Thursday, February 17, 2022

Menulis Siaran Pers dengan Piramida Terbalik

SAYA sering menerima siaran pers yang sulit dibaca, atau kalau pun agak penting, saya hanya membacanya satu, dua alinea, mungkin tiga alinea, lantas saya tinggalkan. Entah siaran pers dari kantor pemerintah, perusahaan swasta, serikat buruh, lembaga keagamaan atau organisasi masyarakat. 

Sering juga saya terima siaran pers dalam bentuk kronologi. Ia dimulai dari "dahulu kala ada seorang puteri raja ..." --ibarat dongeng H.C. Andersen (1805-1875) soal putra raja hendak mencari isteri. Siaran pers sama sekali tak sememikat dongeng Andersen. Raja telanjang, cuma  pakai kolor, tapi merasa pakai baju mewah tentu menarik. Dongeng-dongeng adalah fiksi.

Tapi siaran pers adalah fakta. Susah sekali memasukkan putri duyung atau penyihir ke siaran pers bukan? Ini dunia nyata. Jadi siaran pers sebaiknya tak disajikan melulu kronologi --walau isinya bisa kronologis. 

Di Indonesia, tampaknya, jarang orang yang menulis siaran pers sadar bahwa ia seyogyanya disajikan dengan struktur piramida terbalik 

Yup. Piramida terbalik adalah struktur naskah yang biasa dipakai buat menulis berita. Setiap wartawan pasti dilatih menulis dengan model piramida terbalik. Cukup banyak wartawan, ketika pindah pekerjaan, bisa menulis dengan model piramida terbalik. Tapi ada juga yang tak sadar atau tak mau mengubah kebiasaan berbelit-belit di tempat barunya dalam siaran pers. 

Struktur piramida terbalik muncul pada pertengahan abad XIX bersamaan dengan pemakaian telegram buat mengirim berita. Bagian paling penting ditaruh paling awal. Makin ke bawah makin kurang penting. 

Tujuannya, penerima telegram --maupun pembaca suratkabar-- bisa dengan cepat memahami inti dari berita yang dikirim. 

Ia selalu dimulai dengan lead --alinea pertama. Ia berisi unsur Lima W Satu H dari berita tersebut. 

Lima W Satu H singkatan dari what, why, when, where, who dan how. Ia diperkenalkan oleh Rudyard Kipling (1865-1936), seorang penulis Inggris, yang memperkenalkan "metode Kipling" guna membantu anak-anak bertanya. Kipling menulis sebuah puisi agar metode ini mudah diingat. Ia ada dalam cerita berjudul, “Elephant’s Child.”

I keep six honest serving-men;
Their names are What and Why and When
And How and Where and Who.
I send them over land and sea,
I send them east and west;
But after they have worked for me,
I give them all a rest.

Metode Kipling ini juga bisa dipakai buat menyajikan siaran pers. Ia bisa dipakai dalam menyampaikan pengumuman, menyampaikan tuntutan, menyampaikan usul dan lainnya. Ia dipakai buat menerangkan apa, siapa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana pengumuman atau tuntutan tersebut dibuat.  

Apa yang diumumkan?
Siapa yang mengumumkan?
Mengapa pengumuman penting?
Kapan pengumuman disampaikan?
Dimana pengumuman dibuat?
Bagaimana ia terjadi?

Butir paling penting dari pengumuman atau tuntutan seharusnya ditaruh pada alinea pembuka. Ia setara dengan lead dalam penulisan berita. Lead ini harus dibuat menarik sehingga pembaca tertarik membaca, ibaratnya makan umpan, sampai akhir siaran pers. 

Sudah belajar 55 perkakas menulis dari Roy Peter Clark bukan? 

Mulailah kalimat dengan subjek dan kata kerja. Susun kata-kata sesuai tekanan. Bila mau membela korban, gunakan kalimat passive aggressive. Ada pesan rahasia dalam setiap angka satu, dua, tiga dan empat. Ini perkakas yang perlu dikuasai siapa pun yang ingin menulis --berita, prosa, fiksi, surat cinta, status media sosial, surat termasuk siaran pers. 

Saya mewajibkan semua peserta kelas menulis Yayasan Pantau (Jakarta), dimana saya mengajar, belajar minimal 23 dari 55 perkakas.  

