Tuesday, February 05, 2008

Sidang Kedua, Retno Tak Datang Lagi


Pagi ini Sapariah dan aku datang lagi ke pengadilan negeri Jakarta Selatan guna mengikuti sidang permohonan hak asuh Norman. Heppy Sebayang, pengacara kami, datang lebih pagi. Dia menunggu di bangku tunggu dekat tiga ruang sidang di bagian belakang gedung.

Kami menunggu hingga pukul 10:00 ketika seorang panitera, Dimyati, memberitahu kami bahwa Retno Wardani, ibu kandung Norman, sekali lagi tidak datang. Ini kedua kalinya Retno tak memenuhi panggilan pengadilan. Retno tak hadir pada sidang pertama 23 Januari lalu.

Sebayang dan aku diajak menemui hakim Artha Theresia Silalahi. Dia hakim tunggal yang ditunjuk menangani permohonan hak asuh ini. Silalahi minta bantuan kami agar memberitahu Retno untuk datang pada panggilan ketiga.

Hakim juga membaca beberapa dokumen, termasuk copy surat Retno, tanpa tanda tangan, yang ditujukan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Aku menerima surat ini dari Rudy Parasdio, yang menerimanya dari Retno, November lalu. Antara September dan Desember 2007, Retno empat kali tak memenuhi undangan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, guna membicarakan keluhan Norman.

Dimyati menunjukkan surat panggilan yang telah ditandatangani Retno. Hakim bicara sekitar 45 menit. Hakim Silalahi suaranya serak. Aku duga dia kecapekan. Media memberitakan dia hakim kepala pengadilan terhadap kasus korupsi Widjanarko Puspoyo, mantan kepala Badan Logistik. Senin kemarin Puspoyo dijatuhi hukum 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Hakim Silalahi mengatakan dia sidang hingga malam.

Widaningsih Pahlevi, teman Sapariah dari Pontianak, yang juga wartawan Pontianak Post, ikut menemani kami menunggu. Pahlevi dipinjamkan Pontianak Post ke induk perusahaannya, Jawa Pos News Network, di Jakarta. Dia kebetulan menginap di apartemen kami.

Sebayang dan Fredy K. Simanungkalit adalah kuasa hukum aku. Mereka advokat dari Kantor Pengacara dan Konsultan Hukum FREDI & HEPPY, Jalam Tambak 11 A, Jakarta. Sebayang dan Simanungkalit pada Desember 2003 juga mewakili aku ketika menggugat Retno cerai di pengadilan Jakarta Selatan.

Sebayang dan Simanungkalit pada akhir November menerima kuasa dari aku ketika Retno tak menunjukkan itikad mau menerima mediasi masalah ini lewat Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Retno selalu beralasan pengasuhan Norman sudah ditetapkan pengadilan Jakarta Selatan pada Desember 2003.

Keputusannya, lima hari tiap minggu untuk Retno dan dua hari bersama aku. Saat liburan, Norman tinggal separuh-separuh. Aku juga bertanggungjawab untuk biaya pemeliharaan, pendidikan dan kesehatan Norman. Retno menolak kemungkinan perubahan walau Norman, dengan dukungan aku, berulang kali mengatakan ingin tinggal di apartemen Senayan. Agustus lalu Retno memindahkan Norman dari Pondok Indah ke Bintaro sehingga jarak tempuh ke sekolah di Kemayoran jadi 120 KM. Norman kecapekan dan kurang waktu istirahat, belajar dan bermain.

Ketika pulang, aku kirim pesan kepada Retno soal pesan Hakim Silalahi mau bicara dengannya. "Kapan dan dimana?" tanya Retno. Aku bilang ya di ruang pengadilan!

1 comment:

Unknown said...

Hi Andreas, how are you? A wise man said that since our time in the world is limited, we need to learn from other people's experience, mistakes and success. That is why, every morning when I get to work and enter the net, reading your blog is the first on my to-do-list.

I was wondering how Norman is currently doing with the never-ending saga of the trial and all the inconveniences that follow? Is he holding up? You are a great father, and now you are a great husband. I hope everything works out well.

I just want you to know, that you are spreading good knowledge and wisdom through your stories in this blog and I can never thank you enough for that.

Warm regards always.