Thursday, April 05, 2007

Hari terbirit sedunia

Indarwati Aminuddin Kendari

BAGAIMANA rasanya didesak dan harus menyelesaikan banyak hal dalam tenggat waktu yang pendek? Seperti ini rasanya:

Mual;
Tidak tahu harus kemana;
Banyak ketawa dan mengumpat untuk semua jenis teknologi yang ternyata tak memudahkan;
Menyumpah-nyumpah untuk menguasai semua teknologi.


Sejak pekan lalu Andreas sudah mengingatkan saya untuk mendaftar dalam program 17 th generation seminar di East West Center Hawaii. Tapi karena internet lelet, praktis tak bisa download form itu. Saya lalu melupakannya. Jadi tersentak ketika Andreas nelpon dan bilang, “Hai, saya sudah menyiapkan rekomendasi untuk kamu, Janet juga. Besok terakhir ya pendaftarannya”.
 
Kaget abis. Besoook? 4 April? Itu kan hari-hari sibuk, Yani mau merid (kan bukan saya, kok saya yang sibuk?), mmm laporan mau dikirim (loh kan sudah, kok masih dipikirin), mmm internet lelet (kan banyak warnet), mmm mau set up kantor (kan ada mas Harun, kok turun pangkat gini jadi office boy), mau ketemu dosen (ahh basi, udah lima tahun juga gak selesai-selesai), baiklah tak ada alasan untuk menunda.
 
Bangun pagi, duduk depan komputer, eh ternyata formnya belum ada. Telepon Eva, “Fax saja dunk ya?” Eva fax form, hasilnya miring-miring, tak bisa kebaca. Oke, berarti harus sabar nunggu depan internet untuk bisa download. Eh  berhasil, meski setelah dua jam (dan saya sudah melakukan banyak sekali aktivitas, makan, minum, memarahi Naning, membaca laporan, buat cerita pendek, sempat masuk toilet sekali dan sms-an sama dosen, bilang: Pak di luar sana banyak sarjana menganggur. Uuh sms gak mutu samasekali).
 
Download berhasil. Tapi tinta print  habis. Daripada pusing, buat langkah alternatif dulu. Nulis resume. Mau ngapain di seminar sana? Kutulis: Mau keluarnegeri. Karena memang tak pernah. Kata Kak Yaya, gak bakal lolos dengan kalimat jujur begitu. Kuganti: Bla..bla…bla. Hasilnya lumayan, saya kelihatan keren di atas kertas. Kelihatan bener-bener leader.

Kak Yaya pulang, sekarang mencari partner lain untuk melihat bahasa Inggris berantakan ini. Ada Amar, tapi lagi sibuk memantau adipura. Ada Kokoh, tapi mukanya jutek karena kurang tidur dan mau ke Buton, lagian kalo dengan dia akan lebih banyak saling menghinanya, berarti dia harus disingkirkan dari daftar. Berarti sisa satu orang: Darma. Orang yang dihindari. Akhirnya kami duduk di Papa Ron Pizza (beginilah kalo stupid, biayanya gede banget, pake acara makan segala).
 
Uuh lama, dia ngegosip.

"Saya hamil loh," (Biarin emang gue pikirin? Psst, cukup dalam hati saja, karena dia akan jadi dewa penolongku malam ini). Lalu, saya buka-buka kamus. Ajarin dia pegang laptop dulu. Mencet ini itu, Darma gak kuasai laptop. Tuhaaannn. Tapi akhirnya selesai juga, kami seperti anak SMA mau ujian, dengan suami Darma yang duduk depan kami tanpa senyum.

“Pesan makanan dulu,” tawar saya pada suami.

Dia menggeleng. Menguap.

“Mau minum?”

Menguap lagi. Uh pria membosankan. Kenapa ya ada perempuan yang mau juga terikat dengan pria gak bergairah dan menggairahkan begitu?
 
Akhirnya selesai. Tinggal ngirim lagi. Pas mau pulang, rencananya mau pake ojek, tapi pas ngeliat mobil Kak Sarthy, adviser gender kami lewat depan Papa Ron, saya langsung ngacir dengan taxi. Sebelumnya saya sempat sembunyi di belakang pintu Papa Ron saat dosen ekonomi masuk dengan keluarganya. Ciaat (sumpeehh, asli takut ketemu dosen. Kenapa ya? Karena mereeeekkaa peliiiiiiittt! Grkkhhhh!). 
 
Sekarang ke kantor, siap ngirim email ke Amrik. Alhasil, terkirim, cepat, gak sampai 2 menit. Tapi eeit, surat rekomendasi dari Wanci dan Jakarta belum masuk. Andreas lupa, dia jemput istrinya dulu. Mas Veda belum terima emailku (Lah sudah dikirim siang tadi, internet dimaki lagi).
 
Semua rekomendasi tiba pk 12 malam. Ampun, belum ada tandatangan mas Veda. Harus di scan. Aduh, gimana cara scannya? Karena perangkat ini terlalu canggih, begitu mau scan, semua komputer di tiga ruang harus dinyalain. Jadwal istirahat Mas Harun terganggu.
 
Oke tenang, tarik nafas. Buka start, cari program scan. Dapattt! Eh kok ada scanner and camera? Ini camera doang, scannya mana? Manaaannna? Baiklah, camera kupencet-pencet saja, hasilnya failled. Cari handphone cepaaat! Nah ini dia pertolongan pertama pada kepanikan. ANCU.
 
“Ancu, lagi dimana?” untung dia dalam jarak yang dekat dari kantor. Ancu mampir, scan berhasil dalam tempo 3 menit. Malam itu langsung praktikum menguasai scan. “Ancu, saya tak akan memanggil kamu lagi, gila, hanya karena scan jam 1 malam kamu datang.”
 
Malam itu semua sukses terkirim. Esti nelpon pake jasa pulsa gratis Mentari. “Halo kakak, kangen.” Kami lalu cerita sembarang, kuceritakan tentang kebegoan yang muncul sehari, kami lalu cerita tentang posisi keuangan (ini penting sebelum dia minjam duit lagi) dan tuuuutt, fasilitas gratis abis. Kukirim sms “dasar miskin”. Di balas “biareeen”.
 
Saya nelpon Andreas, orang yang menempati sudut hatiku (katanya 15 jam lagi baru tanggal 4 April di Amrik), hubungi Kokoh, orang yang di hatiku  (kamu kudu lolos), lalu Mas veda , orang yang benar-benar tulus mensupport, dia dapat tempat seperempat saja di hati, karena sudah ada Dewi (traktir duren dunk! katanya via email) .
 
Btw ada kosakata "honour" di rekomendasinya Veda, kukira dia nulis Horor untuk saya. Rekomendasinya kubaca empat kali, gak yakin apa bener saya yang dimaksud dalam rekomendasi itu. Kok cool abis seeh, hii..hii pengen kubawa tidur rekomendasi ini.  Kepada mereka saya bercerita tentang kegilaan sehari.

Malamnya tidur nyenyak. Bangun pagi,  langsung buka internet : di layar terpampang: UNDELIVERABLE, 17 th generation seminar-Indar. Duh engkang, tapi jangan mundur. Telepon Eva - Jakarta lagi. Oke, pake fax international usulnya. Ngga lagi-lagi error. Lalu kirim via email ke Eva, dia yang akan ngirim selanjutnya.
 
Lega. Kukirim sms pada beberapa orang: Lolos gak lolos, kejadian ini sudah bikin saya tertawa dan terbirit-birit seharian. Senang rasanya berjuang dengan kegembiraan ini. Biasanya orang berjuang kan tertekan, tapi tampaknya saya tak diberi bakat tertekan itu. Yah baiklah. Hidup memang harus gembira. Lagian, saya telah memulai sesuatu yang tak pernah saya mulai. Saya akan belajar banyak dari semua ini.

4 comments:

B-a-r-r-y said...

Ha-ha-ha... Sayang tidak ada adegan tidak sengaja menginjak kulit pisang di depan restoran (hanya dalam pikiran saya).

Yang saya kagumi, kok bisa ingat semua kejadiannya? Pasti saat itu lagi stress banget ya :)

Anonymous said...

andreas, kalo bisa blog ini hanya diisi tulisanmu aja. gak usah yg lain2 kayak ini. aq kurang suka lah krn gak matang. selera bahasanya gak ada apa2nya.

andreasharsono said...

Dengan hormat,

Indarwati Aminuddin memang menulis dengan gaya santai begini. Orangnya memang lucu, sembarangan, suka ngerjai orang. Aku kira cerita beginian menarik daripada isi blog ini hanya cerita-cerita, meminjam istilah Imam Shofwan, "tulisan gila" dari aku. Maksudnya, cerita serem dan serius-serius begitu. Indar orang baik, mau berkorban untuk kepentingan orang banyak, kini ia jadi koordinator media WWF di Kendari. Anyway cerita ini juga terkait dengan aku yang kasih ide agar ia melamar program di Hawaii itu.

Wiwid said...

Mas..

Ini belum termasuk sms-ku ke mbak Indar (sebagai representasi orang yang gampang tertipu dan menipu di Pantau) awal bulan ini tentang 'calon adik' Norm. Ha ha ha.
Indar sempat balas sms-ku dengan menanyakan "Ini april mop ya?". Aku gak menjawabnya. Aku yakin Indar jadi makin stress.