Sunday, August 28, 2011

Self-Censorship SCTV terhadap Film Hanung Bramantyo


Ezki Suyanto, anggota Komisi Penyiaran Indonesia, menerangkan proses SCTV memutuskan tidak menyiarkan film “?” karya Hanung Bramantyo, sesuai schedule, pada Senin, 29 Agustus 2011. Ezki menerangkan proses tersebut sesuai dengan komunikasinya dengan manajemen SCTV maupun Front Pembela Islam minggu ini. Dia menjelaskan alasan SCTV lewat Twitter pada Sabtu malam 27 Agustus.

Saya kira penting untuk merekam penjelasan Ezki. Ia adalah bukti SCTV lakukan self-censorship. Film Hanung Bramantyo sebuah karya menantang untuk ditonton khalayak Indonesia karena Bramantyo berusaha menerangkan persoalan dan tantangan pluralisme di Indonesia. Boleh setuju boleh tidak terhadap film tersebut. Pluralisme ini belakangan terancam karena meningkatnya kampanye intoleransi dari beberapa organisasi Muslim, termasuk FPI, yang menekan SCTV agar batal tayangkan film “?”.

Mereka beralasan film tersebut sudah dilarang oleh Majelis Ulama Indonesia. Film tersebut tidak layak ditonton oleh "umat Islam Indonesia." Ia juga dianggap "berlebihan" serta "melampaui batas" dalam menggambarkan orang Islam.

Detikcom melaporkan Habib Salim Alatas dari FPI Jakarta, dalam orasi di SCTV, mengatakan, "Film '?' menggambarkan umat islam itu bengis dan jahat. Ada adegan orang islam merusak restoran China, lalu pendeta ditusuk dan gereja dibom."

Secara hukum, film tersebut sudah lolos Lembaga Sensor Film, yang juga punya perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia, sehingga secara hukum, film tersebut boleh ditayangkan oleh televisi atau bioskop mana pun. Ezki menjelaskan aspek hukum film "?" dengan baik dalam twit dia.

Saya sendiri bersama beberapa kawan, termasuk Bimo Nugroho, Erwin Arnada, Hamzah Sahal, Hanung Bramantyo, Imam Shofwan serta beberapa kawan lain, total 16 orang, menemui SCTV Sabtu malam. Kami bertemu di Lantai 19 SCTV Tower dimana beberapa jam sebelumnya delegasi Front Pembela Islam ditemui SCTV. Kami minta SCTV tetap tayangkan film tersebut. Ini adalah prinsip hak asasi manusia. Ia adalah ruang kebebasan seniman berkarya. Orang boleh tidak setuju dengan film Bramantyo namun minta sensor persoalan lain. Namun nasi sudah menjadi bubur. SCTV sudah putuskan tak tayangkan "?".

Sabtu malam, Ezki Suyanto sebenarnya juga berada di Senayan City –mall lokasi SCTV Tower—namun dia tak mau bergabung dengan rombongan kami. Twit ini dilakukan @EzkiSuyanto untuk menjelaskan mengapa dia tak mau bergabung. Dia mengalamatkan penjelasan tersebut kepada Erwin Arnada (pemimpin redaksi majalah Playboy Indonesia), Hanung Bramantyo (sutradara film) dan saya, sebagai berikut:

Ezki Suyanto
@ezkisuyanto ÜT: -6.205459,106.866361
Commissioner of Indonesia Broadcasting Commission (KPI)and Board of The Alliance of Independent Journalist (AJI)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono saya tweet alasan saya tidak hadir dlm pertemuan dgn teman2 di lantai 19 tadi jam 19 (1)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono saya mdptkan BBM dr dir program mengenai ancaman FPI,Kamis,jam 21.00,saya sdg bukber (2)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono lalu saya janjian utk bahas masalah tsb dgn programing,kami bertemu di menteng jam 23 (3)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono saat bertemu sdh saya terangkan bhw tdk ada prosedur yg dilanggar SCTV,semua clear (4)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono saya sdh katakan tdk usah takut justru hrs mengajarkan FPI soal regulasi (5)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono FPI hrs mengajukan keberatan kpd LSF dan kl sdh tayang kpd KPI.Jgn buka ruang mengalah (6)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono saat itu diskusi dgn direksi lwt BBM,memang ada pro dan kontra diantara mereka (7)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono yg bertahan tetap minta diputar direktur programming sdgkan sisanya "takut" (8)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono saat bersamaan diinfokan SCTV mau ke Riziek,Jumat pagi.saya katakan utk tdk datang (9)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono internal pro dan kontra kembali soal ini slh satu pertimbangannya pemilik minoritas (10)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono diskusi sampai jam 2.30 diakhiri dgn permintan saya utk tdk mundur dsn dukungan KPI (11)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono Jumat jam 11 SCTV datang keKPI urusan sanksi Islam KTP.Bersamaan resmi KPI dukung SCTV (12)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono yg mengatakan SCTV hrs tetap tayang film? Saya,Bang Iwan danMbak Nina,mewakili KPI (13)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono Sabtu pagi saya dihub salah satu bag program yg nengatakan SCTV tdk akan menayangkan film?

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono saya coba hub Pak Fofo tdk berhasil.saya bhsl hub direksi yg menyatakan blm tahu bgmn (14)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono sabtu jam 16 saya smp ke lt 19 kita sepakat utk buying time,koord dgn BOD dan iklan (16)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono jam 17.15 FPI datang minta utk tdk tayang dan dijwb oleh SCTV TDK TAYANG (17)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono terus terang saya syok dan marah,pertemuannya hny 20 mnt tanpa ada perlawanan (19)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono saya lgs berdiri n keluar.Damage has been done.saya ditelp 5 kali utk dtg tp saya tolak (20)

@erwinarnada @Hanungbramantyo @andreasharsono so, SCTV hrs komit tdk menayangkan film? Ini pendapat saya,damage has been done. .salam

@andreasharsono @erwinarnada @Hanungbramantyo ada yg lupa sejak Kamis malam saya hub Munarman baru berhsl Jumat siang

@andreasharsono @erwinarnada @Hanungbramantyo saya sampaikan tdk ada yg salah dgn penayangan film?dijwb soal akidah bla bla

@andreasharsono @erwinarnada @Hanungbramantyo saya blg shrsnya dijwb dgn bikin film lagi lalu Munarman tdk jwb lagi.


Update 28 Agustus 2011 23:00
MUI: Tak Ada Fatwa Haram Untuk Film ‘?'

http://nasional.vivanews.com/news/read/243743-mui--tak-ada-fatwa-haram-film----

Friday, August 26, 2011

Bias Wartawan terhadap Pluralisme


KEMARIN malam seorang rekan wartawan dari Aliansi Jurnalis Independen memberitahu saya agar baca mailing list ajisaja@yahoogroups.com. Ini list milik Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Dia bilang ada beberapa diskusi soal survei Yayasan Pantau tentang Indonesia, Islam dan jurnalisme.

Lewat Facebook, saya juga baca beberapa komentar. Tentu orang kaget, minimal bertanya-tanya, ketika beberapa media memberitakan bahwa cukup banyak wartawan Indonesia punya pandangan fundamentalisme (Islam). Mereka ingin Ahmadiyah dilarang (64.3 persen), setuju fatwa Majelis Ulama Indonesia haramkan pluralisme (63.5), setuju majalah Playboy dilarang (63), setuju poligami (20.3), setuju hukum cambuk (20.2), setuju hukum syariah (37.6) dsb.

Usul saya sebaiknya orang yang ingin tahu, bacalah paper tersebut lebih dulu. Sayang ajisaja@yahoogroups.com tak mengizinkan orang kirim attachment dengan memory besar.

Paper tersebut, "The Mission of Indonesian Journalism: Balancing Democracy, Development, and Islamic Values," diterbitkan oleh International Journal of Press/Politics. Ia ditulis oleh Lawrence Pintak, dosen Washington State University dan mantan koresponden CBS di Jakarta, serta Budi Setiyono, pemimpin redaksi Historia serta sekretaris Yayasan Pantau. Paper tsb setebal 25 halaman. Ada summary bisa dibaca di situs web Press/Politics. Isteri Pintak orang Jawa asal Solo. Mereka tentu sering berada di Jakarta.

Lewat Facebook, Satrio Arismunandar, anggota Aliansi Jurnalis Independen, bertanya kenapa survei pada Juli-September 2009, "Kok baru didiskusikan sekarang (2 tahun kemudian)?"

Survei ini sebenarnya terbit resmi pada Desember 2010. Layaknya jurnal ilmiah, ia terlambat terbit, baru praktis terbit Februari 2011. Saya pribadi baru melihat dan membacanya April 2011.

Jurnal ilmiah memang perlu waktu lama karena ada peer-review. Naskah ini direview atau dinilai oleh beberapa akademisi yang dianggap punya karya ilmiah dalam bidang yang ditawarkan oleh Pintak-Budiyono. Salah satu reviewer adalah sejarahwan Janet Steele dari George Washington University, yang menulis buku Wars' Within soal majalah Tempo. Reviewer biasanya tak diberitahukan kepada penulis. Saya tahu soal kesertaan Janet Steele karena Steele cerita pada saya Juli lalu.

Survei dilakukan oleh 32 surveyor pimpinan Imam Shofwan dari Pantau. Ia dilakukan di 16 provinsi (Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi). Responden semua dari media mainstream. Artinya, mereka dari media besar, baik cetak, televisi, dotcom maupun radio, yang mapan. Total responden 600 orang.

Kenapa baru didiskusikan bulan Agustus?

Sederhana sekali. Karena undangan dari AJI dan LBH Pers kepada Buset memang datang bulan Agustus. Buset berhalangan hadir (ada urusan pribadi), juga Imam Shofwan (urusan Lapindo), dan mereka mengusulkan saya untuk pengganti. Saya sebenarnya tak terlibat dalam survei namun mereka memandang saya cukup mengerti soal pekerjaan ini. Saya juga ketua Yayasan Pantau.

Paper ini baru akan diseminarkan bulan Oktober di Universitas Columbia, New York. Imam Shofwan akan berangkat ke New York.

Saya usul paper ini dibaca dulu agar diskusi berlangsung lebih dalam. Ini adalah survei pertama soal bias wartawan di Indonesia. Ia berguna untuk memahami perkembangan jurnalisme di Indonesia sejak pengunduran diri Presiden Soeharto pada Mei 1998. Terima kasih.

Monday, August 01, 2011

Bertemu Diana di Berlin


DIANA adalah dewi perburuan, dewi bulan maupun dewi yang melindungi kaum gadis dan ibu, dalam agama kuno Romawi. Dia dewi yang biasa disembayangi seorang ibu bila si ibu hendak melahirkan. Diana satu dari tiga dewi yang bernazar takkan menikah: Diana, Minerva dan Vesta. Jadi ingat Lady Diana juga. Anaknya, Williams, baru saja menikah dengan Kate Middleton.

©Andreas Harsono

Ketika bulan Juni berjalan di Berlin, aku menjumpai banyak patung Diana, termasuk satu karya di Museumsinsel. Ia karya patung Reinhold Felderhoff (1865-1919). Di kawasan museum ini entah ada berapa gambaran Diana. Aku berjalan bersama beberapa blogger dari Singapore, Minsk dan Tashkent.

Aku jadi ingat Sapariah, sedang hamil anak kami di Jakarta, memasuki bulan keempat. Aku ingat Diana, ingat Sapariah. Aku harap ibu dan anak selamat.

Aku jadi terkesima dengan gambaran dewi Diana. Dia suka berburu --selalu digambarkan memegang busur atau terkadang ditemani anjing.