Sunday, March 11, 2012

Mug Strand, Mug Boracay


SAYA iseng-iseng mulai koleksi mug. Mula-mula karena harus beli oleh-oleh setiap kali bepergian ke luar Indonesia. Di Bonn, mug yang saya beli, "I Love Bonn." Di Manila juga ada mug serupa. Hong Kong ... I Love Hong Kong. Pokoknya, mug ... mug ... mug ... mug. Apalagi pekerjaan, saya sering bepergian, terkadang setahun bisa beberapa negara.

Ternyata tak semua mug ini habis dibagi. Ada sebagian tersisa di rumah. Perlahan-lahan mug ini bertambah. Ada acara Yap Thiam Hien Award juga diberi mug. Perusahaan-perusahaan juga sering memberi mug. Dari bank sampai klinik bersalin. Dari laboratorium darah sampai sekolah. Maka koleksi mug bertambah.

Pada 20 Januari 2009, ketika Barack Obama dilantik sebagai presiden Amerika Serikat ke-44, orang kulit hitam pertama dalam sejarah negara itu, beberapa kawan minta dibelikan souvenir pelantikan Obama. Saya pun beli mug Obama. Cukup mahal, harganya sekitar US$40. Maklum pada Januari 2009 Obama sedang populer sekali. Saya terpaksa menghemat uang saku agar bisa beli mug. Namun namanya juga souvenir untuk kawan dan keluarga.

Saya sendiri tak hadir saat pelantikan Obama. Saya bukan orang yang suka berdesak-desakan di tempat umum. CNN melaporkan ratusan ribu orang datang ke Washington DC. Ada yang menginap sejak semalam sebelum pelantikan. Padahal musim dingin dan cuaca di bawah titik beku. Obama pidato menarik dengan judul "A New Birth of Freedom."

Toko buku Strand di New York menjual mug ini: Where books are loved. Saya beli Februari 2011. Strand adalah toko buku legendaris. Ia didirikan sejak 1927. Slogan mereka: "18 miles of books." Setiap kali ke New York saya selalu berusaha ke Strand. Ia perusahaan keluarga. Sudah generasi ketiga. Semua buku dijual discount.

Banyak buku bekas termasuk karya Mark Twain, lengkap dgn tanda tangannya. Rasanya tidak lengkap bila ke New York tak berkunjung ke Strand. Sari Safitri Mohan, seorang novelis asal Jakarta tinggal di New York, juga pernah memberi kami sebuah hadiah tas kain dengan logo Strand.

Aduh Boracay! Ini pantai cantik nan ramai dekat Pulau Panay, Filipina. Tempat ramai macam Kuta di Pulau Bali. Ada tempat makan macam-macam etnik. Saya sempat makan siang di sebuah restoran Yunani milik orang Yunani. Ada juga restoran Korea. Isteri saya kaget ketika tahu harga-harga begitu murah di Boracay. Saya tak yakin Bali bisa bersaing dengan Bali soal harga.

Saya mendapatkan mug Human Rights Watch ketika ikut pelatihan di New York. Slogan Human Rights Watch: Tyranny has a witness. Warna biru adalah warna hak asasi manusia. Kantornya terletak di Empire State Building, Manhattan. Human Rights Watch didirikan pada 1978. Ia bekerja memantau hak asasi manusia pada lebih dari 80 negara di seluruh dunia.

Saya mulai kenal Human Rights Watch ketika pemerintah Indonesia membredel tiga mingguan pada Juni 1994: Detik, Editor, Tempo. Human Rights Watch bikin laporan detail soal kebebasan berpendapat dan kebebasan pers di Indonesia.

Persoalan koleksi mug adalah warna. Saya sering kecewa bila mug cepat luntur. Bahkan cat bisa luruh. Warna kusam. Pengecatan dan pemanasan tak dilakukan dengan baik. Kalau sudah begitu apalagi yang bisa dinikmati selain mug polos buat minum kopi.

Kini koleksi saya ada sekitar 30 mug. Saya jadi senang menyajikan kopi atau teh kepada tamu saya dengan mug. Anda mau minum kopi dengan mug Universitas Indonesia? Atau teh panas manis dengan logo National University of Singapore?

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.