Friday, November 03, 2006

Lima Redaktur Equator Non Aktif

Pontianak, 28/10 (ANTARA) - Lima wartawan yang menjabat sebagai redaktur pelaksana (Redpel) dan redaktur daerah di Harian Equator, Pontianak, Kalimantan Barat, dinonaktifkan sekaligus dipecat dari pekerjaan mereka menyusul adanya Mosi Tidak Percaya atas kepemimpinan Pemimpin Redaksi, Djunaini KS.

Pemecatan dilakukan secara lisan oleh Djunaini KS, Jumat malam, sekitar pukul 20.15 WIB, saat seluruh karyawan bagian redaksi sedang menyelesaikan penulisan berita menjelang deadline, demikian informasi yang diterima ANTARA Pontianak, Sabtu.

Kelima wartawan tersebut, Nur Iskandar (Redaktur Pelaksana), Asriadi Alexander (Redaktur Kapuas, Sanggau, dan Sastra), Tanto Yakobus (Redaktur Sintang), DR Yusriadi (Redaktur Kalbar Raya) dan Khairul Mikrad (Redaktur Olahraga).

Pemberhentian mereka menyusul adanya Mosi Tidak Percaya sebanyak 32 orang karyawan harian dari grup Jawa Pos (Pontianak Post Grup) pada 5 Oktober, mengenai tuntutan pemberhentian Djunaini KS sebagai Pemimpin Redaksi, Pemimpin Perusahaan, sekaligus Direktur Utama PT Kapuas Media Utama Press.

Namun saat dikonfirmasi ANTARA, Pemimpin Redaksi Harian Equator, Djunaini KS menyatakan tidak memecat kelima orang tersebut, melainkan memberikan penyadaran kepada mereka.

Sebelumnya, sebanyak 32 karyawan dari bagian redaksi, pemasaran, iklan dan pracetak, mengajukan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Djunaini KS karena berbagai alasan.

Tuntutan atau mosi tersebut, disampaikan kepada unsur pimpinan dalam lingkup Jawa Pos Grup. Selain menuntut mundur, mosi yang dibuat berdasarkan kesepakatan hampir seluruh karyawan itu, mengungkapkan 5 kronologis kejadian.

Mosi juga menyebutkan memberikan waktu hingga 7 Nopember kepada pimpinan dalam lingkup Jawa Pos Grup untuk mengganti Djunaini KS.

Adapun alasan keinginan penggantian itu, karena Djunaini KS dinilai telah memasung independensi pers di Harian Equator untuk kepentingan pribadi dan kroni, tidak menjalankan fungsi manajemen, karyawan telah didoktrin tidak boleh memiliki loyalitas ganda tetapi ia sendiri melakukannya, anak perusahaan yang dipimpin oleh kedua putra Djunaini KS telah mengintervensi iklan, pemasaran, keuangan, dan redaksi harian Equator yang juga diback-up Djunaini KS. Akibat intervensi dan tingginya kepentingan pribadi dibanding idealisme pers dan bisnis pers, perusahaan menjadi stagnan dan penjualan cenderung terus turun.

Selain itu, Djunaini KS juga telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan seperti menampar pipi dan pelecehan dengan kata-kata dalam bekerja, dan tidak menyetujui program redaksi untuk laporan Pemilihan Kepala Daerah 2007 yang diorientasikan bagi pertumbuhan dan perkembangan harian Equator.

Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka para wartawan dan karyawan harian bermotto "Koran Reformasi Pertama di Kalbar" itu, akan menggalang aksi mogok kerja.

Namun dalam perkembangannya, Pemimpin Redaksi, Djunaini KS justru memberhentikan kelima orang itu dan mengangkat sejumlah wartawan yang semula ditempatkan di biro (kabupaten) sebagai redaktur.

Asriadi Alexander, salah satu yang diberhentikan mengatakan saat meminta ia meninggalkan kantor harian itu, Djunaini KS melontarkan kata-kata kasar sambil menyebutkan nama-nama redaktur yang mesti meninggalkan kantor tersebut.
"Kami akhirnya keluar meninggalkan kantor.

Sementara ini, beberapa teman yang sesungguhnya juga mendukung mosi tidak percaya sedang menentukan sikap
mereka," kata Alek.

Kelima orang yang diberhentikan itu menyatakan akan terus berjuang meski saat ini mendapat sandungan, karena Djunaini KS sendiri telah mengangkat sejumlah orang yang dinilai loyal kepada dirinya untuk menggantikan posisi redaktur yang kosong setelah ditinggalkan mereka.

Masalah internal

Sementara itu, saat dikonfirmasi ANTARA, Redaktur Pelaksana (baru) R Rido Ibnu Syahrie, ia tidak mau menjawab. Ia menyatakan lebih baik bertanya langsung kepada pucuk pimpinan. "Tanyakan langsung saja kepada 'top leader'," katanya.

Namun ketika dimintai waktu untuk berbicara dengan Djunaini KS, mantan Redaktur Daerah Sambas itu menyatakan Djunaini KS baru dapat diwawancarai beberapa jam lagi.

"Ini masalah internal. Itu merupakan kebijakan di harian Equator," kata Rido, dan menyatakan sedang mengerjakan halaman koran, sehingga tidak dapat berlama-lama menanggapi pertanyaan.

Begitu pula ketika pucuk pimpinan itu dihubungi via telepon, Djunaini KS, berusaha menolak menjawab pertanyaan. Ia menyatakan, yang sedang terjadi di harian Equator merupakan persoalan internal. Tetapi Djunaini mengaku telah menerima dan membaca mosi yang dibuat 32 karyawan harian itu.

Saat ditanya mengenai adanya satu poin (pertama) dalam Mosi Tidak Percaya bahwa ia telah "memasung independensi pers" di Harian Equator, Djunaini KS menyatakan "apa saya seperti itu?, tanyakan saja kepada mereka."

Djunaini juga menolak jika disebut telah memecat lima wartawan, melainkan hanya memberikan penyadaran kepada mereka. "Saya tidak memecat mereka, hanya memberikan penyadaran. Sudah ya," katanya sambil memutus pembicaraan via telepon itu.

1 comment:

Anonymous said...

Saya pikir kelima redaktur yang dinonaktifkan itu adalah wartawan-wartawan terbaik di Harian Equator . Mereka memiliki nama yang cukup baik di kalangan pers, dan jika benar mereka dipecat, maka tampaknya akan sulit sekali bagi equator untuk mendapatkan pengganti yang sehandal mereka. Harapan kami, semoga karyawan-karyawati equator mampu mengikuti hati nurani mereka, mengatakan sebuah kebenaran dengan lantang, jika itu memang benar. Karena insan pers tidak hanya bekerja untuk materi, namun kita bekerja adalah untuk kebenaran.