
We just bought a new Macintosh laptop. It has a photo booth facility. The result is not bad ... huh? Well me looked pretty bad. But I am talking about the resolution, focus etc.

Richard Lloyd Parry mengatakan dia memerlukan empat tahun, bolak-balik dari Tokyo, kota kedudukannya, pergi ke Jakarta, Dili dan Pontianak, guna mengumpulkan bahan-bahan buku In the Time of Madness. Total dia ada sembilan bulan di lapangan. Dia memerlukan beberapa bulan lagi guna menulis dan buku terbit pada 2005. Ketika itu, Parry masih single, masih kuatir dianggap tidak berani, memandang nasionalisme Indonesia dengan pesimis, mengira bahwa Indonesia akan pecah macam Yugoslavia.
Menurutnya, sepuluh tahun lalu, untuk Asia Tenggara, orang luar pesimis pada Indonesia dan optimis pada Thailand. Siapa sangka sekarang Thailand justru ribut terus? Antara pendukung Thaksin Sinawatra dan pemerintah Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva. Indonesia justru mengalami "national rebirth." Parry berpendapat Indonesia justru menjadi nation-state yang lebih baik sesudah pembunuhan besar-besaran di Timor Leste, Aceh, Sambas, Jawa, Maluku maupun Poso, sesudah jatuhnya diktator Soeharto pada Mei 1998. Indonesia menjadi lebih baik tanpa Timor Leste.

In the Time of Madness: Indonesia on the Edge of Chaos diterjemahkan ke bahasa Melayu Indonesia pada 2008 oleh Serambi dengan judul Zaman Edan: Indonesia di Ambang Kekacauan. © 2010 Sapariah Saturi
Selama dua minggu terakhir ini, saya menerima tawaran untuk meliput kunjungan Presiden Barack Obama. Ada seorang kenalan dari perusahaan public relation, sewaan Kedutaan Amerika Serikat, kirim email. Dia menawari apakah bersedia meliput. Ini tawaran sebagai seorang blogger dan wartawan. Hari Kamis ada juga satu kenalan dari sebuah lembaga dana minta data. Mereka hendak mengundang saya ikut pertemuan civil society organization bersama Obama di Bali. Seorang pejabat dari State Department juga tanya siapa wartawan maupun aktivis, yang bisa mereka undang dan bertemu Obama. Saya beri beberapa nama.
Menurut Chik Rini dalam Facebook, "Mas Andreas kehilangan lemak 5 ons karena membonceng Kak Chik hehehe .... Ternyata kami guru yang kompak. Membayangkan kalau tiap hari naik sepeda ontel ini ke sekolahan di SP 3? Kami mirip guru daerah terpencil ya?"
Saya pribadi berpendapat buku In the Time of Madness adalah salah satu buku paling dahsyat menggambarkan chaos masa pasca Soeharto. Entah berapa halaman dipakai oleh Parry untuk mendeskripsikan pembunuhan di Sambas, Jawa maupun Timor Leste. Dia juga cerita adegan dimana dia ditawari makan sate daging manusia, yes, sate manusia di Sambas. Menariknya, Parry mengesankan saya sebagai English gentleman: sopan, rendah hati dan hati-hati dengan kata-katanya.