Saturday, July 09, 2005

Time Sheet Menulis Buku

Sabtu ini saya belajar sesuatu dari Widiyanto, seorang redaktur jurnal hukum Jentera dan alumnus kursus jurnalisme sastrawi, tentang bagaimana menjaga disiplin bekerja. Wiwid kebetulan lagi main ke tempat saya. Ia tanya soal bagaimana perkembangan buku saya?

Saya memang lagi mengerjakan buku soal mitos nasionalisme Indonesia. Ini political travelogue. Saya kerjakan sebagai cerita perjalanan dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas sampai Pulau Ndana. Miangas ada di kepulauan Talaud. Ndana terletak paling selatan Indonesia, dekat Pulau Rote.

Saya jawab bahwa ada banyak kesulitan menjaga disiplin bekerja, terutama menulis draft buku. Saya mengatakan bahwa perhatian saya banyak pecah dengan pekerjaan lain, mulai dari mengurus pekerjaan Pantau hingga meladeni tamu yang datang ke tempat saya. Saya juga masih harus mencari tambahan penghasilan dengan bekerja freelance. Ini sering bikin buku tersendat-sendat. Padahal deadline makin dekat: September (saya lagi usaha agar bisa dapat tambahan grant menulis).

Bukan mau menyalahkan orang lain. Saya sangat suka bekerja untuk Pantau. Organisasi ini adalah organisasi yang tujuannya mulia. Rekan-rekan Pantau juga menyenangkan. Saya sekaligus senang mengobrol dengan teman-teman ini maupun menjawab pertanyaan para mahasiswa. Hasilnya, juga tidak terlalu jelek. Saya kira, perlahan-lahan Yayasan Pantau mulai membayar utang-utangnya serta bekerja mengembangkan program baru.

Hasrul Kokoh dan Esti Wahyuni bulan ini akan mulai melakukan penelitian di Kupang dan Ende. Sejak April lalu, kita juga bekerja melatih wartawan-wartawan harian Bisnis Indonesia untuk memakai byline dan menulis lebih baik. Harapannya, 1 Agustus nanti mereka sudah mulai berubah (ukuran jadi delapan kolom). Kita juga lagi siap-siap dengan program Aceh pertengahan Agustus. Ini belum lagi persiapan program Papua. Budi Setiyono lagi membangun semangat mengerjakan buku antologi"Jurnalisme Sastrawi." Eva Danayanti membantu persiapan program pers mahasiswa di Pontianak dan Bandar Lampung. Saya cuma memimpin rapat tiap Senin tapi namanya juga ketua. Ada saja tanggungjawabnya.

Di sisi lain, kerewelan saya dalam menulis juga bukan barang baru. Mungkin agak "notorious." Rekan kita, Agus Sopian, sering mengolok-olok saya"terlalu banyak ritual" bila hendak menulis:

- harus mandi lebih dulu;
- harus sepi;
- harus sudah makan;
- harus rapikan meja kerja;
- suhu AC harus dingin dan sebagainya.

Ketika Yayasan Pantau kedatangan beberapa tamu dari Amerika Serikat bulan Mei lalu, Harriet Rubin, penulis buku "The Princessa: Machiavelli for Women," juga mengingatkan saya agar disiplin setiap hari menulis draft buku. Minimal empat jam sehari.

Alamak!

Saya sering bekerja tanpa disiplin. Hari ini membaca, besok menulis, lusa tak menyentuh buku sama sekali. Ini belum lagi terpotong oleh perjalanan ke Aceh, Papua, Timor dan sebagainya. Ini belum lagi rasa sakit hati bila membaca isu-isu yang bikin saya marah. Saya sering harus berhenti membaca karena merasa marah. Saya sering merasa kuatir bila bacaan saya tak lengkap. Kapan buku selesai bila terus begini?

Saya sering merasa down bila mengetahui ada isu baru yang seumur hidup belum pernah saya ketahui. Bayangkan saya sudah hidup di Indonesia 40 tahun tapi tak tahu misalnya soal plebisit di Pulau Madura atau pembunuhan 3000 lebih orang Tionghoa di Kalimantan Barat.

Saya juga punya anak, Norman, yang wajib saya perhatikan: makan,mandi, belajar, membaca buku, bermain dan sebagainya. Bulan lalu, Norman masuk rumah sakit karena pneumonia. Saya jaga dia di Siloam Gleneagles bersama ibunya. Beruntung, Norman cepat sembuh. Ia juga anak yang pengertian, yang selalu mengecilkan volume televisi bila saya mulai menjalankan "ritual." Norman mengerti kegelisahan saya pada buku ini.

Disinilah Wiwid memperkenalkan cara yang mungkin efektif untuk jaga disiplin. Ia usul agar saya membuat time sheet. Tiap hari saya mengisi time sheet itu. Hari ini kerja apa, berapa jam, membaca buku apa saja, melihat draft bab berapa dan seterusnya. Kelihatannya sederhana tapi time sheet ini sering berguna agar kitasenantiasa ingat pada pekerjaan. Dulu ketika sesekali bekerja sebagai konsultan untuk organisasi media internasional, saya memakai time sheet untuk hitung produktifitas.

Saya akan pakai cara ini dalam penulisan buku saya. Bagaimana pun, saya ingin buku soal mitos nasionalisme Indonesia ini bakal jadi "fire in my belly." Saya ingin ia jadi buku yang tak dinilai orang enteng karena saya tak membaca dengan benar. Saya hendak menulis buku yang mudah dibaca, menarik (engaging), dasarnya kuat sekaligus memperlihatkan orang bahwa saya tahu bacaan-bacaan sebelumnya. Saya ingin analisisnya dalam.

Saya akan membaca semua naskah klasik soal nasionalisme, mulai dari George Kahin hingga Jamie Davidson, dari Benedict Anderson hingga Gerry van Klinken, semua naskah penting soal pertikaian agama-etnik-bangsa di Indonesia.

Mudah-mudahan pembuatan time sheet ini membantu saya konsentrasi.

Saya benar-benar lagi berjuang dan bekerja keras menulis draft buku ini.

Tantangan terberatnya adalah mengalahkan diri sendiri.

6 comments:

elge said...

Penggunaan time sheet untuk hal apapun, terutama menulis buku sangat membantu.

Namun akan menjadi sia-sia saja, jika tidak ada ketaatan untuk melakukan kegiatan yang tercatat di dalamnya.

Menaklukkan diri sendiri memang tak mudah, tapi jika ada keinginan dan konsistensi kuat, akan menjadi mudah.

Anonymous said...

Pacar saya kayaknya harus belajar pakai time sheet.
Bukunya belum selesai-selesai juga.
Dan ia tidak mau menikah kalau belum menulis buku.

Anonymous said...

Looking forward to your new book. Perhaps, you could make use of a "Things To Do Today" template to help you manage your time wisely and be more organized. Regards to Norman. :)

Anonymous said...

Bagus juga ini idenya Mas Andreas, aku dari dulu kesulitan mengatur waktu. Selalu cari pembenaran kan masih ada hari esok :). Thnks indenya.

ladislausaldanha@timortelecom.tp

Anonymous said...

Mas Andreas...
Ayo Anda pasti bisa menyelesaikan bukunya. Atau jangan-jangan sudah selesai?
Nulis buku kan diawali oleh tulisan perbab, lalu per artikel, terus per paragraf, kemudian per kalimat, serta per kata dan terakhir per huruf. Satu menit cukup satu huruf mas, pasti cepat selesai.

Salam

Dodi Mawardi

Dapur Kumis said...

Infonya menarik nih, semoga bisa bermanfaat banget untuk saya. Kunjungan perdana saya disini. Mohon pasrtisipasinya yah.. :)