Thursday, April 03, 2014

Makan malam dengan Jokowi di rumah Iwan Fals


Saya diundang ikut "sarasehan" dgn Jokowi di rumah Iwan Fals. Rencananya, pertemuan Jokowi dgn beberapa seniman. Saya bukan seniman tapi saya pernah menulis soal Iwan Fals. Saya diminta bicara hak asasi manusia.

Saya tanya Iwan soal mengapa sekarang dia mau dukung politikus? Dia bilang tidak juga. Dia kenal Jokowi. Dia mau bikin konser dgn target 4 juta penonton. Dia ingin jadikan konser tsb sbg ajang tak buang sampah sendiri. Juga ingin nyanyi "Indonesia Raya" tiga stanza.

Lumayan mengobrol dgn Iwan.

Ternyata ada sekitar 50 wartawan datang. Ini belum lagi pendukung Seknas Jokowi. Makan malam tak cukup. Ceritanya, Jokowi juga harus segera pergi ke Karawang. Saya cuma sempat tanya dua hal: kebebasan beragama dan Papua.

Saya tanya apa program Jokowi untuk mengatasi kekerasan atas nama agama? Ini mencuat selama 10 tahun terakhir dengan rezim SBY melembagakan "kerukunan beragama" --mayoritas dan minoritas jadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan-- dan diam-diam menolak "kebebasan beragama" yang ada dalam UUD 1945.

Jokowi jawab semuanya kembali ke UUD 1945. Dia bilang dia selalu mengatakan tidak ketika diminta mengganti Lurah Susan dgn alasan dia Kristen jadi lurah di daerah mayoritas Muslim. Empat kali kelompok intoleran minta Lurah Susan diganti. "Empat kali saya bilang tidak," katanya.

Saya juga tanya soal tapol Papua. PBB minta Indonesia bebaskan tapol Papua. Saya juga tanya soal pembatasan wartawan asing pergi ke Papua sejak 1963. Bila dia jadi presiden apakah dia akan hentikan pembatasan tsb?

Jokowi bilang dia tak mengerti masalah ini. Dia harus mempelajari dulu.

Waktunya sangat terbatas. Jokowi sempat singgung soal gereja Katholik Kampung Duri, yang ditolak militan Sunni. Ada langkah sedang diambil buat menyelesaikan namun dia bilang belum saatnya dibuka. Saya rasa tak ada kesempatan untuk tahu pemikiran Jokowi lebih dalam.

Namun Seknas Jokowi kini sedang mempersiapkan sebuah response terhadap permintaan dari Human Rights Watch agar dijelaskan platform Jokowi di bidang hak asasi manusia. 

Saya bicara dgn beberapa orang Seknas Jokowi tentang riset berbagai hal tsb. Intinya, saya usul agar mereka membebaskan tahanan politik di Papua dan Papua Barat. Ini persoalan yang terus-menerus terjadi karena orang Papua yang protes terhadap pemerintahan Indonesia, sering menaikkan bendera Bintang Kejora. Ia lantas dituduh makar, ditangkap, sering disiksa bahkan ada yang meninggal. Tahanan politik ini harus dibebaskan. Mereka tak terlibat kekerasan. 

Saya juga usul wartawan asing diperlakukan sama bila hendak liputan ke sana. Sama dengan pergi ke Sumatra, Kalimantan, Bali, Jawa dan seterusnya. Sejak 1967 setidaknya, militer Indonesia membatasi wartawan asing maupun peneliti internasinal masuk ke dua provinsi tersebut. 

Iwan Fals tanya soal kesehatan Dr. Arief Budiman, dosen saya di Salatiga, yang kena Parkinson. Pada 1980an, Iwan suka baca pemikiran Arief Budiman. Iwan menganggap Arief adalah "guru" dia. 

Pada 1989, saya pernah menulis soal pertemuan Iwan Fals dgn Arief Budiman dimana Arief cerita soal Victor Jara dari Chile. Kami juga diskusi soal makin meningkatnya kekerasan atas nama agama di Indonesia.

Saya usul bagaimana bila Iwan konser dengan memakai paduan suara dari gereja GKI Yasmin di Bogor. Dia tertarik dengan ide tsb namun ingin memikirkannya lebih dulu. Dia tanya apakah GKI Yasmin suka lagu-lagu ciptaannya. Saya bilang bisa dilatih bukan?

No comments: