Sunday, January 18, 2015

Hukuman Mati Tak Bikin Jera Kejahatan Narkoba



Gita Ayu Pratiwi dari Net TV interview saya soal hukuman mati. Saya tentu mengerti debat soal hukuman mati. Saya punya sikap menolak hukuman mati. Ini juga sejalan dengan sikap Human Rights Watch, organisasi tempat saya bekerja.

Semalaman saya memantau proses eksekusi mati di Pulau Nusa Kambangan bersama beberapa aktivis hak asasi manusia di sebuah restoran Hotel Gran Melia. Sedih tahu betapa kerja pemerintahan Jokowi praktis tanpa misi selain bikin infrastruktur, kelautan dan pangan. Saya terkejut sekali dengan keputusan Jokowi untuk menolak semua permintaan ampun dari terpidana mati kasus narkoba.

Ada setidaknya lima alasan mengapa hukuman mati ditolak mayoritas negara dunia. Pertama, hak hidup tak bisa dirampas siapa pun termasuk negara. Kenapa? Karena belum ada satu orang pun bisa menciptakan kehidupan. Jangan rampas kehidupan. Hukuman mati sering disebut sebagai state murder.

Kedua, sistem hukum bisa salah. Kalau sudah dihukum mati bagaimana kalau ternyata terpidana tak salah? Bagaimana kalau terbukti hakim-hakimnya bisa disuap? Artinya, orang yang tak menyuap yang dihukum. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia belum tinggi. Mereka sangat mungkin bisa tidak adil, bisa salah.

Ketiga, seorang terhukum mati sebenarnya sudah dihukum lama, misalnya 10 tahun, sebelum dieksekusi. Artinya, dia dihukum dua kali. Buat apa "lembaga pemasyarakatan" bila ada hukuman mati? Kata "pemasyarakatan" artinya mendidik seorang yang pernah berbuat jahat agar bisa kembali jadi anggota masyarakat yang normal.

Keempat, 140 dari 197 negara di dunia tak ada hukuman mati, menurut Amnesty International. UN Office on Drugs and Crimes menolak hukuman mati buat penjahat narkoba. Ia tak dianggap bikin jera pedagang narkoba. Secara internasional, hukuman mati hanya dibatasi pada terpidana dgn niat bikin kematian. Narkoba bukan bikin kematian langsung.

Kelima, sebuah negara yang jalankan hukuman mati sulit buat lindungi warganya bila dihukum mati di negara lain. Ada sekitar 300 warga Indonesia sedang tunggu hukuman mati di negara-negara Teluk dan Malaysia. Bagaimana mau bela mereka tanpa dituduh double standard?

No comments: