENGANYAU" ATAU PEMOTONG KEPALA, tapi kami bisa berubah karena kami tahu itu tidak baik oleh sebab itu jangan bangkitkan amarah kami. Kami bisa mati terkena pedang, senjata dan lainnya sama dengan suku lain tapi kami punya nenek moyang yang pasti melindungi kami dan anda tidak akan paham itu.

Saya horamati Tulisan ANDA sebagai wartawan tapi mohon untuk tidak membuat Masy dayak yang lain MARAH hanya karena berita anda tidak transpran, kalu mau menyajikan berita sajikan seakurat mungkin, jangan asal saji ibarat masak mie ayam aja, terima kasih.

Salam.

Anonymous said...

kalo anda sering nonton berita di TV semacam buser, berita siang dan sebagainya. saya rasa jika anda menggunakan Logika sekelas intan maka anda akan sadar dengan pendapat anda seperti dalam tulisan anda tersebut. anda lihat sendiri betapa mayoritas kekerasan di indonesia ini d sering dilakukan oleh orang non Dayak tiap hari Jawa timur yang notabene dari asal orang-orang Madura pasti tidak pernah alpa masuk dalam berita, karena apa karena memang gen-gen jahat tersebut memang men-daging dalam diri mereka, demikian juga dengan orang Bugis...selalu ada aja tindakan kekerasan di sulsel sana yang terjadi. Butakah mata anda dengan kesemuanan itu?asal anda tahu saja. kenapa budaya adiluhung madura yang disebut kekerasan itu harus di adopsi akhir-akhir ini oleh orang non madura termasuk mungkin oleh orang Dayak. karena ulah pendatang sendiri yang sok jagoan.....dan ulah pemerintah sendiri yang yang yang selama ini hanya mementingkan warga mayoritas saja. berpikir lah dengan yang jernih! jangan sok idiot dengan memakai logika sekelas Tahi'.......

wisatadinegeriindah said...

Suasana Kalimantan Barat sudah aman dan tenang selama ini seharusnya kondisi yang sudah baik seperti ini janganlah dibuat seakan akan tidak baik lagi. Kalau tidak tau secara spesifik dengan kondisi nyata Kalimantan Barat jangan banyak omong lah, terlebih lagi yang memberi komentar entah iya entah tidak berasal dari Kalimantan Barat orang yang mengaku intelektual jangan cuma pintar jadi provokator, ingat akan dituntut pertanggungjawabannya oleh TUHAN

Unknown said...

Kalimantan sekarang Sangat Aman.
Jangan Disulut dengan Api.
Kebetulan saya adalah hasil perkawinan kedua orang tua yang berbeda suku.Begitu juga dengan keluarga -keluarga saya lain.(Pancasila)
Saya juga pernah merasakan/melihat perbuatan negatif etnik lain.
Kita Orang Kalimantan lebih baik fokus pada kemajuan Kalimantan.
Hidup Kal-Bar.....
Merdeka.......

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
iwandjola said...

Saya Dayak.Tapi terlepas dari Dayak atau bukan, ini masalah menarik. Saya sepakat dengan niat untuk "membicarakan" tabu,..atau membiasakan masyarakat kita "berdialog" demi perbaikan dan daya terima terhadap perbedaan itu.Semakin sering perbedaan dan akar konflik dibicarakan, ia akan menjadi biasa di dengar, dan potensi konfliknya perlahan akan mereda. Saya sepakat Pontianak sudah tenang, tapi apakah tak ada api dalam sekam? yang terasa kok begitu,suatu saat dapat saja membara. Salah satunya karena masyarakat tak terbiasa mendialogkannya, tak terbiasa berbenturan dengan elegan.Sedikit ada masalah langsung menyebut diri "saya orang ini" atau "saya orang itu".Lalu permasalahan yang pribadi meluas menjadi kolektif.

Berkaitan dengan apa yang dimotori Bang Andreas. Baik saja, itu seruan yang berguna untuk melihat kembali akar permasalahan. Namun memang harus lebih berhati-hati. Ada yang mempersoalkan Lambang Enggang diatas Tengkorak, itu memamng kurang nyaman dilihat bagi orang Dayak, mungkin? Mengapa tidak menggunakan yang lebih netral, Tokek misalnya,..hehehe....

Saya Mengenal Bang Andreas (walau tidak akrab dan lama), namun dari masa yang singkat itu saya sedikit bisa menyimpulkan tidak ada niat jahat dibalik seruan tersebut.

Kalimantan Barat memang perlu generasi yang mau mengakui perbedaan dan menghormati perbedaan itu.Bukan hanya KalBar, Indonesia. Mengutip Afrizal Malna : Indonesia adalah subuah diskusi politik dan budaya yang belum selesai. Untuk itu mari kita lanjutkan baik-baik,..salam. Iwan Djola di Yogyakarta.

Unknown said...

i love Dayak....aku bangga jadi orang dayak,jangan sakati dayak lagi....!!!!

kacamatabening said...

Hmmmm..comments yang emosional tapi tak mengapa ,penjelasan toh diperlukan meski dengan caci maki sekalipun.Dan menangkap makna sebuah tulisan pun gagal,karena ketidak telitian....sayang sekali.

zuzuku said...

FILOSOFI DAYAK YANG SANGAT KU KAGUMI..KURANG APA LAH..

“ Ketika hidup ditepi sungai kami diganggu dan dipaksa untuk bayar pajak dan hak-hak lainnya dirampas, maka kami akan pindah ke daratan ( baca: pedalaman ), jika didaratan kami diganggu lagi, maka kami akan pindah ke bukit-bukit, jika dibukit kami diganggu, maka kami akan tinggal ke gunung-gunung, jika digunung kami diganggu, maka kami akan hidup ketepi jurang, tetapi bila ditepi jurang kami tetap diganggu maka kami akan melawan sampai titik darah penghabisan”.
( Singa Djumin, Kepala Adat Kaca’ )

zuzuku said...

FILOSOFI DAYAK YANG SANGAT KU KAGUMI..KURANG APA LAH..

“ Ketika hidup ditepi sungai kami diganggu dan dipaksa untuk bayar pajak dan hak-hak lainnya dirampas, maka kami akan pindah ke daratan ( baca: pedalaman ), jika didaratan kami diganggu lagi, maka kami akan pindah ke bukit-bukit, jika dibukit kami diganggu, maka kami akan tinggal ke gunung-gunung, jika digunung kami diganggu, maka kami akan hidup ketepi jurang, tetapi bila ditepi jurang kami tetap diganggu maka kami akan melawan sampai titik darah penghabisan”.
( Singa Djumin, Kepala Adat Kaca’ )