Monday, February 04, 2008

Perlukah Bandara Soekarno-Hatta dipindah?

Hendra Wibawa
Bisnis Indonesia


Perjalanan masuk dan keluar Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, pada akhir pekan lalu terasa begitu berat dan melelahkan. Perasaan itu dialami hampir semua pengguna jasa transportasi udara melalui bandara itu.

Andreas Harsono, wartawan yang menetap di bilangan Senayan, Jakarta Pusat, termasuk salah seorang yang mengalami 'penderitaan' itu. Dia memang biasa bepergian menggunakan pesawat terbang ke berbagai daerah mulai dari Aceh hingga Papua.

Sabtu lalu, Andreas baru tiba dari London, Inggris, mengeluh kepada saya betapa susahnya keluar dari Bandara Soekarno-Hatta. Dua jalan alternatif keluar masuk bandara yang ditunjukkan kepolisian bandara, macet. "Adakah jalan alternatif keluar Soekarno-Hatta, jalan-jalan semuanya lumpuh," katanya kepada saya.

Kepolisian bandara memang mengarahkan semua kendaraan keluar Soekarno-Hatta ke jalan tol Jakarta-Merak. Demikian pula taksi yang ditumpangi Andreas menuju pintu tol Cikokol, kawasan yang menghubungkan Bintaro dengan Tangerang. Namun, ribuan kendaraan ternyata juga mengarah ke kawasan itu.

Dengan bantuan informasi Radio Sonora yang menerjunkan wartawannya di lapangan, akhirnya sampai juga dia di Senayan. "Itu setelah empat jam lebih naik taksi hanya untuk jarak 25 km. Lebih cepat naik pesawat Kuala Lumpur ke Jakarta," sindir Andreas.

Sindiran Andreas beralasan. Penyebab kacau balaunya sistem transportasi itu tak lain karena jalan tol utama keluar masuk Bandara Soekarno-Hatta ditutup akibat tergenang air. Kawasan yang tergenang setinggi 50 cm sampai 80 cm tepatnya berada di Jalan Tol Sedyatmo Km27 sampai Km29.

Kawasan itu tak jauh dari Pantai Indah Kapuk (PIK), yang dulunya merupakan kawasan hutan bakau pelindung dari banjir dan luapan air laut (rob) di sekitar bandara.

Otoritas penerbangan pun menutup bandara tersibuk di Indonesia itu selama lebih dari empat jam. Akibatnya tak dinyana, semua aktivitas penerbangan domestik dan internasional terganggu lebih dari tiga hari. Ribuan penumpang pun telantar di Soekarno-Hatta.

Tak sekadar teknis

Penutupan bandara dengan alasan keselamatan, memang merupakan kewajiban otoritas penerbangan di Soekarno-Hatta. Namun, penutupan bandara itu tak sekadar soal teknis, seperti jarak pandang pilot yang anjlok saat cuaca buruk pada Jumat lalu, melainkan juga soal infrastruktur bandara yang jelek hingga lingkungan hidup.

Menurut laporan Administrator Bandara Herry Bhakti kepada Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, Bandara Soekarno-Hatta ditutup sejak pukul 10.20 hingga 12.20. Penutupan itu akhirnya diperpanjang hingga pukul 15.00.

Akibat cuaca buruk pada Jumat lalu, total 58 penerbangan dialihkan ke bandara alternatif. Sejumlah bandara alternatif yang digunakan untuk pendaratan a.l. Lanud Halim Perdanakusumah sebanyak 15 penerbangan, Palembang 12 penerbangan, Semarang 6 penerbangan, Surabaya 17 penerbangan, dan Singapura 4 penerbangan.

Sementara itu, ratusan penerbangan dari Soekarno-Hatta terganggu. Ribuan penumpang telantar. Publik tentu dirugikan.

Otoritas penerbangan, pengelola bandara, kepolisian bandara hingga maskapai penerbangan pasti tak menyangka betapa hebat dampak penutupan bandara. Karena teramat besar, Kepala Komunikasi Eksternal PT Garuda Indonesia Singgih Handoyo menggambarkan bandara tersibuk di Indonesia itu makin sibuk saja selama 24 jam.

Singgih memang orangnya terbuka. Dia menceritakan akibat daya dukung bandara yang tak keruan lagi dan akses bandara yang tertutup genangan air, calon penumpang dan pegawai maskapai banyak yang tak mampu mencapai Soekarno-Hatta tepat waktu. "Semuanya ngaret," tandas dia.

Singgih menilai penutupan Bandara Soekarno-Hatta selama lebih dari empat jam dan berdampak lebih dari tiga hari, harus dilihat tak semata-mata karena cuaca.

Namun, Direktur Utama PT Angkasa Pura II Edie Haryoto menganggap masalah utama ada pada cuaca buruk. Meskipun menyadari ada genangan air akibat luapan air dari Sungai Dadap, dia menolak penutupan bandara karena masalah genangan air di runway (landasan pacu).

PT Angkasa Pura II menyiapkan rencana memindahkan sebagian penerbangan ke Lanud Halim Perdanakusumah.

Masalahnya, tak semua fasilitas dan maskapai siap jika Lanud Halim Perdanakusumah melayani limpahan penerbangan Soekarno-Hatta. "Kalau AP [Angkasa Pura] II nggak ada masalah," janji Edie.

Sampai hari ketiga pascapenutupan Bandara Soekarno-Hatta, masih banyak terjadi penumpukan penumpang di terminal. Jadi, seperti kata Singgih, sudah waktunya bandara dipindah jika pemerintah tak berani mengembalikan tata guna lahan di sekitar bandara seperti sediakala. (hendra.wibawa@bisnis.co.id)


Ralat
Andreas Harsono sebenarnya menumpang mobil Ramdan Panigoro, koordinator kerja sama internasional Universitas Padjadjaran Bandung, dari Cengkareng ke Senayan. Bukan naik taxi.

No comments: