Thursday, March 12, 2015

Terbang 15 Jam dan Terganggu Turis asal Tiongkok


MUNGKIN 15 jam terbang dengan Cathay Pacific, route New York-Hong Kong ini, salah satu pengalaman paling tak nyaman saya naik pesawat. Saya praktis tak bisa tidur dalam perjalanan panjang serta terganggu dengan ulah beberapa turis asal Tiongkok.

Saya duduk di lorong dengan dua penumpang lain. Seorang lelaki umur akhir 40an. Dan perempuan muda awal 20an. Mereka tak saling kenal namun keduanya warga Tiongkok. Ini terlihat dari bahasanya. Mereka duduk sebelah dalam. Saya sebelah luar nomor 67C. Mereka nomor 67A dan 67B. Pesawat penuh. Banyak warga Tiongkok pulang dari liburan di Amerika Serikat.

Sejak masuk, saya terutama sudah kuatir lihat gaya si lelaki, main tabrak saja ketika hendak memasukkan tas ke kabin atas kursi.

Bawaannya alamak! 

Jaket, ransel, tas plastik, makanan, jeruk dll. Mereka tak mau taruh jaket di kabin. Lewat bahasa isyarat, mereka bilang takut kedinginan dalam pesawat. Barang lain dipangku dan ditaruh bawah kursi.

Pesawat baru take off si perempuan minta mie instant. Pramugari Cathay minta dia menunggu.

Ketika pesawat sudah mulai terbang tenang, mereka mulai keluar dari kursi mereka. Ada lebih 20 kali saya dilangkahi entah yang laki, entah yang perempuan.

Mereka tak bisa bahasa Inggris. Pokoknya tabrak.

Selama perjalanan saya juga disenggol ratusan kali sama si lelaki. Kan nggak enak? Tak bisa tidur.

Ruang tunggu Cathay Pacific di bandar udara John F. Kennedy, New York.

Ketika dia kecapekan dan tertidur, sesudah sembilan jam bikin saya terganggu, saya mulai tenang ... eh dia pakai ngorok, pakai mulut mangap dan pakai ngadep ke telinga saya.

Saya cuma bisa diam. Mau apa lagi?

Kelakuan turis asal Tiongkok sudah terkenal buruk. Pada Januari 2015, pemerintah Beijing menyatakan "malu" serta hendak mempermalukan setiap turis Tiongkok yang bikin tingkah di luar negeri. Ada yang bikin coretan nama mereka di sebuah kuil umur 3,500 tahun di Mesir. Ada yang cuci kaki di museum Louvre di Paris. Di Maldives, semua hotel tak mau menempatkan ketel air karena turis Tiongkok sering memasak mie instant di kamar. Di Hong Kong, warga jengkel lihat mereka tak mau antri, suka serobot, merokok di tempat sembarang, pokoknya bad manner.

Celakanya, jumlah turis Tiongkok akan meningkat terus di seluruh dunia sesuai dengan pengembangan ekonomi mereka. Menurut analisis Bank of America Merrill Lynch, jumlah turis Tiongkok akan naik dari 109 juta dengan belanja $164 milyar pada 2014 menjadi 174 juta pada 2019 dengan belanja $264 milyar. Ini kenaikan besar sekali. Pada 2000, hanya ada 10 juta warga Tiongkok bepergian ke luar negeri.

Pemerintah Beijing sudah bersikap benar dengan minta turis mereka belajar menghargai budaya orang lain. Pemerintah mana pun tentu tak bisa melarang warga mereka bepergian. Sebaliknya, berbagai negara juga terbuka dengan kedatangan turis karena mereka akan belanja. Artinya, ada pekerjaan, ada pendapatan.

Kedutaan Republik Rakyat Tiongkok di Jakarta tampaknya perlu bekerja sama dengan asosiasi hotel, restoran maupun industri pariwisata lain guna mendidik turis Tiongkok.

Pramugari Cathay juga capek. Namun mereka tersenyum dalam melayani turis-turis konyol ini.

Sampai Hong Kong, saya dendam dan sarapan di restoran agak mahal: orange-strawberry juice, wonton soup, dan cappuccino. Comfort food gara-gara hadapi orang ngorok, mangap, persis di sebelah. 

No comments: