Friday, November 18, 2005

Masjid Sultan Tidore

Ketika jalan-jalan di Soasiu, ibukota Pulau Tidore, aku sempat melihat-lihat masjid Sultan Tidore. Ini masjid tua, umurnya lebih dari 300 tahun, terbuat dari kayu besar. Ia didirikan pada 1712. Selama 300 tahun, ia tak pernah diganti. Kuat sekali dan sekeras beton. 

Menurut modim Rustam Fabanyo, masjid ini hendak direnovasi akhir November 2005. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan pengurus masjid. Kubu pertama, ingin renovasi dilakukan tetap dengan kayu. Kubu kedua, ingin struktur masjid diganti beton namun dilapisi kayu. 

Aku membaca beberapa bacaan soal sejarah masjid. Di Tidore, ia disebut "Masjid Kolano" --dalam bahasa Tidore, "kolano" adalah nama jabatan "sultan" sebelum diganti dengan bahasa Arab. Bangunannya kokoh dan penuh sejarah. Ia dominan warna putih, tampaknya dari pengecatan kapur putih. Hanya satu dari empat tiang utama yang keropos. 

Fabanyo mengatakan saat shalat Jumat, ada rata-rata enam saf (baris) warga bersembayang disini. Setiap baris bisa menampung sekitar 20 orang. Tapi kalau shalat Idul Fitri, masjid ini ramai sekali, hingga sampai ke jalan. 

Ukuran masjid tak terlalu besar, terletak di jalan utama Soasiu, cukup untuk dua mobil berpapasan. Seng masih buatan Belanda. Semua atap dari seng termasuk gapura masuk. Masuk ke kiri terdapat tempat wudhu dan toilet. Masuk ke kanan ada bangunan kecil untuk gudang. 

Menarik juga, di dalam masjid ada tempat khusus untuk Sultan Tidore shalat, terletak sebelah tempat khatib menyampaikan khutbah. Bila Sultan sedang tak ada, tempat itu juga dikosongkan. 

Kini jabatan sultan dipegang, Jaffar Syah, yang merupakan sultan ke-38.  

Tiang utama yang keropos terletak di sebelah kanan, dekat mimbar, namun tiga tiang lain kokoh. Gorden warna merah muda untuk tempat khatib memberi khutbah. Sultan sholat di tempat dengan gorden warna kuning. Aku perhatikan memang berlubang. 

Di bagian atap banyak bersarang "burung hujan" --burung-burung kecil yang suaranya cit-cit-cericit menambah suasana tenang dalam masjid ini.

6 comments:

Anonymous said...

sungguh bangga hati saya membaca seorang jurnalis berwawasan luas seperti mas Andreas telah meluang waktu mengunjungi tanah leluhur saya di Tidore, semoga features tersebut juga dapat memperluas cakrawala pandangan warga negara Indonesia lainnya tentang wilayah Indonesia bagian Timur yang jelas sangat ketinggalan dengan pulau Jawa.
kalau ada kesempatan lain ke Tidore lagi, tolong kabari, nanti saya minta tolong saudara-saudara di mengajak mas Andreas untuk 'round' - istilah keliling pulau, lihat ake sahu (air panas), kebun cengkeh dan durian yang mulai hilang atau makan papeda dengan sup ikan merah dari dasar laut.
salam
faa

Anonymous said...

Banyak kebenaran yang telah mas Andreas ungkap dalam tulisan. Mas beruntung dikaruniai kecerdasan dan bakatserta pribadi yang mengagumkan sehingga bisa lebih view dalam melihat dunia dengan yang kompleks ini.
Gambaran sampeyan soal masjid Tidore cukup bagus. Namun mas Andreas mestinya bisa menggali lebih dari itu. Mas mestinya bisa menyerap makna ketika orang-orang salat berjamaah, berjajar rapi saf demi saf memuji asma Allah SWT. Dengan kecerdasan dan kemampuan yang mas miliki, mestinya bisa menyelami Islam sbgamana yang dicoba oleh Karen Amstrong. Terimakasih mas

andreasharsono said...

Terima kasih untuk rekan-rekan asal Tidore yang sudah membaca cerita kecil tentang masjid Sultan ini. Saya hanya berkunjung ke Soasiu selama dua atau tiga jam. Tujuannya, berwisata, sight seeing, bukan reportase. Jadi, memang tidak mendalam.

Saya lebih banyak menghabiskan waktu di Ternate, Malifut dan Tobelo untuk liputan kali ini. Mereka nanti akan muncul dalam buku saya, "From Sabang to Merauke: Debunking the Myth of Indonesian Nationalism."

Kelak kalau ada kesempatan lain, saya akan menulis soal Tidore lebih panjang deh. Tapi membandingkan dengan Karen Amstrong? Alamak! Itu penulis tingkat dunia. Saya cuma penulis tingkat Jakarta. Saya orang kecil.

Tapi sempat terpikir juga soal kabar renovasi tiang masjid itu? Bagaimana hasilnya?

Anonymous said...

kabar terbaru, sekarang ini masjidnya sementara direnovasi, aku tidak tahu apakak akan dibongkar total atau hanya direnovasi biasa saja, soalnya yang baru dibongkar hanya atapnya saja, yang lain belum, kebetulan aku tinggalnya di tidore, thanks ya sudah datang jauh-jauh ke tidore

sahrulenk said...

Info: Masjid Kolano sekarang sudah di renovasi.Sekarang dalam tahap pembangunan.Empat tiangnya yang didalam akan diganti dengan beton tapi dilapisi kayu dari luarnya.Bentuknya tetap mengikuti bentuk awal.

Terimah kasih banyak Mas udah mau singgah ke tempat kelahiran saya(soasio) biarpun hanya beberapa jam.kalau mau jalan2 ke Tidore lagi tolong dikabarin Mas,sapa tau saya bisa membantu.

andreasharsono said...

Dengan hormat,

Terima kasih untuk update masjid di Soasiu ini. Mudah-mudahan renovasi berjalan lancar dan bentuk masjid tak berubah. Saya akan kecewa kalau lihat masjid ini jadi "modern" atau "mengkilat" mengingat makna dan nilai sejarah bangunan ini. Empat tiang utama ini gimana hasilnya ya kalau diganti beton? Kelak kalau ke Ternate, saya akan usaha melihat masjid di Soasiu ini. Kotanya sepi sekali ya.