Monday, April 05, 2021

Belajar Kopi dari Rumah Alam Bahagia

Kurniawati Hong dari Rumah Alam Bahagia, Jakarta, mendidik saya soal kopi hari ini. Hong seorang Q Grader –penguji kopi dengan sertifikat internasional dari Coffee Quality Institute, California. 

Mulai dari penanaman, pengolahan sampai penyeduhan, Hong bilang produk kopi sekitar 60 persen tergantung dari pekerjaan di hulu, 30 persen dari sanggrai (roasting), dan 10 persen dari penyeduhan. Konsumen kebanyakan lihat proses penyeduhan di kedai kopi. Pertanian dan pengolahan jauh lebih besar pengaruhnya.

Agar kesegaran kopi terjaga, kedai kopi biasanya beli green bean (kacang hijau) serta disanggrai dan digiling di kedai. Kopi bubuk membuat aroma berkurang. 

Di Indonesia, penggemar kopi usia muda lebih suka aroma buah-buahan yang tak disanggrai gelap (dark roasting). 

“Bubuk kurang fresh,” katanya. 

Saya datang ke tempatnya untuk bawa contoh bubuk kopi dari petani dari Bener Meriah, Aceh. Kopi Gayo tentu. Hong menyeduhnya. Hong juga kasih contoh dua kopi lain. Semua disajikan kopi murni, tanpa gula, tanpa susu, tanpa campuran lain. 

Total saya minum tiga gelas kecil kopi dari tiga sumber yang berbeda termasuk kopi kiriman dari Gayo. Dua kopi lain dari perkebunan kopi yang dibantu Rumah Alam Bahagia. Salah satunya aroma fruity ... macam nangka. Hong bilang penting untuk bisa menikmati kopi tanpa terganggu dengan rasa pahit karena sanggrai terlalu hangus. 

Saya sendiri dikenalkan dengan Kurniawati oleh Tosca Santoso dari perkebunan kopi Sarongge. Santoso dulu wartawan majalah Forum Keadilan dan ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen pada 1994. Dia mendirikan Kantor Berita Radio, juga ikut bikin Partai Amanat Nasional, lantas pensiun dan mendampingi para petani di Sarongge serta menulis novel "Sarongge." 

Senang juga belajar soal kopi. Rumah Alam Bahagia sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan etika serta pelestarian lingkungan hidup. Mereka promosi makanan nabati saja atau vegetarian. 

Buku dan Laporan


Diskusi buku "Agama" Saya Adalah Jurnalisme bersama Janet Steele di Ubud, Bali, 2017.

Saya menerbitkan antologi –Jurnalisme Sastrawi (2005) bersama Budi Setiyono dan “Agama” Saya Adalah Jurnalisme (2011)—serta beberapa laporan soal hak asasi manusia termasuk Prosecuting Political Aspiration: Indonesia’s Political Prisoners serta In Religion’s Name: Abuses Against Religious Minorities in Indonesia. Minat saya berputar soal dua tema tersebut: jurnalisme dan hak asasi manusia. Pada 2019, saya menerbitkan buku Race, Islam and Power. Saya taruh berbagai naskah, laporan dan buku pada halaman ini. Baik bahasa Indonesia maupun Inggris. 


Laporan dua bahasa, berjudul 'Aku Ingin Lari Jauh’: Ketidakadilan Aturan Berpakaian bagi Perempuan di Indonesia, mendokumentasikan bagaimana berbagai peraturan pemerintah mewajibkan anak perempuan dan perempuan untuk mengenakan jilbab, busana Muslim yang menutupi kepala, leher, dan dada. Ia juga dilengkapi dengan video dalam bahasa Inggris dan Indonesia.

Ia menerangkan sejarah bermacam  peraturan wajib jilbab dan bagaimana perundungan yang terjadi secara luas untuk berjilbab telah menyebabkan tekanan psikologis pada perempuan dan anak perempuan. Anak yang tidak patuh dengan jilbab dipaksa keluar sekolah atau mengundurkan diri di bawah tekanan, sementara pegawai negeri kehilangan pekerjaan mereka atau mengundurkan diri untuk menghindari tuntutan terus-menerus memakai jilbab.

Race, Islam and Power (2019)

Buku ini adalah sebuah kisah perjalanan dari Pulau Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote serta Ndana, pulau kecil dan kosong, selatan Rote, berbatasan dengan Australia. Ia digabung dengan berbagai bacaan soal kekerasan etnik dan agama di Indonesia sesudah kejatuhan Presiden Suharto pada Mei 1998.

Perjalanan tersebut makan waktu lima tahun, antara 2003 dan 2008, lebih dari 70 lokasi, dilanjutkan dengan berbagai riset soal hukum internasional di bidang hak asasi manusia plus berbagai perundingan dengan penerbit buku. Total makan waktu 15 tahun.

Duncan Graham: ‘Race, Islam and Power’ A troubling tour through a pained land
David Robie: Indonesia’s political system has ‘failed’ its minorities – like West Papuans
Human Rights Watch: New Book on Ethnic, Religious Violence
"Race, Islam and Power" Book Commendations
Gunung Salak: Tempat Menyelesaikan Buku
Monash University Publishing: Race, Islam and Power
Sesudah 15 tahun, akhirnya buku terbit
More than 70 places for book reporting

In Religion’s Name: Abuses Against Religious Minorities in Indonesia (2013)

Human Rights Watch menerbitkan laporan soal diskriminasi agama pada Februari 2013 dengan sebuah video dan siaran pers yang merangkum isinya. Ini salah satu karya saya yang paling banyak menghasilkan esai turunan maupun wawancara di berbagai media.

The Jakarta Post: Discrimination holds back religious minority children
Carnegie Council: "Religious Harmony" Regulations Creating Dissonance in Indonesia
The Guardian: Indonesia's courts have opened the door to fear and religious extremism
PBS: Indonesian province turns up Sharia law after devastating tsunami
New Mandala: Undoing Yudhoyono’s Sectarian Legacy
New York Times: Indonesia Is No Model for Muslim Democracy
Jakarta Globe: Sufi Muslims Feel the Heat of Indonesia’s Rising Intolerance

"Agama" Saya Adalah Jurnalisme (2011)

Antologi ini diluncurkan di Pekanbaru pada 6 Februari 2011. Ia diadakan oleh lembaga pers mahasiswa Bahana Mahasiswa dari Universitas Riau. Judulnya berasal dari sebuah wawancara radio. Ia terdiri dari empat bagian: laku wartawan (termasuk elemen dan etika jurnalisme); penulisan; dinamika ruang redaksi; serta peliputan termasuk dan teknik wawancara.

Bagaimana memesan buku "Agama" Saya Adalah Jurnalisme?
Peluncuran Antologi di Pekanbaru
Kaos 'Agama' Saya Adalah Jurnalisme dari Pekanbaru

Prosecuting Political Aspiration: Indonesia’s Political Prisoners (2010)

Ia sebuah laporan Human Rights Watch setebal 60 halaman soal tahanan politik Indonesia di Papua dan Maluku. Jumlahnya sekitar 110 orang termasuk 68 orang yang ditangkap karena menari cakalele dan membentangkan bendera Republik Maluku Selatan pada 2007 di Ambon. Tahanan politik adalah orang yang ditahan secara semena-mena karena kegiatan politik mereka secara damai, tanpa kekerasan. Ia membuat saya kenal banyak tahanan politik termasuk Filep Karma dari Papua.

Press Release: Stop Prosecuting Peaceful Political Expression
Belajar dari Filep Karma
Rolling Stone: Perjuangan Seorang Pegawai Negeri Papua
A Former Political Prisoner’s Fragile Freedom in Indonesia
Filep Karma: Seakan Kitorang Setengah Binatang: Rasialisme Indonesia di Tanah Papua

Jurnalisme Sastrawi (2005)

Buku "Jurnalisme Sastrawi" setebal 320 halaman ini bisa dibaca semua dalam blog saya. Ia terdiri dari kata pengantar "Ibarat Kawan Lama Datang Bercerita" serta delapan naskah karya kawan-kawan kami.

Budi Setiyono dan saya memilih dan menyunting semua karya dalam buku ini. Ia terbit mulanya pada 2005. Ia memberi sembilan pertimbangan bila seseorang hendak menulis karya panjang. Analisis dalam namun isinya memikat. Slogannya, panjang, dalam dan terasa.

Liputan Panjang

Ada beberapa laporan panjang soal media dan hak asasi manusia, kebanyakan terbit di majalah Pantau.

Kecepatan, Ketepatan dan Perdebatan
Liputan bersama soal hari-hari terakhir Presiden Gus Dur di Istana Merdeka (September 2001).

Sembilan Elemen Jurnalisme
Resensi buku The Elements of Journalism karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (Desember 2001).

Dewa dari Leuwinanggung
Bagaimana penyanyi Iwan Fals bangkit dari keresahannya sesudah kematian putranya Galang Rambu Anarki (Oktober 2002).

Kebangsaan Indonesia dan kebangsaan Aceh dalam peperangan di ujung Pulau Sumatra (Desember 2003)

Bagaimana perusahaan air minum Jakarta diswastakan Presiden Suharto pada 1997-1998? (Mei 2004)

Former Indonesian president’s foundation served as conduit for push to overturn ban on military cooperation (September 2006)

Hoakiao dari Jember
Wajah seorang Tionghoa kelahiran Pulau Jawa pada zaman Presiden Soeharto (Januari 2007).

Ketegangan antara etnik Dayak dan Melayu mengorbankan orang Madura dan Tionghoa (Juli 2008)

Ahmadiyah, Rechtstaat dan Hak Asasi Manusia
Bagaimana melihat pelanggaran hak-hak asasi warga Ahmadiyah di Pulau Lombok dalam negara Indonesia? (Februari 2010)

Sunda Wiwitan, sebuah agama leluhur, mengalami diskriminasi, intimidasi, dan kekerasan sejak 1954 (Desember 2020)


Thursday, April 01, 2021

Book Sale


“Ini sebuah buku yang lama saya bayangkan untuk melihat Indonesia, separuh reportase jurnalistik, separuh penjelajahan atas berbagai literatur, dan keduanya dijalin dengan narasi layaknya sebuah catatan perjalanan. Ini memungkinkan Andreas untuk menengok ruang-ruang sempit yang mungkin sering terabaikan, seperti bicara dengan peziarah di makam Soekarno, atau dengan saudari tiri pemimpin kharismatik Aceh. Cara seperti ini juga membuatnya leluasa untuk masuk ke konflik-konflik besar, semacam revolusi kemerdekaan maupun tragedi 65, tapi juga problem-problem sektarian lokal yang terjadi di mana-mana. Sebuah kesaksian luar biasa mengenai saling-sengkarutnya peta kekuasaan yang berkelindan dengan sentimen ras dan agama.”

Eka Kurniawan, novelis, Cantik Itu Luka dan Lelaki Harimau



KHUSUS pembeli di Indonesia, Monash University Publishing memberi rabat untuk buku Race, Islam and Power: Ethnic and Religious Violence in Post-Suharto Indonesia seharga Rp 550,000 (termasuk ongkos kirim di seluruh Indonesia).

Transfer Bank Central Asia nomor 5800159930. Kirimkan bukti transfer kepada Ruth Ogetay: +62-813-8393-4913

Andreas Harsono akan menandatangani buku yang dibeli lewat blog ini. Mohon kirim nama lengkap termasuk nomor telepon. Ruth Ogetay akan kirim lewat ekspedisi atau pos atau tergantung lokasi. Biasanya paling lama tiga hari sampai di Pulau Jawa. Luar Jawa perlu sedikit hari lagi.


Resensi

Podcast Ubud Writers' and Readers' Festival featuring Janet Steele and Andreas Harsono
Andreas Harsono has covered Indonesia for Human Rights Watch since 2008. His new book Race, Islam and Power: Ethnic and Religious Violence in Post-Suharto Indonesia is the result of his 15-year project to document how race and religion have become increasingly prevalent in the nation’s politics.

South East Asia Research: Race, Islam and Power

South China Morning Post:
Is Indonesian democracy doomed to repeat a cycle of violence?

The Jakarta Post: ‘Race, Islam and Power’ A troubling tour through a pained land

Asia Pacific Report: Indonesia’s political system has ‘failed’ its minorities – like West Papuans

Human Rights Watch: New Book on Ethnic, Religious Violence

Video Sydney Southeast Asia Centre: Race, Islam and Power