Alinea kedua adalah kutipan atau quote. Harus ada orang, yang nama dan jabatannya, ditaruh sebagai juru bicara organisasi, perusahaan, serikat buruh atau apapun, guna menyampaikan siaran pers. 

Quote ini perlu sangat menarik. Ia tak boleh diisi dengan jargon. Ia tak boleh membosankan. Quote ini harus menarik perhatian media agar mengutipnya. Ibaratnya, pada bagian inilah siaran pers bisa memasukkan kata Andersenian soal penyihir atau putri duyung. 

Boleh juga alinea kutipan ditaruh pada alinea ketiga bila lead memerlukan alinea pendukung.  

Saya sering menulis siaran pers baik buat Aliansi Jurnalis Independen, Yayasan Pantau maupun Human Rights Watch (New York) dimana saya bekerja. 

Salah satu siaran pers Human Rights Watch, versi Bahasa Indonesia, yang paling sering dibaca dibuat tahun 2010. Ia soal gugatan hukum Abdurrahman "Gus Dur" Wahid dan kawan-kawan agar Mahkamah Konstitusi hapus pasal penodaan agama. Judulnya, "Keputusan Mahkamah Konstitusi Kemunduran bagi Kebebasan Beragama." 

(Jakarta) - Mahkamah Konstitusi menyudutkan kebebasan beragama di Indonesia dengan menolak seluruhnya permohonan uji materi terhadap pasal kontroversial yang melarang "penodaan agama", kata Human Rights Watch hari ini. Organisasi ini mendesak pemerintah Indonesia mencabut pasal ini serta sejumlah peraturan lain yang melanggar hak beragama, berkeyakinan, dan hati nurani.

"Keputusan Mahkamah Konstitusi atas pasal penodaan agama adalah ancaman nyata bagi kalangan minoritas agama di Indonesia," kata Elaine Pearson, Wakil Direktur Asia di Human Rights Watch. "Jika Presiden Yudhoyono serius bicara soal demokrasi dan pluralisme di Indonesia, ia harus berusaha agar pasal ini, dan sejumlah peraturan serupa lain, dihilangkan dari sistem hukum di Indonesia."

Pada Januari 2022, saya juga bantu menulis siaran pers Yayasan Pantau soal penghargaan yang diberikan kepada Eko Rusdianto, seorang wartawan, karena keberaniannya menulis sebuah kasus hukum yang mandeg. Judulnya, "Wartawan dari Maros, Pulau Sulawesi, Raih Penghargaan Jurnalisme." Ia memperlihatkan struktur piramida terbalik dengan gamblang. Alinea kedua diberikan dalam bentuk kutipan.

“Keputusan Eko Rusdianto buat menggali sebuah kasus, dan belajar soal liputan trauma, lantas mendapat kepercayaan dari ibu para korban buat menulis kekerasan seksual, serta bikin laporan yang kritis, membuat para juri sepakat bahwa ia sebuah keberanian dalam jurnalisme,” kata Coen Husain Pontoh dari Penghargaan Oktovianus Pogau.

Badan dari siaran pers adalah isi atau penjelasan. Ia merupakan bagian paling tebal sesudah alinea quote. Ia bisa berisi beberapa alinea bahkan belasan. Ia berisi kronologi. Ia juga bisa berisi argumentasi. Ia bisa berisi penjelasan hukum. Bila diperlukan, di tengah isi juga bisa dikasih satu alinea kutipan. 

Jangan lupa masukkan hyperlink dalam siaran pers. Bagian penjelasan tentu memerlukan banyak sekali link. Ia memberikan kesempatan kepada pembaca untuk memeriksa apapun: data, waktu, tempat, kejadian, hukum, perjanjian dan lainnya. 

Piramida terbalik ini diakhiri dengan alinea terakhir yang juga berupa kutipan. Sekali lagi, ini bisa Andersenian. 

Ekornya, siaran pers perlu sediakan nama, email atau media sosial dari jurubicara yang bisa dihubungi wartawan. Ini berguna bila ada wartawan yang ingin wawancara. 

Ia juga perlu dilengkapi dengan link video, foto maupun website lain yang relevan. Saya sering dihubungi wartawan dan diminta muncul di televisi dan lainnya sesudah bikin siaran pers. Kadang siaran langsung. Kadang rekaman. Mereka sering pakai materi yang tersedia. Keberhasilan siaran pers antaranya terletak pada kemampuannya menarik media meliput lebih dalam. 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.