Friday, February 14, 1997

Buku Peristiwa 27 Juli Dicekal di Jawa Tengah

JAKARTA, (SiaR, 14/2/97). Buku berjudul Peristiwa 27 Juli dilarang beredar di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Bakorstansda (Badan Koordinasi Stabilitas Nasional di Daerah) Jawa Tengah.

Mayjen TNI Soebagyo Hs, ketua lembaga ekstra judicial yang juga Pangdam IV Diponegoro itu kepada Suara Merdeka, harian yang terbit di Semarang, mengatakan bahwa larangan edar di wilayah Kodam IV dilakukan setelah mempertimbangkan siapa penerbitnya. Soebagyo mengatakan Kodam akan merupaya mencegah peredaran buku itu bekerjasama dengan instansi pemerintah lainnya.

Buku Peristiwa 27 Juli diterbitkan oleh Institut Studi Arus Informasi (ISAI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Buku ini diluncurkan bersama dua buku terbitan ISAI lainnya, yakni Seandainya Saya Wartawan TEMPO dan Ilusi Sebuah Kekuasaan, pertengahan Januari lalu di Jakarta.

Dalam acara itu Dr. Arief Budiman, yang juga salah satu pendiri ISAI, menyampaikan orasi politiknya.

Dasar pencekalan itu menurut Soebagyo karena ISAI dan AJI merupakan lembaga terlarang, dengan demikian terbitannya juga terlarang.

Andreas Harsono, Sekretaris Umum ISAI membantah bahwa ISAI adalah lembaga terlarang dan tak diakui pemerintah. "ISAI terdaftar di Pengadilan Negeri dan Dinas Sosial setempat. ISAI juga memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak di kantor pajak," katanya kepada BBC seksi Indonesia.

ISAI didirikan oleh sejumlah jurnalis dan intelektual tahun 1995, beberapa waktu setelah pembredelan tiga penerbitan nasional, TEMPO, Editor dan DeTIK. Sejumlah tokoh ternama seperti Goenawan Mohamad (pemred mendiang Majalah TEMPO), Aristides Katoppo (Direktur Pustaka Sinar Harapan), Mochtar Pabottingi (peneliti LIPI), Arief Budiman (sosiolog), Ashadi Siregar (dosen UGM) ikut mendirikan lembaga ini. ISAI kini dipimpin Goenawan Mohamad.

AJI, yang juga ikut menerbitkan buku ini, didirikan di Sirnagalih, Bogor oleh sejumlah wartawan dan akademisi segera setelah pembredelan TEMPO, Editor dan DeTIK. Organisasi profesi wartawan ini memang tidak dikehendaki oleh PWI (Persatuan Warta- wan Indonesia) yang sangat pro pemerintah.

Sejumlah wartawan yang ikut mendirikan AJI dipecat PWI. Sementara melalui Menteri Penerangan, Haji Harmoko, aktivis AJI yang aktif di media massa dipecat. AJI dipimpin oleh Ir. H.Satrio Arismunandar, wartawan Kompas yang kehilangan pekerjaannya karena mendirikan organisasi wartawan alternatif ini.

Walaupun kehadirannya tidak dikehendaki, namun hingga kini belum pernah ada keputusan pemerintah yang melarang AJI.

Bakorstanasda Jateng beberapa waktu lalu menyita dua buah buku Peristiwa 27 Juli dari Toko Buku Gramedia Semarang. Sebelumnya, buku setebal 257 halaman dan dijual seharga Rp 15.000,- ini laris terjual.

Buku bersampul warna jingga ini berkisah tentang peristiwa-peristiwa seputar penyerbuan Kantor DPP PDI oleh segerombolan oknum militer, termasuk perjuangan Ketua Umum DPP PDI, Megawati di sidang pengadilan melawan pemerintah Soeharto.

Buku ini juga menulis tentang bagaimana tuduhan ABRI dan Pemerintah Soeharto bahwa Partai Rakyat Demokratik (PRD) sebagai dalang Kerusuhan 27 Juli hanya merupakan fitnah belaka. Pada bagian terakhir dimuat hasil polling yang menggambarkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap keterangan pemerintah dan ABRI seputar Peristiwa 27 Juli.

No comments: