Tuesday, May 08, 2007

Norman Operasi Mata

Saya mengucapkan terima kasih untuk perhatian dan masukan dari rekan-rekan yang mengikuti perkembangan operasi mata anak saya, Norman Harsono, Rabu lalu di Departemen Ilmu Penyakit Mata RS Tjipto Mangoenkoesoemo di Jakarta.

Operasi berjalan singkat, sekitar 30 menit, dengan bius lokal. Norman masuk ke ruang operasi sendirian. Tangannya harus diikat agar tak membahayakan operasi. Namanya juga mata. Ibunya, Retno Wardani, tak boleh ikut masuk. Hanya Norman bilang belakangan sekitar matanya disuntik dua tempat. "It was like biten by ants," katanya. Dokter lantas memotong bisul di pelupuk mata kirinya. Dia bilang sempat menangis kecil, takut.

Maklum, walau bius lokal, namun kesadarannya penuh dan dia bisa melihat semua kejadian di ruang operasi. Retno bilang dokter dan perawat bekerja profesional. Retno cukup terkesan dengan kebersihan ruang penyakit mata.

Kami memeriksakan penyakit ini kepada empat dokter mata dan satu dokter umum. Semuanya sama, diagnosanya "hondeolum" atau bisul. Dalam Bahasa Jawa, kami menyebutnya "bintilan" atau "timbilan." Intinya, ada infeksi yang kurang dirawat lalu bengkak. Ini bekas main pukul-pukulan dengan temannya di sekolah. Bengkaknya sebesar kacang kedele.

Kami mulai mencari diagnosa ini mula-mula di Jakarta Eye Center, lalu second opinion di RS Mata Prof. Isak Salim "Aini" di Kuningan, lalu dr. Sumarini Markum (praktek pribadi) di Jl. Gereja Theresia, ketika lukanya meletus, dan terakhir RS Tjipto. Dokter umumnya adalah dr. Andreas Liando dari RS Siloam Gleneagles guna memeriksa kesehatan Norman (darah, jantung) apakah dia bisa menerima anestesi lokal. Dokter ini biasa memeriksa Norman sejak Norman umur dua tahun.

Ingat rumah sakit Tjipto, selalu terbayang almarhum dokter Tjipto, yang ikut mendirikan Indische Partij dan menganjurkan bahasa administrasi dan pendidikan di Jawa memakai bahasa Belanda. Dokter Tjipto berpendapat bahasa Jawa kurang mampu mengikuti perkembangan teknologi dan modernitas. Dia dibuang ke Banda Neira sebelum kedatangan Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir.

Sapariah dan saya mulai merawat pasca operasi hari Kamis. Kami memberikan obat di pelupuk matanya agar lukanya cepat sembuh dan kalau bisa tanpa meninggalkan bekas. Kami juga belikan dia hadiah komik Asterix di Swiss (versi Inggris). Perasaannya senang. Ini membantu proses penyembuhan.

Senin kemarin, Norman kembali masuk sekolah sesudah seminggu absen. Hari ini, saya lihat lukanya sudah mengempis. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih untuk perhatian Anda semua. Kami tentu lebih berhati-hati menjaga "kenakalan" Norman dalam berantem dengan teman-temannya.

1 comment:

Tussie Ayu said...

mas, kalo 'cuma' bintilan kenapa harus dioperasi? papaku pernah bintilan ngga sembuh-sembuh. lalu diobati dengan:

ambil beberapa bunga kembang sepatu berwarna putih. terus rebus dengan air sampai medidih. setelah dingin, air rebusannya dioles pada bintilan.

papaku siy sembuh pake obat itu hehehe...