Friday, July 29, 2011

Pastor Katholik Gaptek?


SAYA menemukan kartun Romo Koko ini di sebuah biara Katholik di Bandung. Kebetulan saya diminta bicara soal penulisan dengan sekelompok frater, termasuk macam-macam isu kontemporer, oleh Ordo Sanctae Crucis atau Ordo Salib Suci.

Saya melatih mereka memahami jurnalisme. Mulai dari esensi jurnalisme (verifikasi) hingga independensi dari sumber. Kami diskusi beda jurnalisme dan propaganda. Saya melatih menulis feature serta opini. Pesertanya macam-macam. Dari Pulau Nias hingga Pulau Kei.

Salah satu isu yang kami bicarakan adalah penguasaan teknologi internet. Mulai dari sambungan wifi sampai program baru macam Hostip, TOR, Memolane. Lucunya, seorang frater, orang Tionghoa asal Serpong, mengingatkan saya bahwa mereka dilarang memegang telepon dalam biara. Tujuannya, tentu saja, agar para frater bisa belajar dengan fokus tanpa banyak komunikasi dengan dunia luar biara. Mereka boleh pakai komputer biara. Ada juga sambungan Telkom Speedy walau pelan sekali. Ini dianggap tidak memadai.

Saya sadar informasi bisa berdampak baik, bisa berdampak buruk. Mungkin Ordo Salib Suci menilai para calon pastor belajar harus tanpa terpengaruh informasi yang tak perlu termasuk pornografi. Salah satu tantangan seorang pastor adalah janji hidup selibat. Saya pribadi tak setuju pastor tidak menikah. Saya tahu banyak pastor melanggar aturan tersebut. Namun suka atau tak suka, aturan selibat tersebut masih berlaku dari Vatikan. Sedang para frater ini berumur 20an tahun. Hormon seks mereka juga sedang ramai. Maka akses internet pun dibatasi.

Persoalannya, semua orang kini hidup dalam abad informasi. Ada tsunami informasi dengan kedatangan internet. Apakah realistis mengurung para frater dari informasi? Dalam diskusi mereka tidak tahu persoalan sosial dalam masyarakat termasuk debat tentang kebebasan beragama di Indonesia.

Saya ikut menginap dalam biara Ordo Salib Suci di daerah Dago. Ini biara tua dan gelap. Seram juga malam hari sendirian. Dalam kamar banyak patung dan lukisan. Di ruang baca saya menemukan majalah Hidup dengan kartun Romo Koko. Ia menggambarkan seorang frater bertanya kepada rektornya, "Kapan kami para frater boleh pakai HP, laptop, I-Pad? Nanti kalau jadi imam supaya tidak gaptek."

Saya kira soal ini memang serius. Tanpa punya akses kepada teknologi komunikasi, calon pastor ini akan ketinggalan jauh dari umat mereka. Jangan bicara soal TOR atau Hostip. Sebagian dari mereka bahkan belum kenal Wordpress atau Blogspot. Saya kira perlu dipertimbangkan ulang larangan terhadap biara-biara Katholik tak boleh ada alat-alat komunikasi baru.

No comments: