Monday, January 30, 2012

Seminggu Ditahan, Alexander An "Bertobat"


Posting Facebook berakhir dengan penahanan dan ancaman penjara karena ateisme.

Oleh Della Syahni


DHARMASRAYA
-- Alexander An, seorang calon pegawai negeri Kabupaten Dharmasraya, sesudah seminggu ditahan polisi dengan dugaan "penodaan agama," memutuskan "tinggalkan ateisme dan memeluk kembali Islam, menurut kedua orang tua dan polisi Dharmasraya.

Nur Aina, ibunda Alexander An, mengunjungi putranya sehari setelah ditahan. Menurut Nur Aina, Alexander "minta diislamkan" kembali.

“Udah, Mama jangan nangis. Aan ga apa-apa. Biar Aan tanggung ini semua. Mulai saat ini kemana pun Aan pergi, Aan akan tetap memeluk Islam sebagai agama yang diterima masyarakat luas. Sekarang Aan mau disyahadatkan lagi,” kata Nur Aina menirukan Aan saat wawancara dengan saya di ruang Kasubag Humas Polres Dharmasraya, Kamis (26/1).

Menurut Kasubag Humas Polres Dharmasraya, Aiptu Guzirwan, niat Alexander An takkan menghentikan proses hukum. “Alexander An saat ini sudah tersangka. Ibaratnya kasus pencurian meskipun barang curian telah dikembalikan namun tidak berarti menghapus pidananya. Kami akan tetap mengusut kasus ini. Biar pengadilan yang menentukan.”

Guzirwan mengatakan Alexander An bersama keluarga tengah tunggu ketua MUI Dharmasraya H. Aminullah Salam untuk memenuhi permintaan “disyahadatkan” kembali. Guzirwan menambahkan sejak dikunjungi ibunya, Aan menolak bertemu wartawan.

Penangkapan

Alexander An ditangkap Polsek Pulau Punjung pada 18 Januari 2012. Ia diduga melakukan tindak pidana "penodaan agama Islam" sesuai KUHP 156a, dengan pernyataan ateisme dalam account Facebook bernama "Alex Aan" dan group Facebook bernama "Ateis Minang.” Ancaman KUHP 156a adalah maksimal lima tahun penjara. Surat penahahan Aan diteken Kapolres Dharmasraya Ajun Kombes Chairul Aziz. Dia ditahan dari 19 Januari hingga 7 Februari 2012.

Menurut Guzirwan, penangkapan Alexander An berdasarkan laporan dua orang pengguna Facebook. Salah satunya Hendri, salah seorang "teman" Alex An. Pada Rabu, 18 Januari 2012, sekitar pukul 14.30, Hendri membaca Alex posting (dengan cara copy link) sebuah tulisan dan kartun Nabi Muhammad. Hendri geram membacanya.

Menurut Guzirwan, Hendri kemudian mendatangi ketua Pandham (Peduli Aset Dharmasraya Aman Makmur) bernama Mulyadi, lantas Mulyadi melaporkan hal tersebut kepada ketua Pemuda Nagari Pulau Punjung Os Chandra. Bersama Os, Hendri, dan beberapa warga lain, Mulyadi menuju lokasi tempat Aan online: kantor Bappeda Kab. Dharmasraya.

Guzirwan mengatakan, Mulyadi dan Aan terlibat perdebatan tentang tulisan dan posting Facebook. Aan seorang admin group Facebook yang dimaksud: Ateis Minang. Guzirwan mengatakan Aan membenarkan juga posting tulisan dan kartun tersebut di Facebook.

“Saat itulah kami mendapat laporan bahwa warga nyaris memukuli Aan. Untuk mengantisipasi amukan massa kami menurunkan empat anggota untuk membawa dia ke Polsek Pulau Punjung untuk diamankan,” kata Guzirwan.

Mulyadi membenarkan telah melaporkan Aan atas nama organisasi Pandam. Mulyadi mengatakan pada saya Senin (30/1) bahwa dia memang jadi pelapor dalam perkara No. LP/07/K/I/2012/ 18 Januari 2012.

“Saya mendapat laporan dari dua orang, salah satunya Hendri. Mereka melaporkan seorang pengguna Facebook telah memposting tulisan dan gambar yang menghina agama Islam. Saya minta pelapor ini mencek di Facebook. Kebetulan saat itu Facebook Alex An sedang online. Kami pancing dengan chat. Setelah yakin, kami mendatangi Aan di kantornya."

Di kantor Bappeda, Mulyadi berdebat dengan Alex An. “Dia mengatakan sudah lama memiliki pemikiran semacam itu,” kata Mulyadi. Alex An sempat dipukul dua kali.

“Melihat ada pemukulan, saya bersama anggota, yang membawa mobil patroli saat itu, langsung membawa Aan ke Polsek Pulau Punjung,” kata Mulyadi.

“Kami siap dengan konsekuensi dari pelaporan tersebut karena kami memiliki barang bukti yang cukup. Dari pengusutan kasus ini kami mengharapkan ada pengusutan terhadap jaringan ateis yang ada di daerah ini,” katanya.

Surat Perintah Penahanan bernomor 05/XII/2012/Reskrim mencatat empat orang penyidik: AKP Sukino, AKP Novrial, Aida Mulyadi, dan Aiptu Nazarwin untuk menangkap Aan. Dalam SPP dinyatakan: 

Alexander An warga jorong Sungai Kambuik, Kenagarian Pulau Punjung, Kecamatan Pulau Punjung Kab. Dharmasraya diduga telah melakukan tindak pidana penodaan suatu agama yang dianut di Indonesia dengan maksud agar seseorang tdak menganut agama apapun yang bersendikan Tuhan Yang Maha Esa dengan cara menyebarluaskan melalui media elektronika sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 156a KUHP jo pasal 28(2) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (hukuman maksimal pasal 28 adalah enam tahun penjara).

Pada Kamis, 19 Januari, Bupati Dharmasraya Adi Gunawan mendatangi Aan di Polsek Pulau Punjung.

Guzirwan mengutip Bupati Adi Gunawan, “Saya lihat Aan ini anak yang cerdas, ia juga lulusan Unpad Bandung. Namun mungkin kini jiwanya sedikit terganggu. Kita biarkan proses hukum berjalan. Setelah itu akan kita lihat pula melalui aturan PNS-nya. Jika memang terbukti melanggar tentu Pemkab akan mengambil sikap.” Beberapa hari ditahan di Polsek Pulau Punjung, Aan dipindahkan ke Polres Dharmasraya.

Siapa Alexander An?

Alexander An, biasa dipanggil Aan, adalah anak pertama dari pasangan Armas dan Nur Aina. Menurut Nur Aina, Aan lahir di Jakarta pada 13 Juli 1981. Mereka berasal dari keluarga besar suku Balai Mansiang, Minangkabau, dan beragama Islam. Setamat SMA, Aan yang sering dapat juara umum sejak SD, kuliah hukum di Universitas Andalas, lalu setahun, pindah ke jurusan statistik Universitas Padjajaran Bandung.

“Kami tak pernah menyangka kalau Aan akan sampai disini,” kata Nuraina, ibu Aan.

Armas bekerja di salah satu kantor kecamatan Kab. Solok Selatan. “Siang itu saya sedang menyiapkan tim TP PKK untuk maju mewakili Solsel ke tingkat provinsi. Tiba-tiba Pak Sekda,” –Sekretaris Daerah Kab Solok Selatan— “menelepon saya dan memberitahu kabar ini. Tak pikir panjang saya titipkan pekerjaan kepada staf saya dan segera kesini,” kata Armas kepada saya.

“Kami tinggal di Padang, saya bekerja di Solok Selatan dan Alex di Dharmasraya. Sekali seminggu kami pulang dan berkumpul di rumah. Namun sedikitpun tak pernah membicarakan perkara keyakinan atau agama. Paling-paling hanya mendiskusikan soal pekerjaan,” kata Armas.

“Dulu dia rajin sholat sunat dhuha, sholat lima waktu, puasa Senin Kamis. Kemana-mana selalu membawa tasbih. Sejak kecil rajin shalat di mesjid. Bahkan kalau kami orangtuanya lalai dia selalu mengingatkan untuk sholat. Saya memakai jilbab inipun karena dia yang meminta,” kata Nur Aina.

“Dari kecil dia memang sudah terlatih berfikir. Dia memang cenderung menggunakan logika. Ditambah lagi ia menyambung kuliah di jurusan statistik Universitas Padjajaran Bandung. Itukan ilmu pasti.”

“Ketika saya menonton TV, jika ada siraman rohani agama lain, biasanya saya matikan TV nya atau saya ganti siarannya, namun dia selalu bilang, 'Mengapa Mama matikan TV nya, tak ada salahnya kita pelajari semua, tapi kita ambil yang baiknya saja'.”

“Anak saya bukan ateis. Dia tidak pernah mengkhianati siapapun atau mengajak orang menjadi ateis. Ia hanya anak pintar yang selalu mencari jati diri, menggunakan logika dan berfikir mencari kebenaran dan keadilan.”

“Dia tidak pernah menyakiti siapapun, bahkan binatang sekalipun. Ular mati pun dikuburkannya. Anjing mati ditengah jalanpun digendongnya untuk dibuang ke air. Bagaimana mungkin anak saya bisa menghina atau menodai agama Islam?”

Keluarga Trauma

Tak hanya kedua orangtua Aan, tiga orang adik-adik Aan yang masih duduk dibangku sekolah pun
shock dan tak menyangka kakak kandung mereka dilaporkan karena penghinaan dan penodaan agama.

Menurut Nur Aina, adik-adiknya Aan kini belum mau sekolah. Mereka merasa tak terima kakaknya jadi sasaran pemukulan karena pikirannya. “Mereka selalu menanyakan kabar Aan. Tak tahan membaca berita di media, mereka memohon pada saya agar kami jangan lagi dimasukkan ke media. Saya pun melarang mereka membaca koran.” Nur Aina dan Armas keberatan dipotret.

No comments: