Monday, November 01, 2010

Asmara Victor Michael Nababan


Peti jenasah Asmara Victor Nababan disemayamkan di Komnas HAM pada 1 November 2010. Berpakaian hitam, duduk dekat peti, adalah keluarga Nababan (dari kiri ke kanan): Aviva Selma Bulan Nababan (putri bungsu), Natasha Ruth Mariana Nababan (putri tengah), Juanita Miryam Hotmaida Nababan (putri sulung), Magdalena Sitorus (isteri), SAE Nababan dan isteri (abang serta kakak ipar), Sarina Attaliotis (menantu) dan Yehonathan Uli Asi Nababan (putra).


PADA akhir 1993, saya meliput sebuah pemogokan buruh pabrik garment dan mereka mengadu ke Komnas HAM. Lembaga ini belum punya kantor. Ia menumpang di kantor Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, dekat Istana Merdeka. Saya sudah mulai dengar reputasi Komnas HAM namun belum yakin apakah lembaga ini bukan sekedar pemanis rezim Presiden Soeharto, yang terkenal bengis dalam menginjak-injak hak asasi manusia, dari Aceh hingga Papua, dari Jawa hingga Timor Timur.

Ketika para buruh sedang mengadu bersama Sekretaris Jenderal Komnas HAM Baharuddin Lopa, masuklah seorang lelaki, rambut gondrong ikal, menyandang tas kain dan pakai sandal. Dia memberikan hormat dengan kedua telapak tangan ditaruh di dada. Itulah perkenalan saya pertama dengan Asmara Nababan.

Seiring waktu, saya bekerja sebagai wartawan, saya on and off, meliput kiprah Nababan. Saya juga lantas kenal dengan abang-abangnya, SAE Nababan, Indra Nababan dan Panda Nababan. Saya juga suatu hari dapat tumpangan mobil serta diperkenalkan kepada isterinya, Magdalena Sitorus, yang setir mobil.

Selama mengenal Nababan, saya kira pelan-pelan mulai percaya pada kerendahan hati, kejujuran dan keberanian dia. Nababan salah satu aktivis hak asasi manusia paling bermutu di Indonesia. Dia pernah jadi anggota beberapa Tim Pencari Fakta, antara lain, pada kasus kerusuhan Juli 1996, kerusuhan Mei 1998 maupun Timor Timur 1999. Dia juga ikut menyelidiki kasus pembunuhan Munir pada 2004.

Dia bukan hanya aktif di Komnas HAM namun ikut mendirikan atau mengurus berbagai macam organisasi masyarakat sipil, termasuk Kontras, Elsam, Demos, Komunitas Indonesia untuk Demokrasi, Infid, Perkumpulan HAK di Dili maupun Human Rights Resource Center for Asean.

Nababan meninggal dunia akibat sakit kanker paru-paru. Ia meninggal di rumah sakit Fuda, Guangzhou, pada 28 Oktober 2010 pukul 12.30. Nababan kelahiran Siborong-Borong, Tapanuli Utara, pada 2 September 1946.

2 comments:

Yusran Darmawan said...

turun berduka atas kepergian Nababan. semoga negeri ini selalu mengalirkan mata air generasi yang seide dan sebatukarang Nababan

emilia said...

Turut berduka cita.
Mas Andre, lagi irit nulis di blog ya? Kangen baca2 keseharian Mas Andre. Juga kabar Norman.
Salam.