Friday, April 20, 2007

Menjawab Marshel Joan Indriany


Terima kasih untuk email Anda. Kami senang sekali mendapati seorang pembaca muda umur 21 tahun macam Anda. Novelis Pramoedya Ananta Toer selalu bilang bahwa masa depan Indonesia ada pada anak-anak muda. Dalam salah satu karyanya, Pramoedya menulis, "Semua percuma kalau toh harus diperintah Angkatan Tua yang bodoh dan korup demi mempertahankan kekuasaan. Percuma, Tuan. Sepandai-pandai ahli yang berada dalam kekuasaan yang bodoh ikut juga jadi bodoh, Tuan."

"Seluruh kedudukan yang enak diambil orang-orang tua. Mereka hanya pandai korupsi. Angkatan Tua itu sungguh-sungguh bobrok. Angkatan Muda membuat revolusi. Jangan lupakan angkatan muda. Mereka sedang melahirkan sejarah."

Pramoedya memang suka bicara soal perubahan sejarah. Kalau Anda tertarik mengirim naskah soal ekonomi, tentu saja, kami akan senang sekali. Pantau agak jarang punya naskah panjang di bidang ekonomi. Pramoedya pasti suka kalau ada anak muda mau menulis panjang di bidang ekonomi.

Saya pernah menulis sekali saja soal ekonomi dengan cukup panjang, judulnya, "Dari Thames ke Ciliwung." Isinya, soal privatisasi perusahaan air bersih PAM Jaya oleh konglomerat Prancis Suez dan perusahaan raksasa Jerman-Inggris RWE Thames Water.

Soal produk Pantau? Kini secara rutin, kami mengisi sindikasi suratkabar di beberapa kota Indonesia dan Timor Lorosae. Anda bisa membaca isinya lewat www.pantau.or.id. Redakturnya Linda Christanty di Banda Aceh. Isi sindikasi ini memang banyak isu Aceh. Sekali-sekali boleh dong pusatnya tidak di Jakarta?

Kami juga akan rutin menerbitkan buku dari naskah-naskah yang kami anggap bermutu baik dari Aceh maupun isu lain. Antologi delapan narasi yang kami terbitkan pada 2004 itu, berjudul Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat, jadi semacam pembukanya. Tahun depan kami akan menerbitkan antologi sejarah keluarga.

Bulan ini kami akan menerbitkan dua buku antologi pegangan untuk wartawan. Judulnya, Business and Economic Reporting: Covering Companies, Financial Markets and the Broader Economy dengan editor Anya Schiffrin, Margie Freaney dan Jane M. Folpe terbitan International Center for Journalists (Washington) serta Covering Oil: A Reporter's Guide to Energy and Development dengan editor Svetlana Tsalik dan Anya Schiffrin terbitan Revenue Watch (New York).

Buku-buku ini akan membantu wartawan macam Anda meliput ekonomi dan minyak dengan lebih kuat teorinya. Oil Reporting diterjemahkan oleh Arif Gunawan Sulistiyono, seorang wartawan harian Bisnis Indonesia, sedang Business Reporting dikerjakan Alexander A. Mering dari harian Borneo Tribune. Arif dan Alex sama-sama alumni kursusnya Pantau.

Buku ini sejenis Sembilan Elemen Jurnalisme karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Pantau juga menterjemahkan buku dasar jurnalisme tersebut ke versi Indonesia untuk orang melek maupun versi Braille-nya. Antologi yang Anda baca itu juga ada versi Braille-nya.

Pantau sebenarnya juga bikin riset dan penelitian soal media. Kini Esti Wahyuni memimpin sebuah proyek kecil kami di Ende, Pulau Flores, dimana dia melakukan penelitian pasar, survei audiens seluruh Flores (pembaca, pemirsa, pendengar) serta membantu proyek media development kami bersama harian Flores Pos.

Saya kira masih banyak produk Pantau lainnya. Coba deh sesekali Anda baca situs kami maupun ikutan diskusi di mailing list pantau-komunitas@yahoogroups.com.

Sekali lagi terima kasih untuk emailnya. Saya senang sekali mendapatkan email dari seseorang semuda Anda.

2 comments:

Anonymous said...

Poligami atas nama Alloh dan nafsu, membuat para kyai, ulama dan tokoh muslim lainnya menjadi cabul. Padahal jelas sekali poligami merendahkan derajat wanita. Membunuh juga atas nama agama. Kekerasan atas nama agama. Kenapa menjadi begini?

Waktu jaman Majapahit, orang Jawa (Gajah Mada, dll) membuat nusantara makmur dan jaya. Orang jawa berkebudayaan tinggi, kreatif dan toleran.

Setelah Islam masuk di Jawa, negara kita hancur korban dari penajahan Belanda, Jepang, dsb. Korban dari korupsi, kekerasan/teror, malapetaka. Dan korban dari imperialisme Arab (Indonesia adalah negara pemasok jemaah haji yang terbesar di dunia). Bangsa Arab ini memang hebat sekali karena telah berhasil menemukan cara untuk memasukkan devisa untuk mereka sendiri. Sedangkan situasi ekonomi negara kita dalam keadaan yang sangat parah. Imperialisme Arab ini memang sangat kejam. Turun-temurun sampai anak-cucu, tidak tahu sampai kapan, nusantara diharuskan membayar "pajak" kepada Imperialisme Arab ini dengan alasan: kewajiban menjalankan rukun Islam.

Padahal, sebelum Islam (agama impor) masuk ke Jawa, orang Jawa sudah memiliki agama universal yaitu agama Kejawen.

Bagaimana caranya supaya orang Jawa kembali bisa memakmurkan negara kita yang tercinta ini?

Anonymous said...

Pertanyaan: Apakah Islam agama teroris?
Jawaban: Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk menjadi teroris.

Tetapi, di dalam Al-Qur'an, ada banyak sekali ayat-ayat yang menggiring umat untuk melakukan hal-hal yang tidak manusiawi, seperti: kekerasan, anarki, poligami dengan 4 istri, anggapan selain muslim adalah orang kafir, dsb. Sikap-sikap tersebut tidak sesuai lagi dengan norma-norma kehidupan masyarakat modern.

Al-Qur'an dulu diracik waktu jaman tribal, sehingga banyak ayat-ayat yang tidak bisa dimengerti lagi seperti seorang suami diperbolehkan mempunyai istri 4. Dimana mendapatkan angka 4? Kenapa tidak 10 atau 25? Terus bagaimana sakit hatinya istri yang dimadu (yang selalu lebih tua dan kurang cantik)? Banyak lagi hal-hal yang nonsense seperti ini di Al-Qur'an. Karena semua yang di Al-Qur'an dianggap sebagai kebenaran mutlak, maka orang muslim hanya menurutinya saja secara taken for granted.

Banyak pengemuka muslim yang berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an supaya menjadi lebih manusiawi. Tapi usaha ini sia-sia saja karena ayat-ayat Al-Qur'an itu semuanya sudah explisit sekali. Sehingga tidak bisa ditawar lagi. Jadi umat muslim terjebak.