Monday, August 03, 2015

Indonesia Tanah Sajadah


Penyair Zawawi Imron dari Sumenep, Pulau Madura, sempat bertamu dan melihat beberapa lukisan di tempat kami pada Juli 2013. Pada 2012, Zawawi menerima penghargaan "The South East Asia Write Award" dari Kerajaan Thailand. 

APA komentar professor Mitsuo Nakamura ketika mengamati muktamar Nahdlatul Ulama di Jombang?

Dia terkekeh bilang, "Bukan NU kalau nggak gaduh."

Jadi santai saja. NU sudah mengalami macam-macam cobaan sejak didirikan 1926.

Dan Nakamura bukan orang yang tak kenal NU.

Dia profesor dari Universitas Chiba, Jepang, yang meneliti Islam di Indonesia, termasuk NU dan Muhammadiyah, sejak 1960an. Dia menulis buku The Crescent Arises Over the Banyan Tree: A Study of the Muhammadiyah Movement in a Central Javanese Town c. 1910s-2010 terbitan 1976. Dia kenal ratusan tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Dia juga rajin mengikuti muktamar NU maupun Muhammadiyah. Terkadang secara bergurau, dia sering disebut, "ulama Jepang" dan dicium tangannya.

Saya juga biasa lihat jungkir-balik muktamar NU. Sejak masih kecil di Jember, saya biasa mengikuti orang-orang NU. Ketika Gus Dur masih sering keluyuran di berbagai diskusi, sebelum jadi presiden, saya sering terpingkal-pingkal dengar humor Gus Dur. Saya juga biasa saja mendengar wacana "Islam Nusantara" ... dan juga tak kaget ketika ia dilawan dengan "NU Garis Lurus."

Lukisan "Perahu Madura" oleh Zawawi Imron dari Pulau Madura. Saya membeli lukisan ini sebagai hadiah buat isteri saya, Sapariah, yang bapaknya peternak sapi asal Madura di Punggur, dekat Pontianak, Kalimantan. Sapi-sapi asal Madura dibawa ke Pontianak dengan perahu kecil macam ini.  

Namun yang menarik buat saya, dalam muktamar NU kali ini, adalah puisi Zawawi Imron dari Madura. NU Online menjulukinya, "Celurit Emas." Dia membawakan puisi tersebut di panggung utama muktamar di Alun-alun Jombang pada 1 Agustus 2015. Judulnya, "Indonesia Tanah Sajadah." Saya kenal Zawawi bahkan punya dua lukisan karyanya: Nelayan Madura dan Perahu Madura. Saya kira puisi ini akan jadi klasik. Ia akan dibaca terus di kemudian hari.

Saya kira seorang penyair bikin puisi dan dibacakan dalam pertemuan NU adalah sesuatu!

Indonesia Tanah Sajadah

Sebelum kita lahir ke dunia ini
Rahmat Allah telah menjelma air susu di dada ibu
Lalu kita diturunkan
Pada sebidang tanah air
Yang membentang dari Aceh sampai Papua
Itulah Indonesia
Yang gunungnya biru berselendang awan
Ada hamparan padi menguning keemasan
Serta pohon kelapa yang melambai di tepi pantai
Indahnya tanah air kita
Sepotong surga yang diturunkan Allah di bumi

Kita minum air Indonesia menjadi darah kita
Kita makan buah-buahan dan beras Indonesia menjadi daging kita
Kita menghirup udara Indonesia menjadi napas kita
Satu saat nanti kalau kita mati
Kita akan tidur pulas dalam pelukan bumi Indonesia
Daging kita yang hancur
Akan menyatu dengan harumnya bumi Indonesia

Tanah air yang indah
Harus diurus dengan hati yang indah
Hati yang taqarrub kepada Allah
Kalau Indonesia ingin tetap indah
Harus diurus dengan akhlak yang indah
Tanah air adalah ibunda kita
Siapa mencintainya
Harus menanaminya dengan benih-benih kebaikan dan kemajuan

Agar Indah yang indah semakin damai dan indah
Tanah air adalah sajadah
Siapa mencintainya
Jangan mencipratinya dengan darah
Jangan mengisinya dengan fitnah, maksiat, dan permusuhan

Tanah air Indonesia
Adalah sajadah
Sampai kita bersujud kepada Allah.

Rekan saya, Imam Shofwan, bersama lukisan "Nelayan Madura" di ruang tamu belajar saya ketika Zawawi Imron datang bertamu. Imam asal Pati, juga seorang nahdliyin, pengikut Nahdlatul Ulama, sama dengan Zawawi. 

No comments: