Wednesday, September 13, 2006

Forum Wartawan Flores

Pos Kupang

Pertemuan jurnalis di Ende (1)

Ingin membentuk forum wartawan Flores

TANGGAL 1 September 2006 lalu, Swisscontact-LED NTT dan Yayasan Pantau Ende memfasilitasi pertemuan 38 wartawan media massa, reporter televisi dan penyiar radio pemerintah dan swasta yang bekerja di wilayah Kabupaten Flores Timur, Sikka, Ende dan Ngada (minus Manggarai, Manggarai Barat dan Lembata).

Undangan tanggal 25 Agustus 2006 menyebutkan workshop bertema pemberdayaan jurnalis Flores yang akan dilaksanakan di Pondok Bina PSE, Jalan Durian Ende-Flores akan menjajaki pembentukan forum wartawan di Flores. Tujuannya, untuk meningkatkan profesionalitas wartawan yang bekerja di media massa, televisi dan radio sekaligus melindungi hak dan kesejahteraan wartawan dalam pekerjaannya.

Dr. Daniel Dhakidae, cendekiawan asal Flores dari Jakarta, dijadwalkan hadir dalam pertemuan itu, namun tidak sempat datang karena berhalangan.

Sapaan ‘Selamat datang jurnalis Flores’ diucapkan Etih Suryatin alias Mbak E’et (Project Manager Swisscontact Ende) dan Andreas Harsono (Yayasan Pantau) selaku penyelenggara workshop kepada 38 peserta ketika membuka kegiatan workshop dengan tema, "Bangun Flores bersama Jurnalis". Kegiatan dilaksanakan di Pondok Bina Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE)-Ende, Jumat (1/9).

Sapaan yang sama disampaikan moderator Esti Wahyuni yang saat itu ‘punya kuasa penuh’ memimpin jalannya workshop. Plus Mas Denny Herlambang Slamet (Senior Program Officer Acces to Media Swisscontact) kebagian utak-atik laptop. Hadir enam penyelenggara workshop dari Yayasan Pantau (Andreas dan Esti,), dari Yayasan Swisscontact-LED NTT (Eet, Denny, Rosalia dan John). Plus 38 wartawan surat kabar, televisi dan penyiar radio pemerintah dan swasta.

Dari Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang, hadir Marthinus Lau Nahak (Flores Timur), Gerardus Manyela (Sikka) Romualdus Pius (Ende), OMDSMY Novemy Leo (Ngada). Delapan wartawan SKH Flores Pos: Wal Abulat, Syarif Lamabelawa (Maumere), Peren Lamanepa (Larantuka), Hiero Bokilia, Steph Tupeng Witin, Yoseph Hadjon dan Yuliana Nana (Ende) serta Philipus Suri (Ngada).

Surat Kabar Minggu Buser Timur: Tyber Embukele (Ende) dan Kristo Walot K (Ngada). Juga Adrian Pantur, reporter SCTV. Dari radio hadir penyiar radio swasta Yos Krowin (Radio M-2000 Larantuka-Flotim), John Syukur (Radio Surya-Ngada), Arnold S Saka (Radio Delta-Ende) dan penyiar Radio Santana Bajawa-Ngada yakni Nurry Maghi, Hendrikus R Munik dan Fartur F Pello.
Sementara dari RRI Ende, hadir Willy Sumardin, Agus Widodo S, Rosa Dalima DD, Yustin, Yoan Bara, Noviany B Yunarti.

Sedangkan dari RSPD, hadir penyiar RSPD Sikka (Julius LDAL, Bernardus Absolum Abi, AYA Deddy, Even Edomeko), RSPD Ende (Aryes Mone) dan RSPD Ngada (Johanes B Demu, Alfons Al Fongo, Timotius E Kelisebo, Petrus Leo, Maria AI Lalu, Eduard P Petty).

Mbak E’et secara singkat memperkenalkan profil Swisscontact LED NTT dengan wilayah tugas di Flores yang baru meliputi Flotim, Sikka, Ende dan Ngada. Sementara Lembata, Manggarai dan Manggarai Barat belum disentuh Swisscontact.
Andreas Harsono menjelaskan, maksud dilaksanakan kegiatan workshop untuk mengajak peserta bersama-sama memikirkan pembentukan forum wartawan di Flores-NTT.

Saat itu Andreas menyampaikan permintaan maaf karena penyelenggara workshop (Swisscontact dan Yayasan Pantau) ‘gagal’ menghadirkan Daniel Dhakidae.

Menurut Andreas, saat ini organisasi wartawan sudah harus dibentuk. Tujuannya, pertama, untuk meningkatkan profesionalitas wartawan. Kedua, untuk melindungi hak-hak dan meningkatkankesejahteraan wartawan.

Kenyataannya, tak jarang wartawan berselisih dengan narasumber karena pemberitaan bahkan wartawan bisa diancam dipukul bahkan mungkin dibunuh.

"Membentuk organisasi wartawan mudah dilakukan. Bagian tersulitnya adalah bagaimana menjalankan dan mempertahankan organisasi itu," kata Andreas.

Jika forum dibentuk, standar jusnalisme dan idealisme yang kuat serta tujuan mulia organisasi harus dipegang wartawan sebagai anggota organisasi. Organisasi bersifat abadi dibandingkan hidup manusia. Karena itu, manusia membentuk organisasi seperti forum wartawan di Flores.

"Manusia tidak abadi karena manusia pasti mati. Sementara organisasi akan abadi meski manusia sebagai pembentuk atau anggotanya sudah mati. Namun keabadian organisasi membutuhkan idealisme kuat dari anggotanya untuk terus menjaga dan mempertahankan keberadaan organisasi itu," kata Andreas.

Ia menekankan prinsip kejujuran dan kesetiaan wartawan terhadap tugasnya. "Wartawan harus jujur dan setia. Seseorang dikatakan wartawan yang jujur dan setia setelah orang itu mati, sebagai orang yang tetap menjalankan profesi kewartawanannya dengan jujur dan setia," kata Andreas.

Penjelasan Adreas menjadi bahan diskusi panjang peserta workshop. Bahkan diskusi diwarnai perdebatan sengit antara peserta.

Perdebatan meliputi siapa saja yang bisa menjadi anggota organisasi wartawan dan representasi peserta workshop membentuk organisasi itu. (novemy leo/bersambung)


Dari pertemuan wartawan di Ende (2)

PNS jadi wartawan, wartawan jadi PNS?

SALAH satu hal yang diperdebatkan dalam workshop para jurnalis di Ende adalah, siapa saja yang berhak menjadi anggota forum wartawan di Flores itu. Apakah seluruh peserta yang hadir saat itu bisa menjadi anggota forum? Sementara peserta workshop itu terdiri dari "kaum independen", yakni wartawan surat kabar, reporter televisi, penyiar radio swasta dan juga penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) dan Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD), yang sebagian berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

Gagasan PNS bisa menjadi anggota forum tidak bisa dihindari karena para PNS yang bekerja untuk RPSD juga diundang dan hadir sebagai anggota workshop. Karenanya gagasan itu mendapat pro-kontra dari peserta. Apalagi dikaitkan dengan independensi organisasi yang akan dibentuk nanti. Bisakah wartawan yang independen bergabung dengan wartawan pemerintah? Bagaimana independensi organisasi wartawan itu nantinya jika unsur pemerintah ada di dalam organisasi itu. Bisakah organisasi itu indenpenden?

Hal lain yang diperdebatkan adalah mengenai asal daerah anggota forum itu. Apakah hanya wartawan berdarah Flores dan penyiar di Flores yang bisa menjadi anggota forum itu? Bagaimana dengan wartawan atau penyiar berdarah Flores yang bekerja di luar Flores yang kini jumlahnya sekitar 300 orang, bisakah mereka juga menjadi anggota forum?

Bagaimana jika tidak berdarah Flores, tapi dia bekerja sebagai wartawan dan penyiar di Flores? Bagaimana juga dengan wartawan yang memangku jabatan pemerintahan atau wartawan yang menjadi anggota partai, apakah bisa menjadi anggota forum?

Hal-hal tersebut menjadi bahan perdebatan sengit para peserta workshop. Peserta pertama yang mengangkat masalah ini adalah wartawati Pos Kupang wilayah kerja Kabupaten Ngada, Novemy Leo.

"Rencana pembentukan forum wartawan di Flores yang difasilitasi Swiss Contact dan Yayasan Pantau patut diancungi jempol. Tapi, yang harus menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan kita bersama, apakah pemerintah dalam hal ini penyiar radio RRI dan RSPD yang berstatus PNS bisa masuk menjadi anggota forum wartawan itu. Padahal wartawan merupakan profesi yang independen," kata Novemy Leo. Pernyataan ini membuka perdebatan awal mengenai bisa tidaknya "wartawan PNS" menjadi anggota forum.

Sementara Adrian Pantur (reporter SCTV) dan Philipus Suri (wartawan Flores Pos wilayah kerja Kabupaten Ngada) mengatakan, mereka yang berstatus PNS yang bekerja untuk RSPD dan RRI bisa saja menjadi anggota forum kalau mereka mau.

Pemikiran tersebut tidak salah, tapi sejauh mana indenpendesi penyiar radiopemerintahan dimaksud ketika berhadapan dengan fakta berita yang "memojokkan pemerintah" sebagai atasannya? Bisakah si penyiar tetap profesional dan independen dalam bekerja?

Terhadap hal itu, Even Edomeko dari RSPD/Humas Kabupaten Sikka mengatakan, ketika melaksanakan tugasnya di RSPD Maumere, pemerintah memberikan keleluasan. Namun tentunya ada rambu-rambu yang harus dipatuhi penyiar agar pemberitaan yang "negatif" mengenai pemerintah dikemas dengan lebih santun.

Hal lain disampaikan Rosa Delima, penyiar RSPD Ende. Rosa mengaku sering diintervensi atasannya dalam menyajikan berita-berita miring mengenai pemerintah. Bahkan dirinya tak jarang mendapat peringatan dan larangan dari atasannya untuk tidak memuat berita tertentu. Karenanya Rosa merasa tidak profesional dan independen dalam bekerja.

Perdebatan PNS menjadi anggota forum dan independesi wartawan ditanggapi Yayasan Pantau, Andreas Harsono, dengan bijak. Andreas mengatakan, ide pembentukan forum wartawan yang mewadahi wartawan di Flores bukan datang dari orang Flores atau wartawan yang bertugas di Flores. Ide itu datang dari orang Skotlandia bernama Gavin Anderson setelah mempelajari survei media yang dikerjakan Yayasan Pantau dengan Lembaga Penelitian Univesitas Flores pada bulan Februari hingga Maret 2006.

Menurut Andreas, wartawan adalah mereka yang bekerja mencari berita dan menyiarkan berita kepada masyarakat melalui media, baik media surat kabar, siaran radio maupun televisi. Karenanya, mereka yang mencari berita untuk ditulis di surat kabar atau disiarkan di radio atau televisi, semuanya disebut wartawan. Jadi penyiar RSPD yang kebetulan berstatus PNS juga disebut wartawan. "Dengan demikian, menurut saya pribadi, mereka (PNS pada radio pemerintah, Red) adalah wartawan, jadi mereka bisa menjadi anggota forum wartawan. PNS bisa merangkap menjadi wartawan," kata Andreas.

Menurut Andreas, manajemen perusahaan swasta surat kabar/radio dengan manajemen pemerintah (negeri) yang membuka radio pemerintah sama-sama menerapkan prinsip independen. Begitu pun intervensi dari atasan kepada wartawan atau penyiarnya tidak saja terjadi pada surat kabar atau radio pemerintah. Intervensi atasan kepada wartawan atau penyiar juga bisa terjadi pada surat kabar atau radio swasta yang mengaku diri independen.

Andreas menyuruh peserta dialog menjawab, apakah SKH Flores Pos bisa independen ketika berhadapan dengan "berita miring" mengenai SVD sebagai "atasannya". Atau bisakah SKH Pos Kupang independen memuat "berita miring" tentang Kompas sebagai induk organisasinya? Karena itu, kata Andreas, independensi suatu media relatif diterapkan oleh wartawan/penyiar yang bekerja untuk perusahaan swasta atau pemerintah.

Meski demikian, ada pemikiran ketika PNS bisa merangkap sebagai wartawan(untuk radio pemerintah seperti RRI dan RSPD), apakah wartawan juga bisa bekerja rangkap sebagai PNS? Jawabannya, tidak bisa. Wartawan bisa menjadi PNS, tapi kalau sudah menajdi PNS, mau tidak mau wartawan itu meninggalkan tugasnya sebagai wartawan. Karena perusahaan tempatnya bekerja akan "mendepaknya" keluar dari perusahaan itu. Itu aturan mainnya.

Hal lain, ketika bepergian ke luar kota, wartawan pemerintah mendapat uang SPPD yang dianggarkan pemerintah dan disetujui DPRD, sementara wartawan tidak mendapat SPPD itu. Di situlah perbedaan antara wartawan swasta dan wartawan pemerintah.

Kriteria keanggotaan forum wartawan belum juga disepakati peserta. Belum tuntas persoalan keanggotaan forum, muncul lagi perdebatan mengenai bisa tidaknya forum wartawan di Flores dibentuk tanpa kehadiran sejumlah wartawan/penyiar radio dari kabupaten-kabupaten lainnya di Flores. Alhasil, perang mulut" peserta terus berlangsung. (novemy leo/bersambung)

No comments: