Tuesday, August 13, 2013

Penyakit Tulang dan Syaraf


Bagaimana rasanya berada dalam tabung CT Scan selama 45 menit?

PADA RABU 7 Agustus 2013 saya pergi ke sebuah acara HKBP Filadelfia di pinggiran Bekasi. Mobil saya mogok, baterainya lemah, sehingga saya terpaksa dorong mobil sambil langsung loncat ke kursi pengemudi. Ini terjadi tiga kali.

Keesokan hari pinggang sakit sekali. Saya praktis tak bisa berdiri. Saya hanya duduk. Kebetulan juga sedang libur Lebaran. Isteri dan anak lagi pergi berlibur ke Pontianak. Di rumah ada beberapa tamu datang. Saya mohon mereka maklum bahwa saya tak bisa berdiri dan menyambut selayaknya tamu.

Namun saya tahan-tahan sakit tersebut. Kamis dan Jumat. Saya banyak rebahan. Tapi bukan makin hilang. Malah makin sakit. Isteri saya dari Pontianak usul saya ke dokter.

Seorang teman di London, yang usia kurang lebih 10 tahun lebih tua dari saya, mendorong saya periksa CT Scan. Ini masa liburan. Jakarta sepi sekali. Tak mudah mencari dokter ortopedi. Saya mengambil langkah dengan pergi ke sebuah rumah sakit di Jakarta dan minta periksa CT Scan. Ini pertama kali masuk tabung CT Scan. Suara berisik sekali. Saya tentu berusaha tak panik. Ada musik pop mereka putar. Berusaha ikut menyanyi dalam hati.

Hasilnya, dokter di rumah sakit bilang ada "degenerasi" beberapa ruas tulang belakang saya, terutama nomor L2 juga L3 dan L4. Tampaknya saya pernah jatuh beberapa puluh tahun lalu. Ini membuat ruas-ruas tulang tersebut tertekan. Ia makin tahun makin merosot. Urat syaraf terjepit. Kejadian dorong mobil membuat persoalan makin serius.

Saya minta masukan dari dokter Dede Gunawan, seorang dosen dan ahli neurologi dari Bandung. Saya kirim gambar-gambar tersebut ke Blackberry dokter Gunawan. Seorang muridnya, Herianto Tjandradjaja, yang juga saudara ipar saya, juga berbaik hati memberikan waktu guna lihat gambar-gambar tersebut di tempat dia praktek. Mereka sepakat bahwa terjadi degenerasi tulang belakang. Usul mereka adalah terapi. Saya dianjurkan tak mengangkat barang berat. Olah raga lagi juga terpaksa harus dikurangi. Saya baiknya hanya berenang.

Felicia Puspa dari Surabaya.
Keponakan saya, Felicia Puspa dari Surabaya, kebetulan sedang berlibur di Jakarta. Dia menemani saya pergi ke rumah sakit.

Almarhum papanya kakak sepupu saya. Orang tua kami saudara kandung. Fei Li membuat perjalanan panjang ke rumah sakit jadi terasa lebih ringan dengan gurauannya. Dia gadis muda dengan kerinduan mendalam terhadap papanya. Dia banyak tanya soal masa muda papanya pada saya.

Hasil CT Scan dan opini para dokter tersebut menyadarkan saya bahwa kesehatan saya mulai menurun. Degenerasi tulang adalah perkara biasa buat umur manusia. Saya harus jaga berat badan. Rajin berenang.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.